KPK Perpanjang Pencekalan Setya Novanto Hingga April 2018
JURNAL123, JAKARTA.
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan surat pencekalan kedua bagi Setya Novanto. Pencegahan bepergian keluar negeri bagi Setya Novanto berlaku enam mendatang, hingga April 2018.
“Diajukan kemarin, Senin, 2 Oktober oleh KPK,” kata Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Imigrasi Agung Sampurno saat dihubungi Tempo di Jakarta, Selasa, 3 Oktober 2017. Surat pencekalan langsung berlaku efektif sejak diajukan.
Sebelumnya, tersangka korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP, Setya Novanto memenangkan gugatan praperadilan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Status tersangka yang melekat pada Setya Novanto sejak 17 Juli 2017 dinyatakan tidak sah oleh hakim Cepi Iskandar yang mengadili praperadilan.
Kalah di praperadilan, KPK langung bergerak. Ketua KPK Agus Rahardjo menyebut pencekalan harus dilakukan karena keterangan Setya masih dibutuhkan untuk para tersangka lain dalam kasus e-KTP. Pencekalan pertama sudah diajukan sejak April 2017 dan akan berakhir pada pertengahan Oktober 2017.
Agung mengatakan bahwa permintaan pencekalan terhadap Setya oleh KPK terkait proses penyidikan korupsi pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri. “Dengan demikian saudara Setya Novanto, berdasarkan permintaan kedua dari KPK, dicegah ke luar negeri.”
Putusan Cepi diprotes banyak pihak yang tidak setuju Setya dimenangkan. Puluhan aktivis anti korupsi di Sumatera Barat, misalnya, menggelar aksi “Hari Kesaktian Setya Novanto” di Tugu Gempa Kota Padang, Senin malam 2 Oktober 2017.
Para penggiat antikorupsi dari beberapa lembaga dan perguruan tinggi dan mahasiwa di Sumatera Barat ini menilai Ketua DPR RI itu sakti karena berhasil menghindari beberapa kasus korupsi. “Setya Novanto kembali membuktikan kesaktiannya. Bukan kali ini aja dia tersangkut kasus yang akhirnya berujung bebas dari jerat hukum,” ujar Aktivis anti korupsi Fakultas Hukum Universitas Andalas Charles Simabura, Senin malam, 2 Oktober 2017.
Putusan Cepi juga dianggap sebagai lelucon yang tak lucu. “Banyak akrobat hukum. Ini Penghinaan intelektual bagi sarjana hukum,” ujar aktivis antikorupsi dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Wendra Yunaldi.(TEM)