Nusantara

Lampung Ketiga Tertinggi Pelanggaran HAM Sesudah Papua-Maluku

tmp_7226-bandar-lampung-20141015-083055818116599

BANDARLAMPUNG, JURNAL123.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menganggap Provinsi Lampung perlu mendapatkan perhatian serius karena sering terjadi konflik horizontal.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Internal Komnas HAM Ansori Sinungan kepada Kompas.com, Senin (9/2/2015). Ansori menyebutkan, ada tiga provinsi yang mendapat perhatian khusus karena rawan konflik, yakni Papua, Maluku dan Lampung.

“Kami melihat Lampung belakangan sering sekali terjadi konflik. Hampir setiap tahun ada saja kejadian yang rata-rata dipicu oleh persoalan sepele,” kata Ansori.

Terkait konflik yang terjadi di Progolinggo, Lampung Timur, tim Komnas HAM sedang melakukan investigasi.

“Kami melihat persoalannya sederhana dan ini melibatkan anak di bawah umur. Semestinya tidak boleh mendapat perlakuan hukum seperti orang dewasa,” ujar dia.

Memang, kata Ansori, konflik tersebut tidak sampai menimbulkan korban jiwa, namun tetap perlu mendapatkan penanganan serius. Karena itu, Komnas HAM membentuk tim percepatan penanganan konflik horizontal. Salah satu rekomendasi Komnas HAM adalah agar pemerintah setempat memberi perhatian yang sama antara penduduk pendatang dengan masyarakat pribumi.

“Desa penyerang kalau saya lihat merupakan desa tua dan miskin, di sana minim sekali penerangan. Itulah yang menimbulkan kecemburuan sosial,” papar Ansori.

Komnas HAM juga memperingatkan polisi untuk tidak mudah menembak masyarakat.

“Soal penembakan aparat kepolisian dalam konflik kemarin saya melihat masih pada tahapan yang wajar karena massa yang tidak dapat dibendung lagi,” katanya lagi.

Sebelumnya, terjadi penyerangan di Desa Tamanasri, Kecamatan Progolinggo, Kabupaten Lampung Timur hingga terjadi perusakan rumah akibat amuk massa. Sampai saat ini, warga Desa Tamanasri masih dijaga ketat anggota TNI dan kepolisian saat akan melakukan aktivitas perkebunan dan pertanian.

Kapenrem 043 Gatam Mayor Inf Prabowo mengatakan, warga masih trauma pasca-kejadian itu. Mereka ingin selalu mendapat kepastian kemanan dari aparat.

“Kami mengawal mereka ke lokasi aktivitas bekerja dan aktivitas sekolah sampai kondisi benar-benar kondusif,” kata dia.

Penyerangan itu bermula dari tindakan pencurian empat orang pemuda dari Gunungnabung, Lampung Timur. Pencurian itu diketahui petugas satpam pasar Tamanasri dan memicu massa untuk main hakim sendiri karena kesal sering terjadi pencurian di sana.(KOM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *