Bukan Hanya Pertamina, Hampir Semua Perusahaan Minyak Dunia Merugi
Jurnal123.com – Sorotan atas meruginya perusahaan BUMN Pertamina ditanggapi peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra P.G Talattov. Ia menilai banyak perusahaan minyak yang mengalami kerugian besar karena dampak pandemi Covid-19.
Abra menuturkan hampir seluruh perusahaan minyak dan gas dunia mengalami kerugian besar. Bahkan, kerugian tersebut jauh di atas Pertamina, sebesar Rp11 triliun.
Exxon Mobil misalnya, merugi hingga USD1,03 billion, BP rugi USD6,7 billion, Total USD8,4 billion atau sekitar Rp123 triliun. Bahkan, Shell merugi hingga USD18,4 billion atau sekitar Rp270,4 triliun.
“Melihat pukulan hebat terhadap perusahaan migas, kerugian Pertamina sebenarnya sangat kecil. Perusahaan migas dunia rugi jauh di atas Pertamina. Inilah menariknya. Karena menunjukkan kemampuan manajemen Pertamina untuk menjaga kerugian agar tidak terlalu dalam,” tutur Abra.
Menurut Abra, kebijakan manajemen Pertamina terbukti efektif menjaga BUMN energi tersebut agar tetap bertahan dalam situasi sangat sulit.
Dalam hal ini, Pertamina dinilai sangat sigap dan responsif sehingga melakukan kebijakan efisiensi pemotongan CAPEX. Selain itu, juga melakukan prioritas untuk proyek-proyek strategis dan juga refinancing.
“Secara financial engineering, itu merupakan langkah tepat untuk menahan laju kerugian terlalu dalam,” jelas Abra.
Kemampuan manajemen, jelas Abra, membuat Pertamina bisa menurunkan beban. Dengan demikian, BUMN tersebut tetap bisa melakukan operasional dari hulu ke hilir untuk menjaga agar roda ekonomi nasional terus berputar.
Dengan kemampuan seperti itu pula, Pertamina bisa menjaga komitmen dengan tidak melakukan PHK. Padahal, banyak perusahaan lain dan bahkan BUMN yang memutus hubungan kerja dengan karyawan.
Kebijakan Pertamina tersebut, jelas Abra, juga membuat perusahaan lain yang terkait dengan bisnis Pertamina untuk tetap eksis dan mempertahankan karyawan mereka.
“Ini yang sangat kami apresiasi,” pujinya.
Pukulan lain, adalah harga minyak dunia di semester pertama yang turun drastis. Kondisi demikian, menurut Abra, menyebabkan pendapatan Pertamina sangat tertekan.
“Padahal, sebetulnya 80 persen profit Pertamina adalah dari sektor hulu. Inilah yang menyebabkan tekanan kepada Pertamina begitu terasa. Dan karena 80 persen profit dari hulu, sedangkan harga jatuh lebih dari separuhnya dibanding tahun lalu, maka tidak bisa membandingkan kinerja semester pertama tahun ini dengan semester pertama lalu karena kondisinya jauh berbeda,” jelas Abra.(JAN)