Tersangka Pembunuh Mirna Diduga 1 Orang
JURNAL123, JAKARTA.
Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya mendatangi Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk mengungkap tersangka pembunuh Wayan Mirna Salihin, 27 tahun. Mirna tewas setelah diracun lewat es kopi Vietnam yang diminumnya di Olivier Cafe, Grand Indonesia, pada Rabu tiga pekan lalu.
Penyidik sudah memiliki bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka peracun Mirna. “Berdasarkan alat bukti dan konstruksi peristiwa yang kami miliki, seseorang cukup layak dijadikan tersangka,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Krishna Murti di Polda Metro Jaya, Selasa, 26 Januari 2016.
Namun, ucap Krishna, penyidik harus mengekspos bukti-bukti tersebut kepada jaksa penuntut umum. Petunjuk atau barang bukti yang akan ditunjukkan kepada jaksa adalah barang bukti krusial yang dimiliki penyidik untuk mengungkap kasus ini. “Kami yakin itu barang bukti cukup signifikan dan sekarang sedang diuji. Dan apa petunjuk jaksa dari itu,” ujarnya.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Waluyo menuturkan kedatangan penyidik tersebut untuk koordinasi mengungkap kasus kematian Mirna. “Koordinasi tertutup. Sifatnya konsultasi dan ada komunikasi,” kata Waluyo di kantornya, Selasa, 26 Januari 2016.
Menurut Waluyo, konsultasi itu untuk menghindari pengembalian berkas. “Itu intinya. Tapi barang buktinya apa, saya belum tahu, karena berkasnya belum dikirim,” ucapnya.
Kejaksaan, ujar Waluyo, sudah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kasus kematian Mirna. “Sudah kami terima kemarin, dan ini sudah sesuai dengan SOP (standar operasional prosedur).”
Teori Conditio Sine Qua Non
Penyidik Polda Metro Jaya tak memerlukan pengakuan tersangka untuk menentukan siapa tersangka dalam kasus Wayan Mirna Salihin (27). Sebab, penyidik telah memilik alat bukti yang kuat.
Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Khrisna Murti mengatakan, untuk menentukan siapa tersangka pada kasus Mirna, penyidik menggunakan teori conditio sine qua non yang umum dipakai dalam hukum pidana.
Maksudnya, dengan 3 alat bukti dan konstruksi peristiwa kasus Mirna yang dimiliki penyidik. Penyidik sudah layak meningkatkan status seseorang menjadi tersangka.
“Keterangan terdakwa dalam pembuktian 184 KUHP atau dalam penyidikan tersangka, itu dia bisa diabaikan. Kami gunakanan teori conditio sine qua non. Untuk alat bukti sudah kuat,” kata Krishna di Mapolda Metro Jaya, Senin (25/1/2016).
Meski demikian, kata dia, penyidik enggan terburu-buru untuk menetapkan tersangka dalam kasus ini. Karena, menurut dia, penyidik lebih memilih melakukan eskpos dahulu dengan Kejati DKI untuk menghindari adanya kesalahan penetapan tersangka.
“Kendalanya hanya pada legal yuridis penetapan tersangka. Kami harus hindari kesalahan sekecil mungkin. Jika sampai salah menetapkan tersangka karena kurang alat bukti nanti ada praperadilan dan sebagainya nih. Ini yang kami persiapkan. Kalau ada praperadilan kami harus siap betul,” pungkasnya.(TCO/SIN)