Hukum

BNN Kerahkan Psikolog untuk Tangani Peminum Air Rebus Pembalut

Deputi Pemberantasan BNN Irjen Arman Depariditemui di BNN Jakarta Timur, Kamis(15/11)2018. (Vecky Ngelo)

Jurnal123.com – Mengatasi para pelaku yang meminum air rebusan pembalut, Badan Narkotika Nasional ( BNN) sigap memberikan bantuan psikologi agar para pelaku pasalnya air tersebut tidak memiliki kandungan zat adiktif.

Badan Narkotika Nasional (BNN) akan mengerahkan para psikolog untuk memberikan konsultasi para pelaku yang meminum air rebusan pembalut.

Deputi Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari  di temui di BNN, di Jakarta Timur Kamis(15/11/2018)  mengatakan, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pihaknya, air tersebut tidak memiliki kandungan zat adiktif. “BNN pun tidak bisa menjerat pelaku dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Narkotika,” ujarnya.

Selanjut, Arman menegaskan BNN mengategorikan perilaku tersebut sebagai penyimpangan sehingga psikolog yang akan turun tangan.
“Kita melihat ini sebagai penyimpangan perilaku sehingga BNN untuk menangani masalah ini lebih mengedepankan ahli-ahli psikologi,” tegasnya.

Untuk itu, Arman menjelaskan nantinya, para pelaku akan diberikan konseling sehingga perilaku menyimpang tersebut tidak terulang kembali.”Kita arahkan mereka untuk lakukan konsultasi dan sekaligus memberikan pengarahan kepada yang mengkonsumsi ini supaya penyimpangan-penyimpangan yang selama ini terjadi bisa diluruskan dengan konseling bersama dengan psikolog-psikolog kita.Sebelumnya, sejumlah remaja di Jawa Tengah dilaporkan mengonsumsi air rebusan pembalut,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jawa Tengah, AKBP Suprinarto mengatakan, minum air pembalut menjadi salah satu alternatif remaja untuk mendapat efek seperti konsumsi narkotika. Konsumsi air rebusan dinilai lebih murah ketimbang membeli narkotika yang dinilai mahal.”Jadi, pembalut bekas pakai itu direndam. Air rebusannya diminum,” ungkapnya.

Jadi, Suprinarto menambahkan BNN, telah menemukan kejadian itu di berbagai daerah di Grobogan, Kudus, Pati, Rembang dan Kota Semarang bagian Timur. “Mayoritas pengguna adalah anak remaja usia 13-16 tahun,” tambahnya.(VEK)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *