Ekonomi

Rupiah Pengaruhi BBM

tmp_13799-bbm1969652940

JURNAL123, JAKARTA.
Melorotnya nilai tukar Rupiah menjadi faktor utama pemicu kenaikan harga BBM bersubsidi. Terutama, jenis premium yang banyak digunakan konsumen.

Menurut pengamat migas, Komaidi Notonegoro, jika Rupiah terus anjlok, bukan tidak mungkin harga BBM bersubsidi jenis premium tembus Rp10.100 per liter.

“Jika Rupiah terus melemah sampai harga Rp15.000 per USD, harga keekonomian BBM akan berkisar di Rp10.100 per liter,” ucapnya seperti dilansir Okezone, Selasa (31/3/2015).

Dia juga mengatakan, asumsi biaya-biaya yang lain seperti distribusi dan margin SPBU juga memiliki pengaruh atas kenaikan harga BBM nantinya.

“Dengan keadaan seperti ini, masyarakat akan terus tertekan terhadap kebijakan pemerintah dalam menentukan harga BBM akan terus naik,” tuturnya.

Seperti diketahui, harga BBM jenis premium di Jawa-Madura-Bali naik sebesar Rp500 per liter dari Rp6.900 menjadi Rp7.400 per liter. Untuk wilayah yang sama, harga BBM bersubsidi solar naik sebesar Rp500 per liter dari Rp6.400 menjadi Rp 6.900 per liter.

Harga premium di luar Jawa-Madura-Bali lebih murah Rp100 per liter, sedangkan solar sama untuk semua wilayah. Kebijakan ini diambil dengan pertimbangan fluktuasi harga rata-rata minyak global dan melemahnya Rupiah terhadap dolar.

Pemerintah Disebut Ambil Untung dari Kenaikan Harga BBM

Kenaikan harga BBM subsidi menuai pro dan kontra. Pengamat ekonomi Gunawan Benjamin menuturkan, seharusnya harga premium cs tak perlu naik sebesar itu. Dengan kenaikan ini, maka pemerintah pun mereguk keuntungan dari penjualan BBM.

“Saya menilai dengan level Rupiah Rp13.000 hingga Rp13.100 dan harga minyak mentah dunia yang berada di kisaran USD50 per barel, maka sebenarnya harga keekonomian BBM itu masih di kisaran Rp6.500 per liter,”sebutnya kepada Okezone di Medan.

Gunawan mengatakan, pemerintah diuntungkan dengan kenaikan harga BBM saat ini. Pemerintah bukan hanya tidak mensubsidi, lebih dari itu pemerintah mendapatkan untung dari menjual harga BBM. Yang disesalkan adalah tidak adanya transparansi dalam penentuan harga BBM tersebut.

“Jika pemerintah berani memberikan hitung-hitungan rinci kenaikan harga BBM, maka kita tidak akan mengalami kesulitan dalam memperkirakan kenaikan atau penurunan harga BBM ke depan. Sementara itu, dalam jangka pendek saya masih menilai Rupiah akan terus berkonsolidasi di kisaran Rp13.000 atau dalam rentang Rp13.000 hingga Rp13.150 di pekan ini,” tutupnya.

Dia menyebutkan, kenaikan harga BBM diharapkan mampu mendongkrak kinerja mata uang Rupiah. Pada dasarnya kenaikan harga BBM akan membuat konsumsi BBM di dalam negeri mengalami penurunan. Hal ini seharusnya yang menjadi tolak ukur untuk perhitungan neraca perdagangan. Dengan kenaikan harga BBM tersebut tentunya neraca perdagangan akan lebih mudah dikendalikan, khususnya diarahkan agar tetap surplus.

“Sayangnya Rupiah tetap melemah. Di akhir pekan kemarin Rupiah sempat diperdagangkan di 13.065 di sesi penutupan. Namun menjelang sesi penutupan (kemarin), Rupiah diperdagangkan di kisaran level Rp13.085 hingga Rp13.115. Kinerja Rupiah kembali memburuk dan diperdagangkan di atas Rp13.100,” ujar dia.

Sentimen eksternal serta kekhawatiran mengenai jadwal pembayaran utang menurut Gunawan, telah membayang-bayangi nilai tukar rupiah. Kenaikan harga BBM sekalipun menjadi tanda pengendalian neraca perdagangan yang lebih terkendali tetap menuai masalah.(OKE)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *