Nusantara

Yogyakarta Darurat Narkoba

tmp_4237-Daerah-Istimewa-Yogyakarta-564863067

YOGYAKARTA, JURNAL123.
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Nasional Anti Narkotika (GRANAT) DIY menyebutkan bahwa Yogyakarta dalam kondisi darurat narkoba. Salah satu penyebabnya yakni dengan semakin banyaknya jumlah pengguna barang terlarang tersebut.

“Bahaya peredaran narkoba di DIY sudah sangat marak dan tak main-main. Bisa dikatakan provinsi ini memang darurat narkoba,” tegas Ketua Umum DPD GRANAT DIY, Ryan H Nugroho, Senin (2/2).

Apa yang disampaikan Ryan beralasan. Sebab, dalam catatan DPD GRANAT DIY terjadi peningkatan jumlah pengguna setiap tahunnya dimana untuk kurun waktu dua tahun (2013-2014) silam tercatat seratus ribu pengguna narkoba ada di DIY dari total sekitar 2 juta penduduk yang tinggal di provinsi ini.

“Untuk prevelensinya naik menjadi 3,8 persen per jumlah penduduk DIY. Ini naik karena 2012 saja kami cata prevelensinya baru kisaran 2,6 persen atau sekitar 70 ribu pemakai. Padahal tahun-tahun sebelumnya ada di bawah itu,” tutur dia.

DPD GRANAT DIY, ungkap Ryan, menganggap naiknya jumlah pengguna narkoba di DIY tidak terlepas dari membaiknya tingkat perekonomian masyarakat. Untuk segmen penggunanya pun, kenaikan tersebut sangat terasa sekali untuk kalangan mahasiswa. Bahkan membaiknya tingkat perekonomian juga dapat dilihat dari jenis narkoba yang dikonsumsi pengguna saat ini.

“DIY itu kota pelajar dan banyak sekolah serta perguruan tinggi. Mahasiswa luar daerah yang ngekos di sini mendapatkan kiriman uang dalam jumlah besar, sementara keluarga mereka di daerah tidak tahu uang itu digunakan untuk apa saja. Nah, ketika mahasiswa itu menjadi pengguna narkoba, dahulu awalnya mereka memakai ganja tapi karena uang kiriman bertambah maka yang dikonsumi berubah menjadi mofrin atau heroin yang harganya jauh lebih mahal,” papar Ryan.

Melihat kondisi tersebut, DPD GRANAT DIY pun tak tinggal diam. Sejumlah langkah aksi dilakukan salah satunya lewat sosialisasi dan pelatihan-pelatihan.

“Dahulu kami menyasar untuk sosialisasi ke person to person. Saat ini kami ubah ke komunitas dan ormas-ormas yang menjadi sasaran edukasi,” tandas pria yang juga seorang advokat tersebut.

Sumber : Suara Merdeka Online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *