Polisi Uraikan Isu Penyerangan Tokoh Agama
JURNAL123, JAKARTA.
Terkai denngan kasus penyerangan terhadap pemuka agama menjadi sorotan. Sejumlah peristiwa terjadi hampir bersamaan di tempat berbeda. Nampaknya beberapa pelakunya dianggap memiliki gangguan kejiwaan. Hal ini menimbulkan kecurigaan.
Dari pendalaman yang dilakukan dari sejumlah pihak curiga bahwa rentetan kejadian itu merupakan skenario pihak yang kontra dengan Islam. Sebab, hampir semua korbannya merupakan ustad, ulama, hingga santri.
Isu ini kemudian berkembang semakin liar. Bahkan, ada yang mengembuskan bahwa peristiwa ini didalangi oleh Partai Komunis Indonesia. Padahal, PKI sudah lama mati di negara ini.
Kepala Bareskrim Polri, Komjen Pol Ari Dono ditemui di Bareskrim, Senin (26/2)2018 mengatakan dari data yang ada menganggap isu tersebut sengaja “digoreng” oleh orang-orang yang ingin memecah belah Indonesia.Mereka menyebarkan kabar hoaks dan ujaran kebencian sehingga masyarakat terprovokasi.”Agenda setting dari sutradara isu ini agar seolah-olah Indonesia sedang dalam kondisi berbahaya,” ujarnya.
Selajutnya, Ari Dono menegaskan sejak Desember 2017, ada 21 kasus yang dilaporkan yang berkaitan dengan serangan pemuka agama.Sebagian besar di antaranya, yakni 13 kasus, terjadi di Jawa Barat. Namun, setelah didalami, penyerangan terhadap pemuka agama yang benar-benar terjadi hanya dua kasus. “Sementara itu, ada empat peristiwa kekerasan dengan korban orang biasa, tetapi diviralkan seolah korbannya adalah ulama.Ada pula dua peristiwa yang direkayasa segelintir orang seolah-olah menangkap orang gila yang baru menyerang pemuka agama.Sedangkan lima kasus lainnya merupakan hoaks di mana sama sekali tidak ada peristiwa pidana,” tegasnya.
Seiring dengan itu, Ari Dono menjelaskan Berita bohong itu disebar melalui berbagai jejaring sosial, mulai dari bentuk artikel di platform Facebook, Google+, Youtube, hingga pemberitaan di media massa.Di pastikan, Polri akan membidik akun-akun media sosial yang menyebarkan berita bohong soal itu.“Adapun akun-akun yang membahas hal tersebut dimotori oleh beberapa akun yang sudah dikantongi oleh Polri. Jadi, siap-siap saja jika masih terus menyebarkan hoaks seperti itu,” jelasnya.
Hingga kini, Ari Dono menandaskan Polri mengelompokkan para penggoreng isu teror terhadap pemuka agama menjadi dua bagian.Pertama, ada yang mencuatkan hoaks penculikan ulama, guru mengaji dan muadzin. Kedua, melakukan penghinaan terhadap tokoh agama. “Di media sosial ada puluhan ribu artikel yang berkorelasi dengan permasalahan penyerangan pemuka agama. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa pemberitaan tersebut merupakan berita hoaks,” tandasnya .
Menyingung kejelasan,Ari Doni membeberkan tujuannya menggiring opini bahwa negara ini sedang berada dalam situasi yang bahaya.“Kemudian para aktor itu mengaitkannya dengan isu kebangkitan PKI serta lainnya. Tujuannya jelas, membuat kegaduhan dan kekacauan dengan hoaks.Di titik ini, masyarakat sebenarnya justru terjebak dalam skenario dari sutradara hoaks itu,” bebernya.
Menyingkapi, Ari mengungkapkan dan mengingatkan agar masyarakat jangan mau diprovokasi. Sebaliknya, masyarakat juga jangan ikut-ikutan memprovokasi dengan menyebarkan kabar hoaks.”Polri memastikan akan menindak tegas pihak yang menggoreng isu tersebut berlebihan. Hal tersebut ditunjukkan dengan penangkapan lima orang di Jawa Barat yang menyebarkan berita hoaks soal pembacokan terhadap ulama oleh orang gila,” ungkapnya.
Jad, Ari Dono menambahkan setelah ditelusuri, yang dibacok adalah petani oleh tetangganya.Contoh lainnya, di Facebook, beredar video yang menayangkan Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Abiyoso Seno Aji sedang berbicara di depan media.”Berdasarkan suara dari video itu, Abiyoso seolah mengecam PKI yang menyerang ulama dan mempersilakan masyarakat untuk menghakimi secara massal.Namun, gerakan mulut Abiyoso berbeda dengan suaranya. Setelah didalami, video tersebut sebenarnya diambil saat Abiyoso konferensi pers soal begal motor, “ tambahnya.
Data kasus penyerangan
Selain di Jawa Barat, penyerangan terhadap pemuka agama, baik nyata maupun hoaks, juga dijumpai di daerah lain, seperti Aceh, Jawa Timur, Banten, Yogyakarta, hingga Jakarta.
Di Aceh, beredar di media sosial sebuah foto diduga orang dengan gangguan jiwa diamankan di masjid oleh beberapa orang.
Orang dengan gangguan jiwa itu dicurigai tengah memburu ulama. Padahal, setelah didalami, ada kesalahpahaman pengurus masjid terhadap orang tersebut.
Orang tak dikenal itu datang ke masjid dan tiba-tiba mengumandangkan iqomah saat jemaah tengah melaksanakan shalat sunnah. Orang itu krmudian ditegur dan keluar ke halaman masjid. ditegaakan bahwa tak ada penganiayaan.
Di Banten, terjadi kesalahpahaman yang berujung penolakan warga Legok terkait keberadaan seorang biksu bernama Mulyanto Nurhalim. Mulyanto dianggap menyalahgunakan fungsi tempat tinggal menjadi tempat ibadah.
Penyerangan terhadap pemuka agama juga terjadi di Palmerah, Jakarta Barat. Ustad Absul Basit dikeroyok sekelompok orang karena tidak terima diusir ketika sedang nongkrong di depan ruko.
Di Yogyakarta, terjadi penyerangan dengan senjata di Gereja Santa Lidwina, Sleman. Perbuatan pelaku melukai Pastor Karl-Edmund Prier dan sejumlah jemaah. Saat ini, kasus tersebut ditangani Densus 88.
Terakhir, di Jawa Timur, setidaknya ada empat kasus penyerangan yang mencuat.
Pertama, pembunuhan guru mengaji di Sampang pada 27 Desember 2017. Motif pelaku yakni kemarahan pelaku pada korban yang dianggap dukun santet yang menyantet salah satu pelaku. Polisi mengamankan satunorang, sementara dua lainnya masih buron.
Kedua, pimpinan pondok pesantren di Lamongan mengalami luka akibat terjatuh dikejar seseorang yang diduga orang denfan gangguan jiwa. Sebelumnya, viral bahwa pimpinan pondok pesantren itu dianiaya oleh orang gila. Namun, Polri sudah meluruskan pemberitaan tersebut.
Kasus selanjutnya yakni pengerusakan patung Duara Pala di Pura Mandara Giri, Kabupaten Lumajang. Meski tak ada korban jiwa dalam kasus ini, polisi tetap mengusut kasus tersebut.
Keempat, pengerusakan pintu kaca masjid Baiturrahim, Tuban, oleh seseorang diduga orang dengan gangguan jiwa. Ada pula bukti surat RSUD Doktor Moewardi Surakarta dan Kepala UPT Puskesmas bahwa pelaku merupakan pasien rawat jalan karena depresi.(VEK)