Jurnal123.com – Jenderal besar Indonesia ini lahir di Bodas Karangjati, Rembang, Purbalingga, 24 Januari 1916. Ayahnya bernama Karsid Kartawiuraji dan ibunya bernama Siyem. Namun ia lebih banyak tinggal bersama pamannya yang bernama Raden Cokrosunaryo setelah diadopsi.
Ketika Sudirman pindah ke Cilacap di tahun 1916, ia bergabung dengan organisasi Islam Muhammadiyah dan menjadi siswa yang rajin serta aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler.
Jenderal Besar Soedirman menurut Ejaan Soewandi dibaca Sudirman, Ia merupakan salah satu orang yang memperoleh pangkat bintang lima selain Soeharto dan A.H. Nasution.
Namun tahukah anda kalau Jenderal Sudirman sempat turun pangkat?
Akibat program rekonstruksi rasionalisasi (Rera) pada masa pemerintahan Hatta, pangkat Soedirman turun setingkat menjadi Letnan Jenderal.
Akan tetapi sesuai dengan jasa dan pengabdiannya, kemudian pemerintah menaikan kembali pangkatnya dari Letnan Jenderal menjadi Jenderal Anumerta.
Menurut informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, Jenderal Soedirman diberikan penghargaan tertinggi berupa gelar Pahlawan Nasional saat Pemerintahan Soeharto pada 20 Mei 1970.
Dalam sejarah ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), Soedirman tercatat sebagai Bapak ABRI.
Tapi yang lebih membanggakan lagi adalah Pak Dirman yang berasal dari rakyat kecil telah memperoleh tempat terhormat di hati bangsa Indonesia yang begitu mencintainya.
Jenderal Sudirman merupakan salah satu tokoh besar di antara sedikit orang lainnya yang pernah dilahirkan oleh suatu revolusi. Saat usianya masih 31 tahun ia sudah menjadi seorang jenderal.
Meski menderita sakit paru-paru yang parah, ia tetap bergerilya melawan Belanda. Ia berlatar belakang seorang guru HIS Muhammadiyah di Cilacap dan giat di kepanduan Hizbul Wathan.
Setelah Indonesia merdeka, dalam suatu pertempuran dengan pasukan Jepang, ia berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Banyumas. Itulah jasa pertamanya sebagai tentara pasca kemerdekaan Indonesia. Sesudah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia kemudian diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat Kolonel. Dan melalui Konferensi TKR tanggal 2 Nopember 1945, ia terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia.
Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 1945, pangkat Jenderal diberikan padanya lewat pelantikan Presiden.
Jadi ia memperoleh pangkat Jenderal tidak melalui Akademi Militer atau pendidikan tinggi lainnya sebagaimana lazimnya, tapi karena prestasinya.
Melakukan Perang Gerilya
Maka dengan ditandu, ia berangkat memimpin pasukan untuk melakukan perang gerilya. Kurang lebih selama tujuh bulan ia berpindah-pindah dari hutan yang satu ke hutan yang lain, dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah sekali sementara obat juga hampir-hampir tidak ada. Tapi kepada pasukannya ia selalu memberi semangat dan petunjuk seakan dia sendiri tidak merasakan penyakitnya. Namun akhirnya ia harus pulang dari medan gerilya, ia tidak bisa lagi memimpin Angkatan Perang secara langsung, tapi pemikirannya selalu dibutuhkan.
Sudirman yang pada masa pendudukan Jepang menjadi anggota Badan Pengurus Makanan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Keresidenan Banyumas, ini pernah mendirikan koperasi untuk menolong rakyat dari bahaya kelaparan. Jenderal yang mempunyai jiwa sosial yang tinggi, ini akhirnya harus meninggal pada usia yang masih relatif muda, 34 tahun. Pada tangal 29 Januari 1950, Panglima Besar ini meninggal dunia di Magelang dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan.
Pada tanggal 30 September 1997, ia dianugerahi Pangkat Kehormatan Jenderal Besar TNI.
Penganugerahan Pangkat Kehormatan Jenderal Besar atau Jenderal Berbintang Lima ini merupakan peristiwa yang istimewa, karena pangkat ini hanya dianugerahi kepada prajurit yang berjasa sangat luar biasa kepada bangsa dan negara.(JUR)