Ekonomi

Denda Pajak 200% ke Pengusaha Bukan Tax Amnesty Jilid II

Menteri Keuangan Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani

JURNAL123, JAKARTA
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa peraturan soal pembebasan sanksi administrasi atau denda yang mencapai 200% bukan sebagai tax amnesty jilid II melainkan kesempatan untuk menumbuhkan kepatuhan secara sukarela.

“Mengapa oleh Pak Ken bukan dianggap sebagai TA jilid dua? karena ini memang tidak mengampuni, ini adalah kesempatan untuk menumbuhkan kepatuhan,” kata Sri Mulyani saat sosialisasi PMK Nomor 165/2017 di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Senin (27/11/2017).

Sri Mulyani telah mensosialisasikan PMK Nomor 165 Tahun 2017 kepada para pengusaha yang tergabung dalam Apindo, Kadin Indonesia, Hipmi, REI, IKPI, IAPI, Himbara, Perbanas, IPPAT, dan Ikatan Notaris Indonesia.

Sri Mulyani memastikan PMK 165 ini tidak ada batas waktu kadaluarsanya, sedangkan tax amnesty hanya diterapkan selama sembilan bulan sejak Juli 2016 sampai 31 Maret 2017.

“Kami tidak menggunakan rate khusus, ini adalah pajak normal namun anda diberikan ruang untuk menjadi patuh,” ungkap dia.

PMK 165 Tahun 2017 ini mengatur dua hal yang berbeda, yang pertama terkait dengan pembebasan PPh Final dalam rangka balik nama aset berupa tanah dan bangunan yang telah dideklarasikan dalam program tax amnesty.

Dalam PMK 165 ini, WP diberikan kemudahan untuk mendapatkan pembebasan PPh Final. Dari yang semula harus mengurus Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Final di KPP dengan syarat yang berlaku, saat ini hanya cukup menunjukan poto kopi surat keterangan pengampunan pajak kepada Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Selain itu, PMK 165 Tahun 2017 ini juga mengatur soal pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT secara sukarela, baik bagi peserta tax amensty maupun yang tidak. Adapun, bagi yang sukarela mengungkapkan hartanya hanya dengan tarif normal yang diatur dalam PP Nomor 36 Tahun 2017, yakni orang pribadi sebesar 30%, badan umum sebesar 25%, dan orang pribadi atau badan tertentu sebesar 12,5%.

Pengungkapan harta ini tidak diatur secara khusus mengenai batasan waktunya. Hanya saja, selama Wajib Pajak melaporkan sebelum Ditjen Pajak menerbitkan surat perintah pemeriksaan (SP2) maka WP yang telah mengungkapkan harta secara sukarela akan terbebas dari sanksi administrasi.

Dalam PP 36 Tahun 2017 ini mengatur sanksi administrasi sebesar 200% untuk peserta tax amensty, dan 2% maksimal 24 bulang atau 48% bagi yang bukan peserta tax amensty.

“Karena patuh itu lebih murah, patuh itu lebih masuk akal, patuh itu lebih baik bagi Anda dan buat negara Republik Indonesia,” tambah dia.

Lanjut Sri Mulyani, PMK 165 ini juga menjadi salah satu cara pemerintah melalui Ditjen Pajak memperbaiki prosedur dan kemudahan masuk dalam sistem pajak nasional.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga meminta kepada seluruh Wajib Pajak untuk melaporkan jika memang ada oknum pajak yang menyalahgunakan beleid ini.

Sebab, selama surat perintah pemeriksaan (SP2) belum diterbitkan oleh Ditjen Pajak, maka WP yang telah mengungkapkan hartanya dalam SPT akan terhindar dari pengenaan sanksi administrasi.

“Kalau WP ditemui, petugas pajak mengatakan eh saya sudah punya informasi Anda dan saya akan keluarkan SP2 terus sebaiknya Anda masukkan SPT tapi kasih saya sedikit fee, saya akan minta kepada seluruh wp, untuk ikut mengontrol kami, ini adalah policy yang memberikan diskresi mengenai itu dan kemungkinan terjadi, tapi itu masih lebih baik untuk republik Indonesia karena selama ini Anda bahkan tidak pernah men-disclose,” ujar dia.

Menurut Sri Mulyani, ke depan Ditjen Pajak akan mampu mendeteksi dan mengumpulkan data para Wajib Pajak secara lebih efektif, pasalnya terdapat program automatic exchange of information (AEoI) atau pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

“Kami akan terus memperkuat dan merapikan cara kerja kami, sehingga ruangan untuk informasi yang simpang siur dan tidak konsisten itu makin kecil, karena kami ingin membuat Indonesia menjadi negara yang rapi dan formal,
sehingga kita semua memiliki negara yang baik dan kuat untuk kepentingan kita semua,” papar dia.

Oleh karenanya, Sri Mulyani para wajib pajak mampu memanfaatkan fasilitas yang diberikan dalam PMK 165 dengan baik, sehingga pemerintah tidak perlu mengenakan sanksi administrasi.

Pasalnya, dengan AEoI Ditjen Pajak akan mendapatkan informasi secara otomatis dari 135 negara yang berkomitmen mengimplementasikan program tersebut.

“Kami berharap kami tidak perlu menerapkan sanksi, meski kami diberikan power UU kami sebetulnya tidak senang, pada dasarnya pemerintah tidak senang untuk mengexercise hukuman, karena patuh itu jauh lebih baik untuk semuanya,” pungkas dia.(LIP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *