PT DKI Jakarta ‘Sunat’ Hukuman Romahurmuziy Jadi 1 tahun Penjara, KPK Masih Mempelajari
Jurnal123.com – Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menganalisa pertimbangan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang mengurangi hukuman terhadap terdakwa mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romi.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menerima banding Romi dengan mengurangi hukumannya menjadi 1 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
“Sesuai mekanisme, tim JPU KPK akan menganalisa pertimbangan putusan tersebut dan segera mengusulkan penentuan sikap berikutnya kepada pimpinan KPK,” ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Jumat.
Tim JPU KPK, lanjut dia, pada Kamis (23/4) juga telah menerima salinan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tersebut. Namun, Ali mengatakan KPK tetap menghargai putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Romi tersebut.
“Memang jika dibandingkan tuntutan JPU KPK, putusan PT DKI tersebut dapat dibilang rendah, namun demikian setiap putusan Majelis Hakim tentu harus kita hargai dan hormati,” ujar dia.
Pada tingkat pertama, Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Romi karena terbukti menerima suap sebesar Rp255 juta dari Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Rp91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi.
Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang meminta Rommy dituntut 4 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan, ditambah pembayaran kewajiban sebesar Rp46,4 juta subsider 1 tahun penjara dan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun.
ICW Desak KPK mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung
Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Romi atas perkara suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag). Dalam amar putusannya, PT DKI menjatuhkan hukuman setahun pidana penjara dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Menanggapi hal ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, pengurangan hukuman tersebut mencoreng rasa keadilan di tengah masyarakat. “Pengurangan hukuman di tingkat banding terhadap Romahurmuziy benar-benar mencoreng rasa keadilan di tengah masyarakat,” kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana kepada Republika, Jumat (25/4).
Untuk itu, ICW mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Karena, vonis rendah semacam ini bukan lagi hal yang baru.
“Sebab, catatan ICW sepanjang tahun 2019 rata-rata vonis untuk terdakwa korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara. Dengan kondisi seperti ini, maka cita-cita Indonesia untuk bebas dari praktik korupsi tidak akan pernah tercapai,” kata Kurnia.
Kurnia pun membandingkan putusan yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta jauh lebih rendah dengan putusan seorang Kepala Desa di Kabupaten Bekasi yang melakukan tindak pidana korupsi berupa pemerasan pada tahun 2019 yang lalu. Kepala Desa itu divonis 4 tahun penjara karena terbukti melakukan pemerasan sebesar Rp 30 juta.
“Sedangkan Romahurmuziy, berstatus sebagai mantan Ketua Umum Partai Politik, menerima suap lebih dari Rp 300 juta, namun hanya diganjar dengan hukuman 1 tahun penjara,” ucap Kurnia.
Selain itu, kata Kurnia, vonis Romahurmuziy ini paling rendah jika dibandingkan dengan vonis-vonis mantan Ketua Umum Partai Politik lainnya. “Misalnya, Luthfi Hasan Ishaq, mantan Presiden PKS, (18 tahun penjara), Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat (14 tahun penjara), Suryadharma Ali, mantan Ketua Umum PPP (10 tahun penjara), dan Setya Novanto, mantan Ketua Umum Partai Golkar (15 tahun penjara),” tutur Kurnia.
Seharusnya, kata Kurnia, vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi bida lebih berat dibandingkan dengan putusan di tingkat pertama. Bahkan, tambah Kurnia, akan lebih baik jika dalam putusan tersebut Hakim juga mencabut hak politik yang bersangkutan.(REP)