Hukum

Perppu Telah Jadi UU, MK Tolak Uji Materi Amien Rais-Din Syamsudin Cs

Jurnal123.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 terhadap Undang-undang Dasar 1945, tidak dapat diterima.

Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 dan atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Keputusan itu diambil setelah sembilan hakim konstitusi menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH).

Keputusan dari hasil RPH itu dibacakan oleh Anwar Usman, Ketua MK, di ruang sidang pleno MK, Selasa (23/6/2020) kemarin.

Pada Selasa ini, MK menggelar sidang putusan pengujian materi Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang terdaftar di perkara nomor 23/PUU-XVIII/2020 dan nomor 24/PUU-XVIII/2020.
“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Anwar Usman saat membacakan putusan.

Perkara nomor 23/PUU-XVIII/2020 diajukan oleh sejumlah tokoh, di antaranya mantan Ketua MPR Amien Rais dan tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin.
Sedangkan perkara nomor 24/PUU-XVIII/2020 diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bersama lembaga lainnya.

MK menyatakan berhak menguji perkara itu, karena permohonan pengujian diajukan sebelum adanya persetujuan dari DPR terhadap Perppu tersebut.
“Mahkamah berwenang mengadili permohonan. Permohonan pemohon mempunyai kedudukan hukum,” kata Anwar Usman.
Namun, saat proses pemeriksaan perkara berjalan di MK, DPR menyetuji Perppu itu.
Artinya, setelah disetujui oleh DPR, maka Perppu berubah bentuk menjadi undang-undang.
Pada Rabu 20 Mei 2020, perwakilan pemerintah menyatakan Perppu itu sudah disahkan menjadi undang-undang.

Hal itu disampaikan di sidang pengujian materi Perppu itu yang digelar di ruang sidang pleno MK.
Perppu Penanganan Covid-19 itu sudah disahkan menjadi UU 2/2020 dan tercatat di Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6516.
Pada pertimbangannya, hakim konstitusi Aswanto mengatakan, mahkamah meyakini Perppu sudah menjadi UU 2/2020. Sehingga, berakibat Perppu itu sudah tidak ada lagi secara hukum.
“Hal demikian berakibat permohonan pemohon yang diajukan pengujian Perppu Nomor 1 Tahun 2020 sudah kehilangan objek,” kata Aswanto.
“Menimbang meskipun mahkamah berwenang mengadili dan pemohon mempunyai kedudukan untuk mengajukan permohonan.”
“Disebabkan permohoann kehilangan objek, maka mahkamah tidak akan mempertimbangkan permohonan dan hal lain terkait permohonan tidak diperimbangkan,” tambahnya.

Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menggugat Perppu 1/2020.
Perppu itu berisi kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19, yang ditandatangani Presiden Jokowi dan berlaku mulai 31 Maret 2020.

MAKI bersama Yayasan Mega Bintang 1997, LP3HI, KEMAKI, dan LBH PEKA telah mengajukan permohonan uji materi pada atas Perppu itu ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (9/4/2020).
Dalam permohonannya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyatakan, pihaknya meminta pasal 27 pada Perppu tersebut, dibatalkan.

Berikut ini isi lengkap pasal 27 pada Perppu tersebut:

(1) Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan.
Kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan.
Dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
(2) Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian
Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan
pejabat lainnya.
Yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(3) Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata
usaha negara.
Menurut Boyamin, alasan uji materi karena pihaknya menilai pasal 27 Perppu 1/2020 adalah pasal yang superbodi dan memberikan imunitas kepada aparat pemerintahan untuk tidak bisa dituntut atau dikoreksi melalui lembaga pengadilan.
“Sehingga Pasal 27 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 jelas bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan Indonesia adalah negara hukum.”
‘Sehingga semestinya semua penyelenggaraan pemerintahan dapat diuji atau dikontrol oleh hukum baik secara pidana, perdata, dan Peradilan Tata Usaha Negara,” tuturnya lewat keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, Jumat (10/4/2020).
Boyamin menjelaskan, jika perbandingan mengacu kedudukan Presiden adalah tidak kebal karena tetap manusia biasa yang mungkin saja tidak luput salah dan khilaf.
Sehingga, terdapat sarana pemakzulan (impeach) apabila diduga telah melanggar ketentuan UU atau UUD 1945.
“Sehingga sekelas Presiden tidak kebal, termasuk tetap dapat dituntut hukum apabila melanggar hukum, baik dalam keadaan normal maupun bencana.”
“Hal ini jelas berbeda dengan kekebalan para pejabat keuangan yang tidak dapat dituntut hukum sebagaimana diatur oleh Pasal 27 Perppu No 1 Tahun 2020,” paparnya.
Pihaknya juga tidak idak ingin skandal BLBI dan Century terulang.
Dalil BLBI dan Century selalu disandarkan dengan istilah kebijakan yang tidak bisa dituntut.
“Kami yang selalu mengawal BLBI dan Century dalam bentuk pernah menang praperadilan kasus BLBI dan Century, tidak ingin terulang skandal BLBI dan Century yang merugikan keuangan negara ratusan triliun,” tegasnya.
Boyamin menjelaskan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2008 juga pernah menerbitkan perppu sejenis, yakni Perppu 4/2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan, namun ditolak DPR.
“Sehingga semestinya tidak pernah ada lagi perppu yang memberikan kekebalan penyelenggara pemerintahan terkait keuangan negara,” ucap Boyamin.
Dia mengemukakan, alasan menggugat Pasal 27 adalah bahwa dalil iktikad baik, tidak bisa dituntut hukum, dan bukan merugikan keuangan negara, harus diuji melalui proses hukum yang fair dan terbuka.
Dia menegaskan, tidak boleh ada istilah iktikad baik berdasar penilaian subjektif oleh pelaku penyelenggara pemerintahan sendiri.
“Bisa saja ternyata klaim iktikad baik ternyata kemudian terbukti iktikad buruk.”
“Sehingga tetap harus bisa dituntut hukum untuk membuktikan iktikad baik atau iktikad buruk,” ucapnya.
Boyamin menegaskan, MAKI selalu mendukung upaya pemerintah untuk menjaga rakyat dari Covid-19, dalam bentuk selalu mengawal dan mengontrol.
Serta, meluruskan kembali apabila pemerintahan mengarah kebal dan tidak dapat dikontrol melalui mekanisme hukum. (JUR)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *