Internasional

Media Jerman Tuntut Presiden China Rp 2.500 Triliun

Jurnal123.com – Pemimpin redaksi surat kabar terbesar di Jerman melancarkan serangan frontal kepada Presiden China Xi Jinping melalui sebuah artikel yang ditulisnya dan diterbitkan pada 15 April lalu.

Dalam surat kabar berjudul “Inilah utang China kepada kita/What China owes us” tersebut, Julian Reichelt yang merupakan pemimpin redaksi media bernama Bild, menulis bahwa Xi dan rezimnya gagal untuk menyampaikan kebenaran tentang wabah virus corona (COVID-19) dan Partai Komunis telah melakukan pelanggaran HAM besar-besaran.

Dalam artikel itu, Reichelt juga menyebut bahwa atas kegagalan menangani wabah itu China telah merugikan ekonomi Jerman harus membayar kompensasi sebesar hampir € 150 miliar atau sekitar RP 2.505 triliun (estimasi kurs RP 16.700/euro).

“Anda [Xi Jinping], pemerintah Anda dan ilmuwan Anda seharusnya tahu sejak lama bahwa virus corona sangat menular, tetapi Anda tidak memberitahu dunia tentang hal itu. Para ahli top Anda tidak menanggapi ketika para peneliti Barat bertanya untuk mengetahui ‘Apa yang terjadi di Wuhan’,” tulis Reichelt, sebagaimana dilaporkan Jerusalem Post.

“Anda terlalu bangga dan terlalu nasionalis untuk mengatakan yang sebenarnya, yang menurut Anda adalah aib nasional.”

“Anda berkuasa dengan pengawasan. Anda tidak akan menjadi presiden tanpa pengawasan. Anda memantau semuanya, setiap warga negara, tetapi Anda menolak untuk memantau pasar makanan laut yang berpenyakit di negara Anda.”

“Anda menutup setiap surat kabar dan situs web yang mengkritik aturan Anda, tetapi tidak menutup warung tempat sup kelelawar dijual. Anda tidak hanya memantau orang-orang Anda, Anda juga membahayakan mereka – dan bersama mereka, seluruh dunia.”

Terkait jumlah kompensasi, sebelumnya surat kabar Bild menyebut China berutang € 149 miliar pada Jerman. Jumlah itu diperoleh dari hitungan ganti rugi sebesar € 1.784 per orang jika produk domestik bruto (PDB) Jerman turun 4,2% akibat wabah corona.

Sementara menurut RFI, jumlah kompensasi itu sudah termasuk € 24 miliar untuk mengganti pendapatan di sektor pariwisata yang hilang dari Maret hingga April, € 7,2 miliar untuk mengganti kerugian di industri film Jerman, biaya € 1 juta per jam untuk maskapai Lufthansa, dan € 50 miliar untuk mengganti laba usaha kecil Jerman yang hilang akibat wabah.

Reichelt juga menyinggung tentang masalah pencurian kekayaan intelektual dalam tulisannya. Ia menyebut China sebagai bangsa yang tidak bebas dan tidak kreatif. “Bangsa yang tidak inovatif, tidak menciptakan apa pun. Inilah sebabnya mengapa Anda menjadikan negara Anda juara dunia dalam pencurian kekayaan intelektual.”

“China memperkaya dirinya sendiri dengan penemuan-penemuan orang lain, bukannya menciptakannya sendiri,” tulis Reichelt.

“Alasan mengapa China tidak berinovasi dan menciptakan penemuan adalah karena Anda tidak membiarkan orang-orang muda di negara Anda berpikir bebas. Pukulan ekspor terbesar China (yang tak seorang pun ingin memilikinya, tetapi telah menyebar ke seluruh dunia) adalah virus corona.”

Reichelt juga mengungkit tentang kemungkinan asal virus corona adalah dari laboratorium di Wuhan dan virus itu menyebar dari sana karena mereka tidak menerapkan standar keamanan tertinggi.

“Mengapa laboratorium beracun Anda tidak seaman penjara Anda untuk tahanan politik? Apakah Anda ingin menjelaskan hal ini kepada para janda, putri, putra, suami, orang tua dari korban corona di seluruh dunia?

“Sebelum Corona, China dikenal sebagai negara pengintai. Sekarang, China dikenal sebagai negara pengintai yang menginfeksi dunia dengan penyakit mematikan. Itulah warisan politik Anda.”

Tulisan Reichelt itu memicu respons marah dari kedutaan besar China di Berlin. Juru bicara kedutaan besar China, Tao Lil telah menerbitkan surat terbuka kepada Bild di situs web kedutaan pada hari Rabu (22/4/2020) sebagai respon. Ia mengatakan artikel itu “membangkitkan xenophobia dan nasionalisme”.

“Saya mengikuti laporan Anda tentang pandemi corona secara umum dan dugaan bersalah China pada hari ini,” katanya.

“Terlepas dari kenyataan bahwa kami menganggapnya sebagai gaya yang sangat buruk untuk menyalahkan suatu negara atas pandemi yang mempengaruhi seluruh dunia dan kemudian menyajikan laporan eksplisit dugaan hutang China ke Jerman, artikel tersebut mengabaikan beberapa fakta penting.”

“Kami mencatat bahwa banyak negara yang sekarang menghadapi COVID-19 telah memiliki waktu untuk mempersiapkan penyebaran patogen lintas batas setelah China melaporkan penyebarannya di bawah pedoman IHR [Organisasi Kesehatan Dunia].”

Corona saat ini menginfeksi 210 negara dan teritori. Di mana ada 2,7 kasus, dengan 190 ribu pasien meninggal dan 745 pasien sembuh. AS menjadi negara dengan kasus terbanyak yakni 880 ribu kasus. Sedangkan Jerman berada di posisi lima secara global dengan 153 ribu kasus.(BIN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *