Indonesia Koleksi 14 Ribu Lebih Imigran Ilegal
JURNAL123, JAKARTA.
Asisten Deputi Bidang Koordinasi Penanganan Kejahatan Transnasional dan Kejahatan Luar Biasa Kemenko Polhukam, Brigjen Pol Chairul Anwar mengatakan, pemerintah memiliki tugas dalam pelaksanaan Perpres 125/2016 Tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Dia menggarisbawahi 3 hal dalam Perpres itu.
“Ada 3 hal yang perlu digarisbawahi, yaitu efektivitas penanganan dan koordinasi di lapangan, penghormatan terhadap HAM, dan terpenuhinya aspek pengawasan terhadap orang asing dan keamanan negara,” ucapnya di Hotel Aryaduta, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2017).
Dia menilai, pemerintah juga punya tugas untuk menghormati dan memenuhi hak-hak dasar dan kebebasan fundamental para pencari suaka dan pengungsi. Selain itu, pemerintah juga tidak boleh mendeportasi pencari suaka ke tempat di mana kebebasannya mungkin terancam.
“Kemudian untuk masalah hak anak yang baru lahir dari pengungsi maupun dari kalangan pengungsi usia anak-anak, nanti akan perlu dijelaskan kepada pihak Kemlu. Banyak hal yang belum dimengerti oleh teman-teman kita di daerah, hak-hak apa saja yang dapat diberikan kepada para pengungsi ini,” tuturnya.
“Makanya, masalah Perpres ini akan kita sosialisasikan dengan secepatnya karena pertengahan tahun ini harusnya selesai karena kita ingin melaksanakan Perpres tersebut untuk menanggulangi permasalahan pengungsian yang dihadapi oleh pihak daerah,” lanjutnya.
Dia pun mengatakan, saat ini terdapat 14.425 imigran ilegal yang masuk ke Indonesia. Perpres No. 125/2016 Tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri diperlukan untuk mengurai masalah itu.
“Berdasarkan data UNHCR, para imigran atau pengungsi yang masuk ke sini ada 14.425 orang, data per 31 Januari 2017. Terdiri dari 8.039 pengungsi dan 6.386 pencari suaka. Perpres ini penting,” ucapnya.
Chairul mengatakan, para pengungsi itu kemudian menyebar ke seluruh wilayah Inonesia. Sebanyak 2.177 orang berada di rumah detensi imigrasi (rudenim), 2.030 orang di kator imigrasi (kanim), 4.225 orang di community house, dan sebanyak 5.993 merupakan imigran mandiri.
“Nah, yang imigran mandiri ini sulit terdata. Mereka bisa saja berpindah-pindah. Ini bisa jadi masalah. Di kawasan Puncak, Bogor, ada 2.500 imigran. Bupati Bogor sudah meminta bantuan kami. Ditakutkan nanti ada pengaruh ke penduduk lokal dan aksi kriminalitas,” ujarnya.
Chairul pun juga berkata bahwa jumlah rudenim di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah pengungsi yang masuk. Hal itu kemudian menimbulkan masalah baru.
“Di Indonesia ada 13 rudenim. Dari 2.177 orang itu, tersebar ke rudenim. Tapi, hanya 1 rudenim yang kapasitasnya yang memadai, di Jayapura. Namun, rudenim Jayapura enggan menerima pengungsi dari rudenim dari kota-kota lain,” katanya. (DEN)