Ekonomi

Terkait Penyerapan Anggaran Covid-19, Sri Mulyani Singgung Landasan Hukum

Jurnal123.com – Terkait kekecewaan yang disampaikan Presiden Joko Widodo perihal masih rendahnya penyerapan anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan saat ini pemerintah masih terus membenahi landasan hukumnya.

“Presiden menginginkan ini harus segera, apalagi melihat kondisi ekonomi yang sudah menurun pada April, Mei dan Juni ini. Kita berharap untuk bisa membalikkan. Maka kita akan bertanya terus, apalagi instrumen yang bisa dilakukan?

Tetapi landasan hukumnya juga harus rapi. Kita coba rapihkan, apa nih di dalam existing undang-undang dan apa yang ditampung dalam Perppu yang bisa kita pakai untuk mencantolkan kebijakan kita. Tetap punya landasan hukum yang baik, namun kita responsif,” kata Sri Mulyani.

Menurut data Kementerian Keuangan (Kemkeu), anggaran penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk sektor kesehatan saat ini baru terserap sebesar 4,68%. Realisasi untuk bidang-bidang lainnya juga sudah meningkat, meskipun masih tergolong rendah.
Sebagai informasi, untuk biaya penanganan Covid-19 dan juga program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), totalnya sebesar Rp 695,2 triliun. Dari jumlah tersebut, rinciannya adalah Rp 87,55 triliun untuk bidang kesehatan, Rp 203,9 triliun untuk program perlindungan sosial, Rp 123,46 untuk dukungan kepada UMKM, Rp 120,61 triliun untuk insentif bagi dunia usaha, Rp 53,57 triliun untuk pembiayaan korporasi dan BUMN, dan Rp 106,11 triliun untuk memberikan dukungan bagi sektoral maupun kementerian/lembaga serta pemerintah daerah
“Untuk update mengenai Pemulihan Ekonomi Nasional, sektor kesehatan telah mencapai 4,68%, bidang perindungan sosial 34,06%, insentif dunia usaha 10,4%, dukungan untuk UMKM 22,74%, untuk pembiayaan korporasi masih 0%, dan untuk sektoral dan Pemda 4,01%,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR-RI, Senin (29/6/2020) kemarin.

Dalam pencairan anggaran, Menkeu menjelaskan mekanismenya juga tidak langsung ditransfer ke tiap-tiap kementerian/lembaga, tetapi berdasarkan dokumen anggaran.
“Untuk mekanisme pencairan anggaran, bukan bahwa tiap menteri kita transfer ke semuanya, tidak begitu. Ini berdasarkan dokumen anggaran. Kalau memang sudah perlu, berapapun sudah keluar dan memang sudah ada bukti pencairannya, kita akan transfer,” jelas Sri Mulyani.

Namun masing-masing kementerian/lembaga tentunya berfikir untuk tetap akuntabel dan hati-hati. Karenanya dalam berbagai Rapat terbatas (Ratas), Presiden juga turut mengundang Jaksa Agung, Kapolri, BKPK hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Suka atau tidak, setiap orang merasa dia khawatir banget nantinya. Makanya Presiden selalu mengatakan kalau kita tujuannya untuk membantu atau untuk mengelola krisis ini, maka pertangggungjawabannya adalah kepada rakyat. Tetapi itu kan penyampaian Bapak Presiden, ini tetap perlu ditopang oleh berbagai landasan peraturan. Ini yang selalu kayak begitu. Di level makin ke bawah makin khawatir, sehingga tidak membuat terobosan. Padahal Presiden ingin dalam posisi krisis, kita harus sering melakukan langkah-langkah yang beyond.

Beyond itu kemudian tidak menjadi masalah akuntabilitas nantinya, itulah yang selalu menjadi titik track off-nya. Makanya kami akan selalu mencoba, apa nih aturan yang ada yang kita bisa stretch saja. Pokoknya asal kita tidak punya konflik kepentingan,” papar Menkeu.
Tantangan Masing-masing Sektor
Akhir pekan lalu, Menkeu juga memaparkan beberapa alasan yang membuat realisasi stimulus fiskal penanganan Covid-19 dan PEN masih rendah. Menurutnya secara umum progres stimulus ini masih menghadapi tantangan di level operasional dan proses administrasi, mengingat stimulus ini baru awal dan akan dilakukan perbaikan untuk percepatan.
Misalnya untuk stimulus di bidang kesehatan, antara lain untuk pemberian instentif bagi tenaga kesehatan masih terdapat kendala administrasi dan verifikasi yang rigid. Sedangkan untuk biaya klaim perawatan pasien, tingkat verifikasi yang belum diproses masih tinggi pada rumah sakit.

Untuk stimulus di bidang perindungan sosial, penyerapan masih rendah khusunya untuk program Kartu Prakerja yang saat ini kelanjutannya masih dievaluasi, serta BLT Dana Desa yang perlu diakselerasi. Permasalahan di lapangan seperti target error dan over lapping.

Untuk insentif dunia usaha dari sisi perpajakan, tantangannya adalah jumlah penerima insentif masih belum optimal. Wajib Pajak (WP) yang memenuhi syarat untuk memanfaatkan insentif pajak ada yang belum atau tidak mengajukan permohonan, sehingga perlu sosialisasi yang lebih massif dan melibatkan stakeholder terkait.

Mengenai dukungan untuk UMKM, realisasinya meningkat cukup signifikan menyusul ditempatkannya dana pemerintah pada Bank Himbara sebesar Rp 30 triliun. Namun bila dilihat dari penyaluran untuk subsidi bunga atau pun restrukturisasi kredit, menurutnya masih memerlukan akselerasi. Menkeu memperkirakan pada bulan Juli baru akan muncul usaha-usaha kecil yang mendapatkan subsidi bunga.

Sementara itu untuk pembiayaan korporasi, realisasinya masih 0% lantaran masih melakukan penyelesaian skema dukungan dan regulasi, serta infrastruktur pendukung untuk operasionalisasi. Sedangkan untuk sektoral dan Pemda secara umum juga masih proses penyelesaian regulasi.(BES)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *