Hukum

Dinilai Langgar Etika, Jokowi Diminta Berhentikan Yasona Sebagai Menteri Hukum HAM

Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly

Jurnal123.com – Indonesian Court Monitoring (ICM) Yogyakarta mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) berisi permintaan untuk memberikan sanksi berat, bisa berupa pemberhentian, terhadap Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Permintaan juga berkaitan dengan keterlibatan Yasonna dalam tim hukum PDIP yang dibentuk guna menghadapi KPK terkait kasus Harun Masiku.

ICM menilai Yasonna telah melanggar UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang melarang menteri rangkap jabatan sebagai pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN/APBD.

“Kita tahu salah satu sumber keuangan partai politik adalah dari APBN dan APBD,” tutur Direktur ICM Yogyakarta, Tri Wahyu di Yogyakarta, Senin (20/1).

“Makanya kami laporkan ini dan kami tunggu bapak presiden dalam 7×24 jam untuk memberikan sanksi berat kepada saudara Yasonna Laoly,” tambahnya.

Surat sudah dikirim melalui Kantor Pos Besar Yogyakarta pada Senin (20/1). Surat beramplop besar warna cokelat itu juga ditembuskan kepada Buya Syafii Maarif, Mustofa Bisri, dan Shinta Nuriyah Wahid yang selama ini dihormati Jokowi.

Wahyu menilai Yasonna jelas-jelas melanggar UU. Pertama, Yasonna menjabat sebagai Ketua DPP bidang hukum dalam kepengurusan PDIP.

Kedua, Yasonna terlibat dalam pembentukan tim hukum PDIP pada 15 Januari lalu. Tim hukum dibentuk terkait kasus dugaan korupsi anggota KPU Wahyu Setiawan dan beberapa kader PDIP, salah satunya adalah Harun Masiku yang masih diburu KPK.

Dalam penilaian Wahyu, jelas terlihat ada konflik kepentingan dalam jabatan yang diemban Yasonna. Karenanya, ICM meminta Jokowi untuk mencopot Yasonna.

“Pejabat publiknya seharusnya siap 24 jam melayani publik. Artinya, kalau sudah disumpah menjadi pejabat publik, maka harus pro pada jabatan publiknya. Tidak menjadi petugas partai ataupun petugas golongan atau pribadi,” tegas Wahyu kepada wartawan.

Selain UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Wahyu menganggap Yasonna juga melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri, yaitu Peraturan Menkumham No 38 Tahun 2015 tentang Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan di Lingkungan Kemenkumham.

Dalam lampiran Peraturan Menkumham itu dijelaskan bahwa konflik kepentingan bisa berupa tekanan politik dalam pelayanan keimigrasian.

Wahyu merujuk dari investigasi media tentang keberadaan Harun Masiku, kader PDIP yang telah menjadi tersangka KPK namun masih belum diketahui pasti keberadaannya.

Dalam investigasi itu, Harun disebut telah berada di Indonesia saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 8-9 Januari. Namun, Humas Ditjen Imigrasi Kemenkumham menyatakan Harun sudah berada di Singapura sejak 6 Januari dan belum pulang ke Indonesia hingga kini.

Wahyu menduga Ditjen Imigrasi Kemenkumham yang dipimpin oleh Yasonna tak mau terbuka karena Harun sama-sama kader PDIP. Harun juga diduga tahu sejauh mana keterlibatan pengurus PDIP lainnya dalam kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) DPR.

Menkumham Yasonna Laoly sendiri sudah berulang kali tidak bisa melakukan intervensi terhadap proses hukum yang berjalan. Termasuk kasus yang melibatkan Harun Masiku, sesama kader PDIP.

“Mana bisa saya intervensi. Apa yang bisa saya intervensi? Saya tidak punya kewenangan. Kecuali saya komisioner KPK, Okelah (bisa intervensi), saya kan bukan,” sanggah Yasonna di Yogyakarta 17 Januari lalu.

Sebelumnya Direktur Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti menyoroti kehadiran Yasonna H. Laoly dalam konferensi pers PDI Perjuangan menindaklanjuti OTT KPK terkait kasus dugaan suap PAW Anggota DPR. Dalam kasus itu KPK kemudian menetapkan caleg PDIP Harun Masiku dan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagai tersangka.

Ray berpendapat kehadiran Yasonna dalam agenda tersebut dapat membuat perspektif di masyarakat mengenai intervensi dalam penegakan hukum. Sebab Yasonna merupakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham).

“Pandangan negatif yang tak bisa dihindari,” kata Ray dalam keterangan tertulis, Kamis (16/1).

Atas dasar itu, Ray meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk menjaga netralitas dan profesionalisme setiap jajarannya. Pasalnya, menurut dia, kehadiran Yasonna dalam konferensi pers PDIP pasti dengan sepengetahuan Jokowi.

“Tentu saja ada kekhawatiran yang kuat bahwa proses hukum tidak dijalankan dengan asas keadilan,” ucap dia.(CIN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *