Miliki Surat Sakti, Ahli Waris Gugat Bupati Kota Waringin Barat Kalteng Diduga Palsukan SK Gubernur
Jurnal123.com – Terkait kasus tanah milik Waris Brata Ruswanda 10 HA di Pangkalan Bun, Kota Waringin Barat diduga diserobot dengan cara memalsukan SK Gubernur karena sakit hati tidak mendapatkan kapling dari Brata Suwanda. Ahli waris memiliki surat sakti berisikan Surat terima Aset dan personil ditanda tangani Gubernur dan Ketua DPRD Kalimantan Tengah dari aset kecil hingga ribuan meter tercatat rapi tapi khusus aset Pemda yang diklaim tidak tercatat. Kini kasus ini dilaporkan balik ke Bareskrim Mabes Polri dan didesak segera ditingkatkan ke Penyidikan bisa memangil Bupati dan Sekdanya memberikan keterangan.
Kuasa hukum Ahli Waris Brata Ruswanda Bin H Rosadi, Kamaruddin Simanjuntak SH didampingi Pak Kuntjoro cucu ahli waris Brata Ruswanda, ditemui di Bareskrim Polri di Jalan Traonojoyo No.3 Kebayoran Baru,Jakarta Selatan, Rabu (10/4)2019 mengatakan adapun permasalahan klien kami ahli waris Brata Ruswanda adalah tanah almarhum seluas 10 HA terletak di pangkalan Bun Kota Waringin Barat diserobot oleh Dinas Pertanian Kota Waringin Barat bersama sama dengan Bupati atau Pemda Kota Waringin Barat dengan cara diduga dengan cara membuat surat palsu. “Pemalsuan itu terjadi pertama kali tahun 2005 motivnya adalah diduga sakit hati karena tadinya berharap mendapatkan kapling-kapling dari Brata Suwanda tetapi karena tidak kunjung dibayar almarhum membatalkan sertifikasi buat peruntukkan pejabat-pejabat di BPN sehingga berikutnya mereka membuat surat palsu yaitu SK Gubernur yang hingga saat ini tidak terdaftar di kantor Gubernur tetapi dimundurkan tanggalnya menjadi seolah-olah dibuat tahun 1974. Kemudian atas pemalsuan itu sudah di proses secara pidana akan tetapi kepolisian membuat pasal yang tidak tepat yaitu pasal penggelapan atas tanah sehingga mereka di Pengadilan bebas murni karena tanah sejak jaman nabi sampai sekarang tidak mungkin digelapkan dan tanahnya ada terus,” ujarnya.
Selanjutnya, Kamaruddin menegaskan adapun latar belakang tanah ini yang 10 HA ini pada tahun 1960 almarhum Brata Ruswanda semasa hidupnya baru di tempatkan jadi pejabat di kota Waringin Barat menguasai atau membeli 10 HA tanah tahun 1963. Kemudian beliau menjadi Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan di Pangkalan Bun Kota Waringin Barat namun pada tahun 1973 Surat tanah ini di buatkan berupa SKTMA surat keterangan adat oleh Lurah atau Desa disana. Dan kemudian setelah surat ini jadi beliau di mutasi di Provinsi menjadi Kasi Bina Usaha Tani di Dinas Provinsi .” Kemudian tanahnya ditinggal dan ketika tanah itu ditinggal ada satu Kepala Dinas atasannya juga di Provinsi mengajukan permohonan untuk pinjam pakai. Jadi tanah ini dipinjam pakai oleh Dinas Pertanian untuk Balai Benih lalu dibuatkanlah surat perjanjian seperti saya tunjukan tadi . Dimana perjanjian inimengatur bila sewaktu-waktu tanahnya diperlukan oleh Brata Suwanda maka perjanjiannya gugur seketika,” tegasnya.
Untuk itu, Kamaruddin menjelaskan kemudian berjalan berapa tahun menjelang pensiun Brata Suwanda 1982 beliau balik lagi Palangkaraya ke Kota Waringin Barat atau Pangkalan Bun tanah kembali di kuasai di Bangun rumah dibangun berbagai macam Kolam, gubuk-gubuk dan sebagainya sama tanaman pertanian Kemudian belakangan Tahun 2000 Pemerintah punya program pembangunan jalan lalu dibangunlah jalan persegi diatas tanah ini di pinggirnya sehingga ada tanah yang terpisah dari tanah tengah karena di pisah oleh jalan. “Bahkan tanah yang terpisah ini akibat pembangunan jalan ini di buat menjadi kapling-kapling oleh Brata Suwanda dan ditaksir diminati oleh pejabat-pejabat di Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Waringin Barat karena sudah ada tanah-tanah yang terpisah dari induknya. Brata Ruswanda secara prinsip tidak keberatan apabila mereka beli itu dengan catatan harus dibayar sebelum sertifikat terbit akan tetapi sebelum sertifikat terbit mereka tidak membayar juga secara lunas sehingga ketika sertifikat sudah terbit Brata Ruswanda membatalkan karena kwatir mereka tidak membayar selam-lamanya. Ini lah menjadi motivasi kepada pejabat-pejabat Dinas Pertanian Peternakan sakit hati kepada Brata Suwanda sehingga mereka membuat surat Palsu Tahun 2005,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kamaruddin merinci surat Palsu ini dikirim ke Kepala BPN Kota Waringin Barat mengatakan bahwa tanah ini jangan di sertifikasi atau tunda dulu setifikatnya karena ini milik dari pada Dinas Pertanian. Sementara sertifikat-sertifikat itu sudah pada muncul sebagaian besar dipinggir-pinggirnya tetapi ditengah kurang lebih 7,4 HA ditunda pensertikatnya oleh BPN. Itu lah awal persoalannya. “Kemudian ahli waris khususnya mertua Pak Kuncoro membuat surat ke Pak Gubernur apakah surat SK ini ada atau tidak terdaftar atau tidak di kantor Gubernur . Gubernur pada tahun 2005 tidak mau menjawab ada atau tidak dan dia hanya menyarankan supaya bermusyawarah secara kekeluargaan atas objek surat palsu ini. Karena tidak ada musyawarah kekeluargaan maka tahun 2007 ahli waris menggugat ke Pengadilan . Kita maklum kalau ahli waris kan petani menggugat ke Pemda menggugat Dinas Pertanian maka hakim memutuskan no tidak diperiksa pokok perkaranya gugatan tidak di terima. Banding no juga, Kasasi juga no. Kemudian tahun 2012 digugat ulang lagi karena no itu kan sifatnya masih bisa diperkara kembali secara perdata . Hasilnya juga no dan dibanding juga no ,kalau kasasi menolak,” rincinya.
Seiring dengan itu, Kamaruddin membeberkan Kemudian keluarga memperkarakan ke Polisi setelah diperkarakan ke Polisi maka mereka melakukan tindakan penggeledahan-penggeledahan dilakukan kepolisian maka ditemukan satu surat sakti yaitu surat terima aset dan personil dari Gubernur ditandatangani dan Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Tengah yang menyerahkan aset apa saja yang diserahkan Provinsi kepada Bupati atau Pemda Kota Waringin Barat. Disitu aset yang terkecil dari ratusan meter sampai ribuan meter tercatat secara rapi tapi khusus aset yang paling besar tang mereka klaim milik Pemda tidak tercatat.” Maka penyidik menyimpulkan memang aset ini milik ahli waris bukan aset Pemda karena tidak tercatat dalam serah terima personil dan maupun serah terima aset dari Provinsi kepada Kabupaten. Serah terimanya pada tahun 1997 semua pejabat lain tanda tangan. Didalam serah terima itu tidak termasuk maka penyidik katakan mereka tersangka. Penyidik Polda Kalimantan Tengah, mereka tersangka tetapi mengunakan pasal penyekapan tanah. Sehingga karena pasalnya tidak tepat di Pengadilan mereka bebas murni. Kemudian Jaksa kasasi bebas murni,” bebernya.
Jadi, Kamaruddin menandaskan maka kita proses kembali kita laporkan ke Bareskrim Mabes Polri dengan tuduhan pemalsuan surat yaitu memalsukan SK Gubernur Kalimantan Tengah yang tidak pernah terdftar di kantor Gubernur Kalimantan Tengah. Kedua, ketika tersanga tahap dua mereka menerbitkan Surat Palsu tahun 2017. (VEK)