HukumOpini

YLBHI Nilai Larangan Merekam Persidangan Bertentangan Dengan UU Pers

Jurnal123.com – Kebijakan seringkali dibuat untuk kebaikan. Namun terkadang tanpa disadari suatu kebijakan dapat pula menimbulkan sisi negatif bila ditinjau dari sudut pandang berbeda.

Dirjen Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (MA) Prim Haryadi, menerbitkan peraturan mengenai tata tertib dalam persidangan, pada 7 Februari 2020. Dalam surat edaran tersebut terdapat aturan pelarangan mengambil gambar, merekam suara, dan merekam gambar saat sidang berjalan tanpa izin ketua Pengadilan Negeri setempat.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, jika aturan itu diterapkan, menurutnya hanya akan menguntungkan mafia peradilan.

“Larangan memfoto, merekam, dan meliput persidangan tanpa izin ketua pengadilan akan memperparah mafia peradilan yang selama ini dalam banyak laporan sangat banyak ditemukan,” ujar dia dalam keterangan pers, Kamis (27/2/2020).

Surat edaran itu juga memuat poin lain, yakni pelarangan mengaktifkan ponsel selama persidangan berlangsung. Selain itu, pengunjung sidang dilarang keluar masuk ruang sidang untuk alasan yang tidak perlu.

Asfinawati mengatakan, pelarangan mengambil gambar dan merekam suara bertentangan dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjamin kerja-kerja jurnalistik dalam memperoleh informasi dan menyebarluaskannya kepada masyarakat.
“Apalagi terdapat ancaman pemidanaan di dalamnya. Ancaman pidana yang ada dalam surat edaran tersebut sudah terdapat dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, sehingga tidak pada tempatnya dicantumkan dalam surat edaran ini,” kata dia.

Selain itu, dalam surat edaran itu juga menyebutkan bahwa mengambil gambar, merekam, dan meliput persidangan tanpa izin adalah ranah hukum administrasi yang dihubungkan dengan sesuatu perbuatan yang dilarang.

Sedangkan mengambil gambar, merekam, dan meliput tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang dilarang.  “Ketua Pengadilan dan birokrasinya akan dengan mudah menolak permohonan izin tersebut dengan berbagai alasan dan kepentingan tertentu,” tegas dia.

Berdasarkan catatan YLBHI, selama ini rekaman sidang memiliki beberapa manfaat, di antaranya sebagai bukti keterangan-keterangan dalam sidang. Kemudian sebagai bukti sikap majelis hakim dan para pihak di dalam persidangan.
“Rekaman persidangan, baik audio maupun video juga membuat hakim dan para pihak merasa diawasi. Setidaknya hakim dan para pihak akan berpikir dua kali apabila mereka hendak bertindak tidak patut atau melanggar hukum acara karena akan ada bukti dari rekaman audio dan video tersebut,” kata Asfinawati.

Berdasarkan beberapa poin di atas, Asfinawati menyatakan YLBHI mengecam larangan MA untuk memfoto, merekam dan meliput persidangan tanpa izin Ketua Pengadilan.
“Meminta perihal larangan memfoto dan merekam persidangan dicabut dari SE Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum No. 2/2020 Tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan,” kata dia.(LIP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *