Terkait Pelanggaran HAM, Kejakgung Jalankan Hukum Indonesia
Jurnal123, Jakarta.
Proses penetapan terkait eksekusi para korban kejahatan narkoba yang siap dievakuasi nampak menunggu putusan dalam proses HAM. Meskipun begitu semua menganut hukum Indonesia.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Muhammad Rum ketika ditemui di Kejagung, Kamis (21/7)2016 mengatakan putusan majelis hakim dari International People’s Tribunal tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Indonesia 1965 tidak mengikat terhadap sistem hukum di Indonesia.
“Pasca putusan itu, ada dorongan terhadap Kejagung untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM yang dianggap tak ditindaklanjuti dengan penyidikan.IPT itu apa? Kita juga tidak terkait dengan itu lah, tidak tunduk dengan itu. Karena kita punya perangkat hukum sendiri,”
Selanjutnya, Rum menegakan penyelesaian kasus HAM di Indonesia hanya melalui pengadilan HAM dan berlandaskan Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
“Penyidikan itu bermula dari Komisi Nasional HAM, baru kemudian diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti,” tegasnya.
Untuk itu, Rum menjelaskan sementara IPT tidak tertera dalam kerangka hukum Indonesia.”Kita ngikutin hukum kita. Makanya kita kerangkanya kan jelas, UU HAM dan UU pengadilan HAM. Kita tidak mengikuti kerangka yang lain,” jelasnya.
Seiring dengan , Rum menandaskan kita terbuka jika sikap Kejaksaan Agung justru dihujat oleh pihak-pihak yang mendukung putusan IPT tersebut.
Kejagung tidak bisa berbuat apa-apa selain melanjutkan perkara HAM sesuai dengan jalurnya.
“Terserah dia mau bilang apa, moral mau seperti apa,” tandasnya.
Majelis hakim internasional dari International People’s Tribunal tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Indonesia 1965 menyatakan bahwa telah terjadi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh negara pasca peristiwa 1 Oktober 1965.
Pembunuhan massal tersebut dilakukan terhadap anggota PKI dan anggota PNI yang merupakan pembela setia Presiden Sukarno.
Hakim Ketua, Zak Jacoob menyatakan Negara Indonesia bertanggung jawab atas beberapa kejahatan terhadap kemanusiaan melalui rantai komandonya.
Pertama, pembunuhan massal yang diperkirakan menimbulkan ratusan ribu korban.
Kedua, penahanan dalam kondisi tak manusiawi, di mana jumlah korban diperkirakan mencapai sekitar 600.000 orang.
Ketiga, perbudakan orang-orang di kamp tahanan seperti di Pulau Buru.
Selain itu, terdapat juga bentuk penyiksaan, penghilangan paksa dan kekerasan seksual.
Majelis hakim merekomendasikan agar Pemerintah Indonesia minta maaf kepada para korban, penyintas, dan keluarga korban.
Pemerintah juga didesak melakukan penyelidikan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana tuntutan Komnas Perempuan Komnas HAM dalam laporannya.(VEK)