Anggaran Pemilu 2019 Capai Rp 25 T, Disayangkan Jika Golput

Jurnal123.com – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menganggarkan sebesar Rp 25,59 triliun untuk kegiatan pemilihan umum (Pemilu) serentak pada 17 April 2019. Angka ini naik 61% dibanding anggaran untuk Pemilu 2014 yang sebesar Rp 15,62 triliun.
“Berdasarkan data, alokasi anggaran untuk persiapan awal di tahun 2017 sekitar Rp 465,71 miliar. Kemudian pada 2018 (alokasi) mencapai Rp 9,33 triliun. Selanjutnya di 2019 ini, kita sudah menganggarkan sampai Rp 15,79 triliun. Jadi totalnya dalam 3 tahun itu kita menyiapkan anggaran sebanyak Rp 25,59 triliun,” kata Direktur Jenderal Anggaran (Dirjen Anggaran) Kementerian Keuangan Askolani dalam keterangannya, Rabu (27/3/2019).
Askolani menjelaskan, alokasi penganggaran untuk Pemilu 2019 terbagi dalam kelompok penyelenggaraan, pengawasan, dan kegiatan pendukung seperti keamanan.
Selain anggaran penyelenggaraan Pemilu sebesar Rp 25,6 triliun, juga dialokasikan anggaran untuk pengawasan sebesar Rp 4,85 triliun (naik dibanding 2014 sebesar Rp 3,67 triliun), dan anggaran keamanan dialokasikan sebesar Rp 3,29 triliun (anggaran 2014 Rp 1,7 triliun).
Begitupun anggaran untuk kegiatan pendukung pemilu, meningkat dari Rp 1,7 triliun pada Pemilu 2014 menjadi Rp 3,29 triliun pada Pemilu 2019.
Askolani menyampaikan terdapat dua faktor utama kenaikan anggaran pemilu ini. Pertama, adanya pemekaran daerah.
“KPU Provinsi jumlahnya bertambah satu ya, dari 33 sekarang jadi 34. Kemudian untuk KPU kabupaten, itu bertambah 17 KPU Kabupaten dari 497 menjadi 514 KPU Kabupaten/Kota,” terangnya.
Hal ini selanjutnya berdampak pula pada kenaikan jumlah penyelenggara pemilu di daerah, baik PPK, PPS, hingga KPPS. “Inilah yang menyebabkan biaya bertambah. Karena memang penyelenggaranya dan lembaganya juga bertambah,” ungkap Askolani.
Sebab kedua, adanya kenaikan honorarium bagi para penyelenggara pemilu, seperti PPK, PPS, dan KPPS. Termasuk juga panitia yang ada di luar negeri. “Kita hitung sesuai usulan KPU untuk mengadopsi dampak dari inflasi,” katanya.
Disebut Hemat Anggaran
Sementara itu Kepala Biro Perencanaan Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumariyandon mengemukakan, meski mengalami peningkatan anggaran yang signifikan dibandingkan periode sebelumnya, pelaksanaan pemilu serentak tahun ini juga mampu menghemat anggaran dalam jumlah yang tidak kalah signifikan.
Untuk biaya honor petugas pemilu, misalnya, efisiensi anggaran mencapai 50%. Selain itu, KPU juga bisa memangkas biaya pemutakhiran data pemilih karena hanya perlu dilakukan sebanyak satu kali pada awal persiapan pemilu.
Upaya mengefisiensikan anggaran oleh KPU juga dilakukan dalam beberapa aspek. Dalam hal pengadaan logistik, misalnya, KPU telah melaksanakannya secara elektronik melalui Katalog Nasional. Upaya ini diakui Sumariyandono mampu menghemat anggaran yang cukup besar dari pagu yang tersedia.
“Tahun Anggaran 2018, pengadaan logistik dapat menghemat 50,57% atau setara dengan Rp 483 miliar, sedangkan Tahun Anggaran 2019, efisiensi mencapai 31,4% atau setara dengan Rp 355 miliar,” jelas Sumariyandono.
Tidak sampai di situ, KPU juga mengupayakan terobosan baru berupa penggunaan kotak suara dari bahan karton yang kedap air. Dari upaya tersebut, biaya pengadaan kotak suara diketahui bisa dipangkas hingga 70%.
KPU memastikan bahwa kotak suara tersebut telah lulus uji kekuatan maupun kelayakan penggunaan. Upaya lain KPU dalam menekan biaya salah satunya dari sisi fasilitasi kampanye bagi para calon anggota parlemen. Dari sepuluh kali fasilitasi kampanye yang diperbolehkan Undang-Undang, KPU membatasi pemberian fasilitasi sebanyak tiga kali saja.
Sebagai informasi, praktik pemilu serentak telah dilakukan di sejumlah negara di dunia. Sumariyandono menyebutkan, Amerika Serikat menjadi salah satu contohnya. “Gubernur atau kepala daerah di AS dipilih bersamaan dengan pemilihan presiden serta para senator,” ungkap Sumariyandono.
Selain itu, dia menambahkan, pemilu serentak juga dilaksanakan oleh 12 negara dari total 18 negara di kawasan Amerika Latin.
Disayangkan Bila Golput
Menjelang Pemilu 2019 bulan April mendatang wacana golput terus bergaung. Sejumlah tokoh masyarakat hingga Presiden Jokowi menyayangkan jika warga masyarakat termakan isu golput untuk tidak melaksanakan hak pilihnya.
Pengamat politik asal Sulawesi Utara, Taufik Tumbelaka menyatakan hal serupa.
Menurutnya golput bukanlah cara bijak dalam merayakan pesta demokrasi.”Pemilu termasuk pilpres adalah hajatan bersama seluruh rakyat Indonesia, ini pesta kita, pesta demokrasi milik rakyat, jadi tidaklah bijak kalau kita tidak turut merayakannya,” tukas Tumbelaka.
Menurutnya, melakukan golput bukanlah sikap warga negara yang baik.”Jika kita tidak melaksanakan hak pilih berarti membiarkan kebijakan lima tahun kedepan terjadi tanpa partisipasi kita sebagai bagian dari rakyat yang akan merasakannya. Kita tentukan pilihan kita sesuai dengan program yang dijanjikan orang yang kita pilih. Kalau membiarkan dengan tidak melaksanakan hak pilih atau golput sama saja membiarkan calon pemimpin kita melaksanakan programnya entah itu kita suka atau tidak. Kita rugi karena jika mereka terpilih melaksanakan program yang tidak kita sukai maka kita akan turut merasakannya selama lima tahun kedepan,” tandas Taufik.
Putra mantan Gubernur Sulawesi Utara Tengah ini berharap masyarakat melaksanakan hal pilihnya dengan memilih pemimpin yang berkualitas.(DEN/JIM)