Aturan Bea Masuk Tekstil Ditangan Sri Mulyani
Jurnal123.com – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan aturan bea masuk tindak pengamanan (BMTP) alias safeguard untuk industri tekstil dan produk tekstil (TPT) telah berada di Kementerian Keuangan. Pemberlakuan aturan yang digadang bakal menekan impor TPT itu menunggu keputusan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
“Prosesnya dari Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) sudah selesai, di Kementerian Perdagangan sudah selesai, sekarang Kementerian Keuangan, tinggal ditetapkan,” ujar Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kasan Muhri, Rabu (30/10).
Rencana implementasi safeguard tersebut disebabkan kondisi industri TPT dalam negeri yang mengkhawatirkan. Sebelumnya, Ketua Asosasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menyatakan sembilan anggota mereka telah gulung tikar terlindas oleh produk impor. Mereka kalah bersaing dengan produk impor karena biaya produksi di dalam negeri yang lebih tinggi.
Perang dagang antara AS dengan China belakangan ini telah membuat produk TPT China membanjiri pasar Indonesia dengan harga yang lebih kompetitif.
Atas kondisi tersebut, Kasan bilang pihaknya akan mengerahkan segala instrumen perdagangan baik safeguard maupun bea masuk anti dumping guna melindungi industri TPT. Ia menuturkan pemerintah telah menentukan besaran bea yang bakal dibebankan kepada produk impor TPT, dari hulu hingga hilir. Sayangnya, ia enggan merinci angka tersebut.
Ia menuturkan aturan safeguard bakal diterapkan sementara selama 200 hari. Dalam kurun waktu tersebut, tim KPPI akan melakukan investigasi ‘penyakit’ pada industri TPT. Targetnya, regulasi itu terbit akhir tahun ini.
“Sebelum berakhir 200 hari, harus ada kepastian akan lanjut atau berhenti. Misalnya lanjut, berarti diteruskan bisa 3 tahun hingga maksimum 5 tahun,” ujarnya.
Bersamaan dengan itu, pemerintah juga akan menerbitkan harmonisasi bea masuk impor TPT. Idealnya, bentuk bea masuk adalah piramida terbalik, artinya makin ke hilir tarifnya makin besar. Akan tetapi, saat ini berlaku ketentuan sebaliknya. Kondisi ini mengakibatkan produksi TPT dalam negeri loyo, sebaliknya banyak produk hilir impor seperti garmen yang membanjiri pasar.
“Iya, piramida terbalik hulu rendah sampai ke hilir tinggi, supaya harmonis,” tuturnya.
Sebagai gambaran, Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu menetapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas impor produk serat dan benang filamen yang merupakan produk hulu.
Hal tersebut tertuang dalam PMK No. 114/PMK.010/2019 tanggal 5 Agustus 2019. Aturan ini mengatur BMAD atas impor produk serat staple sintetik Polyester Staple Fiber (PSF) dari India, China, dan Taiwan dengan besaran tarif 5,8 persen – 28,5 persen yang berlaku selama 3 tahun. Pengenaan BMAD ini telah diberlakukan sejak 2010.
Selain itu, juga ada PMK No. 115/PMK.010/2019 tanggal 6 Agustus 2019 terkait BMAD atas impor produk benang filamen sintetik Spin Drawn Yarn (SDY) dari China dengan besaran tarif 5,4 persen – 15 persen yang berlaku selama 3 tahun.(CIN)