Demokrasi TNI Saat Voting Memilih Panglima Soedirman
Jurnal123.com – Hari ini tepat 76 Tahun lalu, Soedirman terpilih sebagai Panglima Tentara Keamanan Rakyat (TKR) lewat sebuah pemungutan suara atau voting. Kolonel Soedirman, Komandan Resimen TKR Banyumas, Jawa Tengah mendapatkan suara mayoritas dalam Konferensi TKR di Yogyakarta, 12 November 1945.
“Waktu itu TNI panglimanya tidak ditunjuk oleh Presiden, untuk pertama kali dan satu-satunya. Pak Soedirman dipilih berdasarkan pilihan suara terbanyak,” tegas Sejarawan Mansoer Hidayat, seperti dilansir Merdeka.com.
Mansoer menyampaikan, situasi revolusi saat itu membuat kondisi Indonesia yang baru diproklamasikan masih serba darurat, termasuk urusan kemiliteran. Bibit lahirnya TKR yang kemudian menjadi TNI sekarang ini berasal dari Badan Keamanan Rakyat (BKR).
BKR sendiri adalah badan yang dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sidang pada 22 Agustus 1945. Tugas BKR adalah memelihara keamanan bersama-sama dengan rakyat dan jawatan negara.
Semula PPKI di sidang pertama pada 19 Agustus 1945 mengusulkan pembentukan Badan Pembelaan Negara. Usul itu ditolak Jepang, dengan alasan dianggap dapat memancing bentrokan tentara pendudukan Jepang yang masih bersenjata lengkap. Karena Jepang yang saat itu telah menyerah pada sekutu, bertanggung jawab menjaga keamanan Indonesia sampai sekutu datang.
PPKI pada 20 Agustus 1945 pun mendirikan Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) dan BKR dibentuk sebagi bagian dari badan tersebut pada 22 Agustus 1945. Fungsi BKR sendiri menggantikan BPP (Badan Pembantu Prajurit) yang sudah dibentuk Jepang dan pernah diubah menjadi Badan Pembantu Pembelaan (BPP).
“Saat itu memang kita tidak diperbolehkan membuat tentara, itu kayak lembaga di bawah Departemen Sosial,” tegasnya.
Kemudian Soekarno pada 23 Agustus 1945 mengeluarkan imbauan melalui radio yang meminta agar pemuda bekas Heiho, Peta, Seinendan, Keibodan dan lain-lain agar bergabung dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR). Tokoh alumni dari berbagai unsur tersebut merespon dengan membentuk struktur dan kepengurusan BKR di daerah.
Karena situasi revolusi membuat BKR Daerah, termasuk Malang yang dipimpin oleh Imam Soedjai, melakukan serangkaian pengambilalihan senjata dari tentara Jepang.
“Awal Oktober sekitar 1-4 itu BKR selesai melakukan pengambilalihan senjata dari tentara Jepang. Maka tanggal 5 Oktober itu dibentuk TKR yang sekarang menjadi hari TNI itu,” terangnya.
Konferensi Tentara
Pembentukan TKR berdasarkan Maklumat Pemerintah Indonesia pada 5 Oktober 1945 ditandatangani Presiden Soekarno. TKR dibentuk dari hasil peningkatan fungsi BKR yang sudah terbentuk.
Channel YouTube, DC Channel mengutip Buku Pengabdian Bagi Kemerdekaan karya Didi Kertasasmita menceritkan bahwa Presiden Soekarno juga menunjuk mantan tentara Peta (Pembela Tanah Air), Soedancoh Soeprijadi sebagai Menteri Keamanan Rakyat.
Soeprijadi dipilih lantaran perannya dalam pemberontakan Peta Blitar, kendati sejak peristiwa itu tidak pernah terlihat bahkan hingga sekarang. Selain itu Soekarno juga mengangkat eks KNIL (Koninklijke Nederlandsch-Indische Leger), Oerip Soemoharjo sebagai Kepala Staf Umum TKR.
Kondisi TKR saat itu tidak memiliki panglima, karena Menteri Keamanan Rakyat yang ditunjuk Presiden tidak diketahui keberadaannya. Pasukan bertempur tanpa komando dari pusat dan pertempuran dipimpin oleh masing-masing komandan di lapangan.
Kondisi itu membuat Oerip Soemoharjo mendesak pengangkatan Panglima TKR dan mencari pengganti Soeprijadi. Tetapi keinginan itu tidak mendapat respon cepat dari Pemerintah.
Oerip menganggap hal itu sangat mendesak hingga kemudian menggelar Konferensi Tentara di Yogjakarta, 12 November 1945. Konferensi itu mengundang para perwira berpangkat Letnan Kolonel ke atas serta perwakilan badan perwira dan laskar.
Para tokoh yang hadir di antaranya Jenderal (Titoelar) Pakubuwono XII, Hamengku Buwono IX, Paku Alam VIII dan Mangku Buwono VIII. Sementara mewakili Pemerintah, Amir Syarifudin dan Syahrir.
Pemilihan Panglima TKR
Proses pemilihan Panglima TKR dalam Konferensi itu menyimpan cerita ketegangan para pendukung masing-masing. Kolonel Soedirman bersaing ketat dengan Letjend Oerip Soemoharjo.
Sejak awal, konferensi itu memang menjadi arena persaingan antara Eks KNIL bentukan Belanda dan Peta bentukan Jepang. Tergambarkan dari Oriep yang merupakan alumni KNIL dan Soedirman dari Peta.
Kendati tak sampai terjadi insiden pertengkaran fisik, peserta rapat dinilai tidak tertib. Para perwira digambarkan datang dengan membawa pistol di pinggang dan rapat berjalan semerawut. Pembicara di forum itu disoraki, termasuk pejabat Menteri Pertahanan, Imam Muhammad Suliyoadikusumo dimita turun ketika berpidato.
Tujuh orang nama masuk dalam bursa calon Panglima yakni Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Nasir (Pelaut dan Pernah Bekerja di Angkatan Laut Jepang), Wijoyo Suryo Kusumo, GPH Purwo Negoro, Laksamana M Pardi (Kepala TKR Laut), Suryadi Surya Darma (Pernah menjadi Kepala Staf AU), Soedirman dan Oerip Soemoharjo.
Tetapi saat pemilihan lanjutan, hanya tinggal dua nama yaitu Soedirman dan Oerip Soemoharjo. Pemungutan suara kedua memilih yang terbaik dari dua orang tersebut hingga akhirnya Soedirman mendapatkan kemenangan tipis.
Kemenangan Soedirman membuat gaduh suasana dan para pemilihnya sempat memukul-mukul meja tanda kemenangan. “Soedirman terpilih dengan meraih 23 Suara, sementara Oerip Soemoharjo meraih 21 suara,” ungkap Channel YouTube, DC Channel mengutip Buku Pengabdian Bagi Kemerdekaan karya Didi Kertasasmita.
Konferensi itu juga mengangkat Sultan Hamengku Buwono sebagai Menteri Pertahanan.
DC Channel juga mengutip Kivlan Zein dalam buku Konflik dan Integrasi TNI Angkatan Darat yang mengatakan, Oerip sempat tidak terima dengan kekalahan itu. Oerip mengajukan pengunduran diri dari Ketentaraan dan Kepala Staf TKR, kendati tidak diizinkan Soekarno.
Sementara itu, walaupun Soedirman sudah terpilih tetapi persoalan politik membuatnya tidak segera dilantik sebagai Panglima TKR. Konon Amir Syarifudin (Menteri Pertahanan) dan Syahrir (Perdana Menteri) tidak merestui Soedirman.
Saat itu Soedirman tetap menjalankan tugasnya sebagai seorang tentara dan peristiwa Palagan Ambarawa, 12 Desember 1945 menjadi ujian yang berhasil membuktikan kemampuannya.
Saat itu, Ambarawa dikepung tentara Inggris, dan Soedirman bersama pasukannya tetap memilih memberikan perlawanan. Hasilnya, petempuran 4 hari itu berhasil memukul mundur tentara Inggris.
Keberhasilan itu konon membuat pemerintah melunak dan mengakui kehebatan Soedirman. Akhirnya Soedirman dilantik sebagai Panglima TKR pada 18 Desember 1945 oleh Presiden Soekarno. Namun tidak dengan Sultan Hamengku Buwono yang saat Koferensi diangkat sebagai Menteri Pertahanan.(***)
Sumber: Merdeka