Polisi Bantah Adanya Kriminalisasi Calon Kepala Daerah

JURNAL123, JAKARTA.
Ada dugaan pemeriksaan terhadap walikota Samarinda Syaharie terus mendapat sorotan, hal itu diikuti diperiksanya Ketua Pemuda Demokrat Indonesia bersantu Herry Susanto dan Manajer Lapnga Asriansyah Alias Elly diduga ada kejanggalan karena jelang Pilkada . Namun Polri tegaskan kalau dalam perkara sebagai saksi dan ada buktinya itu bukan Kriminalisasi.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto ditemui di kompeks Mabes Polri , Kamis ( 4/1/2018) mengatakan, tak ada kriminalisasi terhadap Wali Kota Samarinda Syaharie Jangan dalam perkara yang ditangani kepolisian. “Jangan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan dan pencucian uang dengan terdakwa Ketua Pemuda Demokrat Indonesia Bersatu (PDIB), Hery Susanto Gun alias Abun, dan Manajer Lapangan KSU PDIB, Noor Asriansyah alias Elly,” ujarnya
Selanjutnya, Setyo menegaskan Pemeriksaan tersebut dianggap janggal karena dilakukan menjelang Pilkada Serentak 2018, di mana Jaang akan mencalonkan diri sebagai Gubernur Kalimantan Timur. “Nanti kami dalami lagi. Kalau memang ada buktinya kan bukan kriminalisasi,” tegasnya.
Untuk itu, Setyo menjelaskan namun sata belum memastikan sejauh mana peran Jaang dalam kasus tersebut karena masih diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi.”Nanti kami dalami lagi. Kalau memang ada buktinya kan bukan kriminalisasi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Setyo menandaskan belum memastikan sejauh mana peran Jaang dalam kasus tersebut karena masih diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi. Pemeriksaan tersebut hanya menjalankan prosedur hukum di mana penyidik meminta keterangan saksi dalam sebuah kasus. “Kalau terbukti kita proses lanjut. Kalau tidak, ya enggak,” tandasnya.
Seiring dengan itu Setyo mengungkapkan dan memastikan, penyidik kepolisian independen dan mengetahui betul etika penanganan perkara. “Masyarakat kan sekarang bisa melihat, sudah terbuka. Kalau ada yang tidak pas, pasti akan protes,” ungkapnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Hinca Panjaitan menyebut ada perlakuan tak adil dan sewenang-wenang aparat penegak hukum kepada partai dan kadernya sejak pelaksanaan Pilkada 2017. Salah satunya, soal pemeriksaan Jaang dalam kasus dugaan pemerasan dan pencucian uang atas terbitnya Surat Keputusan (SK) Nomor 551.21/083/HK-KS/II/2016 tentang Penetapan Pengelola dan Struktur Tarif Parkir pada Area Parkir Pelabuhan Peti Kemas, Palaran, atas nama KSU PDIB.
Pada Pilkada Kalimantan Timur 2018, Jaang akan maju Pilkada Kaltim bersama Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi. Namun, menurut Hinca, keduanya dipaksa berpisah.
Jelang, Hinca mengakui pernah, dipanggil oleh partai politik tertentu sampai delapan kali agar mau menggandeng Kapolda Kaltim, Irjen Pol Safaruddin sebagai wakilnya. Safaruddi diketahui telah mendaftar sebagai bakal calon gubernur di PDI-P.”Maka secara etika politik tidak baik kalau sudah berjalan. Kalau tidak, maka akan ada kasus hukum yang akan diangkat,” akunya.
Lebih lanjut, Hinca mengungapkan pada 25 Desember 2017, Syaharie Jaang dapat telepon diminta bertelepon kepada Kapolda dan kemudian dinyatakan apakah dimungkinkan berpasangan lagi untuk bersama, dijawab tidak mungkin karena ada pasangan. “Ternyata, tak lama setelah penolakan itu, tanggal 26 Desember 2017 Jaang dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Hari berikutnya, tanggal 27 dan 29 Desember 2017 Jaang mendapatkan surat untuk pemeriksaan. Bukan hanya itu, Rizal yang akan maju sebagai pendamping Jaang pun juga diperiksa di Polda Kaltim terkait kasus dugaan korupsi Rumah Potong Unggas (RPU) di Kilometer 13, Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara,” Ungkapnya.
Untuk itu Hinca menegaskan, jika ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang dialami partai dan kadernya terus dibiarkan. Ia khawatir kasus serupa akan kembali terulang pada gelaran Pilkada 2018 di 171 daerah mendatang.”Kami pun ragu (khawatir) ada lagi, karena akan ada 171 Pilkada,” tegasnya.(VEK)