Pendidikan

KPAI Minta Kemdikbud Rampungkan Kurikulum Darurat Era Pandemi

Jurnal123.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk segera merampungkan kurikulum darurat modul pembelajaran bagi guru dan siswa di tengah masa pandemi virus corona (covid-19).

KPAI menyarankan kurikulum darurat di era pandemi itu sebaiknya disederhanakan.
“Materi dikurangi itu saja. Bagi saya tidak ada alasan juga itu akan butuh waktu lama, kenapa harus butuh waktu lama kan cuma menyederhanakan materi dan kompetensi dasar dikurangi,” ujar Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam sebuah diskusi daring, Rabu (17/6).

Retno menegaskan, Kemdikbud harus segera menyusun aturan teknis sekolah di masa pandemi covid-19 serta kurikulum darurat, dalam menyambut wacana Mendikbud yang akan membuka kembali kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka di beberapa sekolah zona hijau, Juli mendatang.

Menurut Retno, ini merupakan sebuah PR besar bersama karena nanti jam belajar siswa diperpendek dan pembagian kuota ajar siswa akan membuat tenaga pendidik kewalahan dalam mengajar.

Kemdikbud, kata Retno, harus memberikan perhatian ekstra kepada para guru terkait waktu ajar dan bagaimana penyederhanaan materi yang tepat diajarkan, namun tetap tidak mengurangi kualitas bahan ajar siswa.
Apalagi para guru sudah mengalami banyak kendala saat mengajar di dalam situasi pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dilakoni dalam tiga bulan belakangan ini.
“Kemdikbud bilang zona hijau sekolah dibuka, kalau orang tua tidak mengizinkan anaknya sekolah maka tetap harus dilayani dengan cara yaitu PJJ. Sudah murid dibagi dua, mengajar materi dua kali, sudah harus ngurusi PJJ lagi,” katanya.

Kendati demikian, Retno menilai upaya Kemdikbud dalam memberikan opsi kepada orang tua memilih keberlangsungan sekolah anaknya merupakan langkah yang bagus.
“Kami sangat apresiasi hak anak dikedepankan, namun mekanismenya harus dibikin oleh Kemdikbud karena ini akan jadi beban bagi guru dan sekolah,” ujar Retno.

Dukungan Teknologi

Dekan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Agus Mulyana juga meminta Kemdikbud untuk segera menuntaskan kurikulum darurat yang harapannya dapat mengemas materi yang kreatif, ringan serta dengan dukungan teknologi.
“Prinsip dalam pengembangan kurikulum harus bersifat fleksibel, jangan terikat dengan aturan-aturan ketat. Kurikulum harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi kenormalan baru,” tutur Agus.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdikbud Muhammad Hamid melalui konferensi video, Selasa (16/6) menyatakan kesanggupan Kemdikbud melalui Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdikbud untuk mengkaji kurikulum darurat tersebut.

Hamid juga mengungkapkan kemungkinan pihaknya melalui Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemdikbud sedang menyiapkan penyederhanaan kurikulum yang disertai dengan modul pembelajaran.

Namun secara detail, katanya, kurikulum itu akan disampaikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud sebagai pihak yang membahas hal tersebut.
KPAI juga mengungkapkan bahwa berdasarkan survei yang digelar KPAI, sebanyak 54 persen guru mendukung Pemerintah untuk kembali membuka aktivitas Kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka pada 13 Juli mendatang.

Retno menyatakan meski persentase setuju dan tidak setuju beda tipis, namun dari 18.111 responden guru dari peta responden yang tersebar di 34 Provinsi dan 417 Kabupaten/Kota.
Sebanyak 54 persen guru menyatakan setuju sekolah kembali dibuka sementara 46 persen sisanya menolak.

“Saya ingin memberikan ruang untuk orang tua, guru dan murid mempengaruhi kebijakan publik sebenarnya, pertanyaan tentang 13 Juli 2020 sekolah dibuka, hasilnya guru dalam survei ini sama dengan murid, setuju untuk dibuka,” ujar Retno.
Retno menyebut alasan utama guru menunjukkan sikap dukungan sekolah kembali dibuka karena Pembelajaran jarak jauh (PJJ) dinilai tidak lagi efektif. Kompetensi guru yang rendah, penghasilan guru yang terancam, hingga keterbatasan kepemilikan gawai dan akses internet menjadi kendala para guru dalam tiga bulan belakangan ini.
“Penutupan sekolah dapat mengancam penghasilan guru tidak tetap atau guru honorer,” kata Retno.(CIN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *