EkonomiNusantara

Nilai Ekspor Pertanian Jawa Tengah Terdongkrak Peran Petani Milenial

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo

Jurnal123.com – Kehadiran petani milenial yang konsen pada 22 komoditas hortikultura, tanaman pangan dan hasil perkebunan diyakini membawa angin segar pada sektor pangan.

Petani beraktivitas di lahan padi garapannya di Banjarnegara, Jawa Tengah, Sabtu (30/11/2019). Menurut data Badan Pusat Statistik, pada Agustus 2019 jumlah tenaga kerja di sektor pertanian (secara luas) mencapai 34,58 juta atau sekitar 27,33 persen dari total tenaga kerja dan jumlah tersebut turun sekitar 1,12 juta tenaga kerja dibandingkan tahun lalu.

Sepertiga jumlah petani di Jawa Tengah merupakan generasi milenial. Kehadiran milenial di sektor pertanian diharapkan dapat menciptakan inovasi, baik untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksi pangan.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Jawa Tengah Suryo Banendro mengatakan, jumlah petani milenial sebanyak 975.600 orang, atau 33,7% dari 2,88 juta petani di Jawa Tengah. Sebanyak 57.600 orang merupakan lulusan sarjana.

Kehadiran petani milenial yang konsen pada 22 komoditas hortikultura, tanaman pangan dan hasil perkebunan diyakini membawa angin segar pada sektor pangan.

Suryo berpendapat, sektor ini memang perlu dikelola sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, inovatif dan adaptif terhadap perkembangan teknologi demi memenuhi kebutuhan pokok masyarakat.

Kehadiran petani milenial terbukti cukup berkontribusi dalam mendorong masuknya komoditas pertanian Jawa Tengah ke pasar internasional. Hingga September lalu, nilai ekspor produk pertanian Jawa Tengah mencapai Rp2,51 triliun.

Adapun komoditas yang diminati pasar internasional antara lain kedelai, edamame, petai, jengkol, kapulaga, kacang-kacangan, kopi dan daun kelor. Beras hitam, daun cincau, gula merah dan margarin asal Jawa Tengah pun rutin diekspor ke Australia, Malaysia, Srilanka dan Bangladesh.

Sarang burung wallet juga memberi porsi dengan nilai ekspor hingga Rp4,2 miliar.

Dari beberapa komoditas tersebut, kopi menjadi produk pertanian yang paling diminati. Bahkan, kopi hasil produksi pertanian Jawa Tengah sudah memiliki 9 negara tujuan ekspor, yakni Mesir, Italia, Georgia, Jepang, Iran, Uni Emirat Arab, Spanyol, Korea Selatan dan Taiwan.

Tingginya pemanfaatan inovasi pertanian oleh petani milenial juga berimbas pada jumlah produksi. Sehingga meskipun lahan pertanian di Jawa Tengah menyusut, dari 1.000.699 hektare tahun lalu menjadi 1.000.577 hektare tahun ini, namun produksi pertanian justru meningkat dari 9,8 juta ton menjadi 9,11 juta ton.
“Ternyata modernisasi pertanian lebih efektif. Selisih panennya sangat banyak. Sebelum modernisasi 5,4 ton gabah kering giling setelah modernisasi jadi 5,8 ton gabah per hektar. Secara riil jika kita lihat produksi padi meningkat, karena petani Jateng sangat merespon terhadap modernisasi terutama dalam hal penggunaan benih unggul,” kata Suryo Selasa (3/12/2019).

Pegawai Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Temanggung menunjukkan bibit bawang putih di Temanggung, Jawa Tengah, Senin (25/11/2019).

Menurut petugas Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Temanggung pada tahun ini masa tanam bawang putih mundur, karena curah hujan belum merata sehingga para petani masih menunggu momentum tepat untuk menanam bawang putih.

Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan data pertanian tersebut menjadi dasar utama bagi pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan, terlebih karena data berisi siapa yang menanam, apa yang ditanam, kapan dan di mana penanamannya. Dengan akurasi data seperti itu, Ganjar yakin cita-cita Indonesia untuk mengejar negara-negara maju dalam sektor pertanian dapat terwujud.

Untuk diketahui saat ini tingkat modernisasi pertanian terbesar dipegang Jepang dengan persentase 17% dan disusul Amerika sebanyak 16%. Sementara di Asia Tenggara masih dipegang oleh Thailand yang modernisasi pertaniannya mencapai 2,5%. Sementara Indonesia baru 2,15%.
“Petani muda harus kita libatkan. Di lahan yang makin kecil maka teknologi harus masuk. Ingat, kita harus membuat lompatan besar. Jangan begini-begini saja agar kita bisa juara di politik pangan dunia,” ujarnya.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pun berinovasi dengan menerbitkan e-sertifikat ekspor dan memberikan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas SDM petani milenial. Tahun ini Pemprov Jateng memberikan pelatihan kepada 2.000 petani milenial.

Tahun depan, pelatihan akan diberikan kepada 3.000 petani dari kelompok petani muda dan pesantren.
“Kami mendampingi petani mulai dari proses penanaman hingga penjualan, kami temukan langsung dengan pembeli. Ternyata ini bisa memotong rantai pasok dengan kualitas produk yang telah terstandar. Ini yang menjadi daya tarik mereka,” katanya.(TRI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *