MA Menangkan Pengusaha Lokal Pierre Cardin Buatan Indonesia
JURNAL123, JAKARTA.
Mahkamah Agung (MA) mengalahkan desainer Prancis Pierre Cardin dan mengakui merek Pierre Cardin dipegang pengusaha lokal. Tapi putusan itu tidak bulat, satu hakim agung menilai sebaliknya.
Kasus bermula saat Pierre Cardin melayangkan gugatan dari 59 reu du Faubourg Saint-Honore, Paris Prancis ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (PN Jakpus). Ia menunjuk pengacara Ludiyanto untuk menggugat pengusaha lokal, Alexander Satryo Wibowo yang memproduksi barang dengan merek yang sama.
Ludiyanto mendalilkan bahwa kliennya merupakan desainer yang dikenal dunia. Ketenarannya dimulai sejak 1950 dan pada 1954 membuat bubble dress dan women ready to wear untuk departemen sotre Printemps pada 1959.
Pierre Cardin setelah itu melakukan tur ke Jepang dan pada 1971 menjadi perancang busana untuk Pakistan International Airlines. Ia juga menjadi pendesain pakaian nasional Filipina Barong Tagalog. Pierre Cardin kemudian meluncurkan produk parfum pada 1972 dan selama enam dekade berkiprah akhirnya mendapatkanSuperstar Award dari Fashion Group International.
Legalitas mereknya sudah didaftarkan di berbagai negara di belahan dunia seperti di Austalia, Brasil, Hong Kong, Jepang, Denmark, Korea, Italia, Malaysia, Singapura, Amerika Serikat, Inggris, Indonesia dan kampung halamannya, Prancis. Khusus di Indonesia, merek Pierre Cardin diakui Kemenkum HAM dengan merek IDM000192198 tertanggal 2009 dan diperpanjang pada 2014.
Pierre Cardin dari Prancis kaget menemukan merek serupa di Indonesia untuk kelas yang sama yang diproduksi Alexander Satryo Wibowo. Tidak terima, Pierre Cardin Prancis menggugat Alexander Satryo Wibowo.
Tapi apa daya, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak gugatan tersebut pada 9 Juni 2015. Pierre Cardin asal Prancis tak terima dan mengajukan kasasi. Apa kata MA?
“Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi Pierre Cardin,” putus majelis sebagaimana dilansir website MA, Selasa (6/9/2016).
Duduk sebagai ketua majelis yaitu hakim agung Mahdi Soroinda Nasution dengan anggota hakim agung Nurul Elmiyah dan hakim agung Hamdi. Ketiganya menolak gugatan Pierre Cardin dari Prancis karena Pierre Cardin lokal sudah mendaftarkan mereknya terlebih dahulu yaitu pada 29 Juli 1977.
“Tergugat memiliki pembeda dengan selalu mencantumkan kata-kata ‘product by PT Gudang Rejeki’ sebagai pembeda. Sehingga dengan demikian, menguatkan dasar pemikiran bahwa merek tersebut tidak mendompleng keterkenalan merek lain,” ucap majelis.
Namun putusan itu tidak bulat. Seorang hakim agung menilai sebaliknya yaitu Pierre Cardin dari Prancis merupakan merek dagang yang sudah dikenal dan terkenal di berbagai negara. Tanpa harus membuktikan adanya itikad baik, ditinjau dari etika dan moral, pendaftaran merek Pierre Cardin milit tergugat dengan dalih pengguna pertama dan telah terdaftar terlebih dahulu di Indonesia tidak dapat dibenarkan.
Setelah dilakukan voting, majelis akhirnya menolak permohonan kasasi itu pada 30 November 2015 lalu.(DET)
Sumber : Detik Online