NusantaraPeristiwa

Mafia Tanah Kian Masif, Kementerian ATR/BPN Terus Berperang

 

Editor: Jimmy Endey

 

Jurnal123.com || Jakarta – Upaya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus memerangi Mafia Tanah yang kian masif. Satuan Tugas (Satgas) Mafia Tanah yang dibentuk Kementerian sejak empat tahun lalu dan Inspektur Bidang Investigasi telah menangani sebanyak 244 kasus pertanahan.

“Dari jumlah itu, sebanyak 80 kasus merupakan kasus pidana, 25 kasus telah divonis, sisanya sedang dalam proses sidik dan lidik,” kata Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian ATR/BPN, Sunraizal, dalam Refleksi Akhir Tahun Kementerian ATR/BTN secara virtual yang dipantau dari Jakarta, Jumat (31/12/2021).

Kegiatan yang dipandu Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian ATR/BPN, Yulia Jaya Nirmawati, dihadiri juga Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Hary Sudwijanto, Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum dan Litigasi, Iing R Sodikin Arifin, dan Inspektur Bidang Investigasi, Yustan Alpiani.

Sunrizal menambahkan, berdasarkan hasil kajian dan evaluasi dari Kementerian ATR/BPN, rerata para pelaku kejahatan pertanahan menggunakan modus pemalsuan dokumen. Pemalsuan dokumen dilakukan sejak proses awal. Para mafia tanah telah mempunyai target untuk menduduki suatu bidang maka melakukan koordinasi dengan oknum kepala desa untuk mengeluarkan surat keterangan tanah.

Tak hanya itu, ketika dokumen dibawa ke Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), oknum PPAT bisa saja tidak melakukan kewajibannya dengan benar. Selain itu, juga terdapat kasus penguasaan lahan yang bukan milik akibat tanah yang tidak dimanfaatkan dalam kurun waktu yang cukup lama.

Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum dan Litigasi, Iing R Sodikin Arifin, menambahkan sejauh ini Satgas Mafia Tanah telah berhasil mengungkap kasus dengan nilai mencapai Rp1,43 triliun.

“Beberapa kasus yang telah diungkap, di antaranya kasus 766 hektare tanah di Lehar, Sumbar. Kasus 3 hektare Sport Center, serta kasus lainnya, yang jika ditotal mencapai sekitar Rp1,43 triliun,” katanya.

Pada kesempatan itu, Ing berharap kepada aparat hukum, terutama para hakim untuk tidak membuat keputusan yang kontroversial.

“Banyak kasus pertanahan diputus oleh hakim menjadi kontroversial. Padahal, data dan dokumen yang kita sampaikan sudah valid, namun karena hal lain, oleh hakim diputus lain,” ujarnya.

Ing kemudian mengungkapkan sudah banyak putusan peradilan yang dilaporkan ke Komisi Yudisial.

“Kita juga berharap civil society atau masyarakat sipil untuk ikutu mengawasi peradilan pertanahan sehingga kebenaran terwujud,” pungkasnya.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *