Ketua MA Apresiasi Peluncuran e-Litigasi Ditjen Badilag Guna Mudahkan Peradilan
Jurnal123.com – Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Hatta Ali mengapresiasi peluncuran sistem peradilan elektonik (e-Litigasi) di Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Ditjen Badilag) MA. Hatta yakin penggunaan aplikasi memudahkan proses peradilan.
“Saya sangat terkesan dari upaya inovasi peradilan agama,” kata Hatta di Grand Mercure Hotel, Harmoni, Jakarta Pusat, Rabu 18 September 2019.
Hatta berharap sembilan aplikasi yang dirilis berdampak siginifikan bagi pencari keadilan. Dia ingin masyarakat mendapat kepastian hukum lebih cepat.
“Mudah-mudahan capaian-capaian yang kita lihat dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan lagi,” ujarnya.
Ditjen Badilag MA merilis sembilan aplikasi pada 2018. Namun, aplikasi belum terintegrasi satu sama lain.
Saat ini, seluruh pengadilan telah menggunakan e-Court. Tercatat, baru empat pengadilan agama menggunakan e-Litigasi, seperti di Jakarta, Pekanbaru, dan Sorong.
“Matahari terbit pertama pada 2020, semua peradilan sudah harus menggunakan e-Litigasi,” tegas dia.
Era baru peradilan modern sudah dimulai pada 2008 lalu, hal ini sebagai revolusi dalam mengubah cara kerja agar dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan informasi untuk memberikan pelayanan terbaik bagi para pencari keadilan. Badan Peradilan Agama dengan segala inovasinya menunjukkan bahwa mereka siap berdaptasi dengan perkembangan teknologi dan informasi dalam memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat. Saya terkesan dan mengapresiasi semua inovasi yang diciptakan oleh Badan Peradilan Agama.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Mahkamah Agung RI Prof. Dr. M. Hatta Ali, SH., MH, saat meluncurkan secara resmi 9 Aplikasi Unggulan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama pada Rabu, (18/9/2019)di hotel Grand Mercure, Harmoni, Jakarta. Acara ini dihadiri oleh para Pimpinan Mahkamah Agung, Hakim Agung, para Pejabat Eselon 1 dan 2 Mahkamah Agung, para Hakim Agama dari seluruh Indonesia, dan undangan lainnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama, Dr. Drs. Aco Nur, SH., MH, dalam sambutannya mengatakan bahwa 9 aplikasi unggulan ini merupakan tindak lanjut dari peluncuran sistem E-litigasi oleh Ketua Mahkamah Agung pada 19 Agustus 2019 lalu. Selain itu, aplikasi ini juga diperuntukkan bagi masyarakat pencari keadilan dalam mengakses pelayanan publik di pengadilan Agama, seperti kepastian jadwal sidang tanpa perlu penumpukkan antrian, dan kemudahan akses mengakses layanan prodeo tanpa melampirkan surat keterangan tanda miskin (SKTM) dengan aplikasi verifikasi data kemiskinan.
Dalam acara yang juga di hadiri oleh duta besar Arab Saudi, Bahrain, Maroko, Iran, anggota komisi III, dan perwakilan dari OJK ini Dr. Aco memaparkan bahwa seluruh pengadilan agama di Indonesia telah mengaplikasikan peradilan elektronik (e-court), tercatat bahwa hingga 16 September 2019 terdapat 12. 278 perkara yang didaftarkan melalui e-court. Dr. Aco juga mengatakan bahwa terkait e-litigasi, untuk pengadilan yang menjadi pilot project telah mengimplementasikan proses berperkara melalui e-litigasi, di antaranya: Pengadilan Agama Jakarta Pusat 29 perkara, pengadilan Agama Surabaya 26 perkara, Pengadilan Agama Jakarta Timur 11 Perkara, Pengadilan Agama Jakarta Barat 10 Perkara.
Adapun 9 inovasi tersebut yang diluncurkan yaitu:
1. Aplikasi notifikasi perkara
2. Aplikasi informasi perkara dan informasi produk pengadilan agama
3. Aplikasi antrian sidang
4. Aplikasi verifikasi data kemiskinan (kerja sama dengan AIPJ dan TNP2K)
5. Command centre Badilag
6. Aplikasi e- eksamninasi
7. Aplikasi PNBP
8. E-register perkara
9. E-keuangan perkara
Pada acara yang bertepatan dengan peringaan 30 tahun lahirnya Undang-Undang Peradila Agama, Ketua Mahkamah Agung selain meluncurkan secara resmi sembilan aplikasi unggulan juga meluncurkan secara resmi buku “Mewujudkan Peradilan Agama yang Agung” yang ditulis oleh hakim-hakim peradilan agama.
“Peluncuran buku berjudul “Mewujudkan Peradilan Agama yang Agung”, selain mendorong budaya literasi warga peradilan, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi utama tentang permasalahan yang dihadapi peradilan agama beserta solusinya, dalam upaya mewujudkan badan peradilan Indonesia yang agung.” Kata Prof. Hatta yang disambut tepuk tangan meriah dari seluruh hadirin.
Terakhir, Prof. Hatta berharap bahwa semua inovasi ini bisa menjadi kebanggaan sekaligus menjadi pemacu semangat bagi semua pihak dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung (Badilag MA) menerapkan layanan online dengan merilis sembilan aplikasi pelayanan publik. Aplikasi ini bertujuan mendukung sistem e-Litigasi MA.
“Ini diperuntukkan bagi masyarakat pencari keadilan dalam mengakses pelayanan publik di pengadilan agama,” kata Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama, Aco Nur.
Ribuan Hakim Tersertifikasi Ekonomi Syariah
Ketua Mahkamah Agung (MA), Muhammad Hatta Ali mengatakan ada 1.002 hakim di lingkungan peradilan agama yang telah mengikuti sertifikasi hakim ekonomi syariah.
Beberapa diantaranya dilakukan di Pusdiklat Teknis MA sebanyak 905 hakim. Sebanyak 97 lainnya dilakukan di Universitas Imam Ibnu Suud Riyad, Saudi Arabia, yang kemudian dilakukan penyetaraan di Pusdiklat Teknis MA.
“Sertifikasi ini sebagai bentuk profesionalisme MA agar tidak kehilangan rasa kepercayaan di tengah-tengah masyarakat,” kata Hatta,
Selain sertifikasi hakim ekonomi syariah, Pusdiklat Teknis MA juga melaksanakan sertifikasi hakim anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Sampai tahun 2019 ini terdapat 81 hakim yang telah disertifikasi hakim anak, 51 orang dilakukan sertifikasi di Pusdiklat Teknis MA, dan 30 hakim dilakukan sertifikasi di Aceh dengan bekerja sama antara Pusdiklat Teknis MA dan BPSDM Aceh.
Hatta mengatakan, peradilan agama memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) berjumlah 11.316 orang, terdiri dari 2.677 hakim pengadilan tingkat pertama dan 391 hakim pengadilan tingkat banding.
Kemudian calon hakim pada pengadilan agama hasil seleksi tahun 2017 berjumlah 524 orang. Sementara tenaga kepaniteraan di pengadilan tingkat pertama berjumlah 3.226 orang dan di pengadilan tingkat banding berjumlah 316 orang. Sementara tenaga kejurusitaan berjumlah 1.236 di pengadilan tingkat pertama.
Adapun tenaga kesekretariatan di peradilan agama secara keseluruhan berjumlah 2.946 orang. Terdiri dari 2.309 tenaga kesekretariatan di pengadilan tingkat pertama, 544 di pengadilan tingkat banding dan 93 di Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama.
Jumlah satuan kerja peradilan agama secara keseluruhan adalah 441 satuan kerja, terdiri dari 29 PTA (Pengadilan Tinggi Agama) dan 412 PA (Pengadilan Agama). Dari jumlah tersebut, pengadilan yang telah mendapatkan akreditasi sebanyak 388 PA atau sekitar 87% dari total 441 PA.
Hatta mengakui masih ada 53 pengadilan agama yang belum terakreditasi karena pengadilan tersebut baru dibentuk. Sementara di pengadilan tingkat banding, 29 PTA seluruhnya telah terakreditasi.
Hatta melanjutkan, sejak diterbitkan regulasi e-court, perkara yang didaftarkan melalui sistem itu di pengadilan agama tercatat ada 11.214 perkara. Jumlah itu mencapai 73% dari total perkara yang diterima secara keseluruhan yaitu 15.424 perkara. Peradilan agama berkontribusi besar dalam penerimaan perkara secara elektronik.
“Oleh sebab itu, antusiasme masyarakat untuk dapat menggunakan e-court dalam menyelesaikan sengketanya, perlu mendapat respons positif dari para hakim dan aparat peradilan,” pungkas Hatta.
Editor : Jimmy Endey