Hukum

Secara Korporasi APL Berpeluang Ditersangkakan KPK

tmp_17471-1402647875-261641370
JURNAL123, JAKARTA.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menjerat korporasi Agung Podomoro Land dalam perkara suap pembahasan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, penyidik KPK sekarang ini masih mendalami indikasi keterlibatan korporasi selain mentersangkakan direksi yaitu Presdir Podomoro Ariesman Widjaja dan Personal Assistant Podomoro Trinanda Prihantoro, buntut operasi tangkap tangan yang turut menjerat politisi Partai Gerindra di DPRD DKI M Sanusi.
“Secara teori, korporasi dapat dimintai pertangungjawaban dalam perkara korupsi. Penyidik sedang mendalami keterlibatan korporasi dalam perkara ini,” kata Alexander, kepada SP, di Jakarta, Minggu (18/4) malam.
Alexander juga mengatakan terbuka bagi KPK menetapkan tersangka baru perorangan baik dari kalangan politisi maupun pengusaha dalam perkembangan penyidikan tersebut.
“Jika dalam penyidikan ditemukan keterlibatan pihak-pihak lainnya tidak tertutup kemungkinan ada tersangka baru,” ujarnya.
Sejak berdiri tahun 2003, KPK belum pernah menjerat korporasi. Padahal, dalam perkara korupsi yang ditangani lembaga penegak hukum lain sudah ada korporasi yang dijerat seperti korporasi PT Indosat Tbk dan PT Indosat Mega Media (IM2) yang dikenakan denda Rp 1,3 triliun namun eksekusinya oleh Kejaksaan Agung tidak jelas.
Pakar hukum Yenti Garnasih mendorong KPK mentersangkakan korporasi Podomoro untuk dimintai pertanggungjawaban pidana jika terdapat indikasi yang menunjukan adanya kejahatan korporasi.
Menurutnya, dengan mengklasifikasikan kasus suap tersebut sebagai kasus korupsi kelas kakap (grand corruption) maka, penanganan oleh KPK harus menyeluruh sekaligus menimbulkan efek jera khususnya bagi kalangan pengusaha yang dalam beberapa kasus terungkap aktif menyuap untuk kepentingan perusahaannya.
“Sepanjang penyuapan itu adalah keputusan rapat pengurus perusahaan seharusnya diterapkan pidana korporasinya. Pidananya mulai dari pemenjaraan pada pengurusnya dan juga sampai pada pidana korporasinya berupa denda sampai pencabutan izin usaha,” kata Yenti.
Yenti mengatakan, keterlibatan korporasi dalam perkara pidana dapat dilihat dari pelakunya.
“Korporasi bisa terlibat atau dikatakan terjadi kejahatan korporasi dilihat dari pelakunya, munculnya niat atau modus yang dilakukan oleh perseorangan atau atas nama pengurus dan untuk kepentingan korporasi,” tuturnya.
Kuasa hukum Ariesman, Ibnu Akhyat, tidak mau menanggapi ketika disinggung tindakan kliennya menyuap Sanusi Rp 2 miliar untuk kepentingan korporasi. Dia juga tidak berkomentar ketika ditanyai apakah dalam penyidikan perkara kliennya, KPK telah mengarah pada korporasi.
“Saya no comment mengenai hal itu,” kata Ibnu.(BES)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *