Menkopolhukam Luruskan Soal Pembelian 5.000 Senjata
JURNAL123, JAKARTA.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM Wiranto mengklarifikasi kabar soal pembelian 5.000 senpi (senjata api), yang sumber beritanya muncul dari pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo saat pertemuan terbatas dengan jenderal senior di Cilangkap akhir pekan lalu.
Wiranto mengatakan, pembelian itu dilakukan oleh Badan Intelijen Negara (BIN) untuk keperluan latihan. “Namun jumlahnya bukan lima ribu, tetapi 500 pucuk senjata,” kata Wiranto dalam jumpa persnya di Jakarta, Minggu (24/9).
Indopos melansir, Wiranto juga telah melakukan penelusuran atas informasi Panglima TNI. Akhirnya diambil kesimpulan bahwa ini hanya soal komunikasi antarinstitusi yang belum tuntas. Sehingga tentang adanya institusi di luar TNI dan Polri yang akan membeli 5.000 pucuk senjata standar TNI tidak pada tempatnya, dihubungkan dengan eskalasi kondisi keamanan.
“Setelah dikonfirmasikan kepada Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN dan instansi terkait, memang ada pengadaan senjata laras pendek. Tapi jumlahnya 500, bukan 5.000 dan bukan standart TNI,” ujar Wiranto.
Dia menambahkan, senjata tersebut merupakan buatan PT PINDAD (Persero), BUMN yang memproduksi peralatan pertahanan dan keamanan. Sehingga tidak benar jika disebutkan bahwa senjata tersebut berasal dari luar negeri.
Selain itu, menurut Wiranto, pengadaan seperti ini izinnya bukan dari Mabes TNI, tetapi cukup dari Mabes Polri. Dengan demikian, prosedur pengadaannya tidak secara spesifik memerlukan kebijakan presiden. “Berdasarkan penjelasan ini diharapkan tidak ada lagi polemik dan politisasi atas isu tersebut,” kata Wiranto.
Terpisah, Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari meminta Panglima TNI untuk menyampaikan pihak mana yang memang ingin melakukan penyulundupan tersebut. “Karena pernyataan ini disampaikan secara terbuka, maka jika memang itu benar, kami ingin dibuka seterang-terangnya kepada publik,” kata Abdul Kharis saat dihubungi Indopos.
Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin turut menyayangkan pernyataan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang dia nilai telah membuat keresahan masyarakat. Menurut anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan ini, 5.000 pucuk senjata api itu sama dengan kekuatan empat batalion tempur.
“Kalau pengadaan senjata untuk TNI atau Polri itu legal dan jelas tercatat dalam anggaran Negara (APBN). Nah, ini 5.000 pucuk senjata api ilegal siapa yang memesan? Untuk siapa dan untuk apa?” kata Hasanuddin.
Menurut dia, bisa saja informasi yang disampaikan oleh Panglima TNI itu akurat. Akan tetapi, sebaiknya informasi tersebut dikoordinasikan saja dengan aparat keamanan dan institusi lain yang terkait dengan keamanan negara apalagi sampai mencatut nama Presiden Joko Widodo.
Pindad Benarkan BIN Pesan 517 Senjata Laras Panjang, Polri 5.000 Pucuk
PT Pindad membenarkan adanya pemesanan senjata yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara.
Menurut Sekretaris Perusahaan PT Pindad Bayu A. Fiantori, lembaga intelijen tersebut memesan 517 pucuk senjata.
“Benar, ada kontrak dengan PT Pindad untuk BIN, 517 (pucuk senjata),” kata Bayu kepada Kompas.com, Senin (25/9/2017).
Bayu mengatakan, 517 senjata laras panjang tersebut masih ada di PT Pindad dan belum dikirim.
Selain itu, lanjut Bayu, Polri juga berencana memesan senjata dari perusahaannya sebanyak 5000 pucuk.
“Polisi yang rencananya 5000 pucuk tapi kontraknya belum ada,” kata dia.
Bayu enggan menyebutkan jenis senjata yang dipesan oleh BIN dan Polri. Ia hanya menegaskan bahwa jenis senjata tersebut berbeda spesifikasinya dari yang dimiliki TNI.
“Speknya berbeda dari TNI, non militer lah,” kata dia.
Sebelumnya, beredar rekaman suara Panglima TNI di media sosial saat berbicara dalam acara silaturahim Panglima TNI dengan purnawirawan TNI di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9/2017).
Dalam rekaman itu, Panglima TNI menyebut adanya institusi nonmiliter yang membeli 5.000 pucuk senjata.
“Data-data kami, intelijen kami akurat,” ucapnya.
Belakangan, Panglima TNI mengakui bahwa rekaman tersebut memang pernyataannya.
Namun, Gatot menegaskan bahwa pernyataan itu bukan untuk publik. Sehingga, ia tidak mau berkomentar lagi soal substansi pernyataan dalam rekaman itu.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto menegaskan pernyataan soal pembelian senjata tersebut tidak benar.
Ia mengakui ada kesalahan komunikasi antara Panglima TNI dengan Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian. Namun, saat ini sudah diluruskan.
“Setelah saya panggil Kepala BIN, hubungi Panglima TNI, Kapolri dan institusi lain yang terkait masalah ini. Ternyata ini hanya masalah komunikasi yang tidak tuntas dalam hal pembelian senjata,” kata Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Minggu (24/9/2017).
Wiranto membantah berbagai spekulasi yang beredar seperti Indonesia sedang dalam keadaan genting, karena ada suatu kelompok yang ingin menganggu ketertiban dan keamanan nasional.
“Saya kira kita tidak pada tempatnya menghubungkan dengan itu,” kata Wiranto.
Bahkan, kata dia, senjata yang dibeli jumlahnya hanya 500 pucuk, bukan 5.000 pucuk senjata seperti yang sudah disampaikan oleh Panglima TNI.
“Setelah saya tanyakan, saya cek kembali, tenyata ini berhubungan dengan pembelian 500 pucuk senjata buatan PT Pindad yang diperuntukkan bagi sekolah intelejen BIN dan bukan buatan luar negeri,” katanya.
Senjata itu juga dibeli oleh Badan Intelijen Negara (BIN) dan bukan institusi lain yang di luar kontrol Pemerintah dengan menggunakan APBN.
“Ini juga menggunakan anggaran APBN. Jadi bukan institusi lain yang di luar kontrol Pemerintah,” ungkap dia.(JAP/KOM)