Program BPJS Kesehatan Semrawut
JAKARTA, JURNAL123.
Anggaran yang dikucurkan negara untuk program ini sangat besar sehingga tidak boleh ada cerita layanan kesehatan buruk.
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menarik banyak peserta. Namun, berbagai persoalan, mulai dari pendataan kepesertaan hingga infrastruktur medis, menjadi pekerjaan rumah besar yang perlu diselesaikan.
Bayu Sulaksono, warga Pamulang, Tangerang, Banten, misalnya merasakan kesulitan mengurus BPJS. Kesulitan dialami Bayu dari mulai mengurus administrasi di tahap awal, yaitu di puskesmas. “Antreannya panjang karena banyak orang mengurus BPJS. Ribet. Saya datang dari subuh untuk daftar, eh pas dapat giliran, orang puskemas bilang dokternya sudah mau pulang,” keluh Bayu yang mengurus BPJS untuk keperluan istrinya yang sedang sakit, saat berbincang dengan SH di Jakarta, dua pekan lalu.
Masalah yang harus dihadapi Bayu tidak hanya saat di puskesmas. Ketika surat rujukan dari puskemas sudah diterima, Bayu pun harus menghadapi persoalan lain. Pihak rumah sakit yang tidak jauh dari tempat tinggalnya menyatakan, istrinya belum dapat dirawat karena belum ada dokter dan tempat. “Sudah dua bulan menunggu nih. Rumah sakit bilang belum ada dokter. Padahal, dokter spesialis di rumah sakit itu yang memeriksa istri bilang, istri saya harus segera dioperasi,” tuturnya.
Bukan hanya Bayu, yang tinggal dekat dari Ibu Kota, yang merasakan kendala dan kerumitan saat mengurus BPJS. Hal itu disampaikan Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar. Ia mengatakan, masih banyak warga peserta BPJS tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. “Alasannya macam-macam, di antaranya kamar penuh, tapi ketika dicek banyak yang kosong,” ujar Timboel.
Ia menyebutkan, pemerintah harus tegas kepada lembaga-lembaga layanan kesehatan yang bekerja sama untuk program BPJS agar tidak mengabaikan pasien. Anggaran yang dikucurkan negara untuk program ini sangat besar sehingga tidak boleh ada cerita layanan kesehatan buruk.
Pasien Membeludak
Sejak pemerintah memerintahkan seluruh warga negara, termasuk yang bukan pegawai pemerintah, harus mengikuti BPJS, loket antrean pendaftaran selalu padat. Penyebabnya itu tadi, bukan hanya warga miskin yang menerima bantuan iuran, melainkan juga warga yang berkecukupan secara keuangan wajib ikut BPJS.
Alhasil, rumah sakit-rumah sakit yang bekerja sama dalam program ini kebanjiran pasien BPJS setiap hari. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Hasan Sadikin di Bandung, Jawa Barat, Ayi Djembarsari mengatakan, setiap hari tempatnya selalu kedatangan banyak pasien BPJS.
Ayi memaparkan, warga berbondong-bondong mendatangi RSUP Hasan Sadikin sejak ada program JKN. Namun, setelah pemerintahan saat ini menyosialisasikan program Kartu Indonesia Sehat (KIS), jumlah pasien yang datang semakin meningkat.
“Kunjungan rawat jalan meningkat karena sosialisasi KIS,” ujar Ayi, lebih dari dua pekan lalu, saat menerima kedatangan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani. Sang menteri datang ke RSUP Hasan Sadikin untuk mengecek kesiapan rumah sakit.
KIS adalah program kesehatan yang diluncurkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk menggantikan JKN yang diluncurkan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Selain KIS, pemerintah mengeluarkan program lain, di antaranya Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Setiap bulan, Ayi menjabarkan, RSUP Hasan Sadikin menerima 17.870 pasien yang merupakan pasien BPJS non-penerima bantuan iuran (PBI). Sementara itu, pasien BPJS PBI yang datang ke rumah sakit itu mencapai 4.839 pasien setiap bulan.
Dalam program BPJS, pemerintah membagi dua kategori peserta. Warga miskin dan tidak mampu yang iurannya ditanggung pemerintah masuk kategori pasien BPJS PBI. Warga yang dianggap mampu masuk kategori pasien BPJS non-PBI sehingga iurannya tidak ditanggung pemerintah
Hingga kini, jumlah peserta BPJS masih terus bertambah setiap hari. Direktur Kepesertaan dan Pemasaran BPJS, Sri Endang Tidarwati Wahyuningsih menyebutkan, jumlah peserta BPJS hingga November 2014 lebih dari 131 juta orang atau tepatnya 131.115.543 jiwa. Jumlah itu bertambah lebih dari 5 juta orang hanya dalam waktu sebulan.
Sebelumnya, Direktur Hukum, Komunikasi, dan Hubungan Antarlembaga BPJS, Purnawarman Basundoro mengatakan, jumlah peserta BPJS pada 8 Agustus 2014 sudah lebih dari 126 juta orang atau tepatnya 126.487.166 jiwa.
Tidak Siap
Pemerintah seperti tidak menyiapkan diri secara matang sebelum program BPJS ini diluncurkan pertama kali oleh mantan Presiden SBY pada 31 Desember 2013. Akibatnya saat ini, ketika pasien membeludak, fasilitas dan tenaga medis kelimpungan menghadapinya.
Dengan jumlah pasien yang membeludak, Ayi mengungkapkan, rumah sakit kerepotan menerima gelombang pasien, terutama peserta BPJS. RSUP Hasan Sadikin yang dimiliki pemerintah ini hanya memiliki 996 tempat tidur, 20 pelayan medis spesialistik, dan 133 pelayanan medis subspesialistik.
“Dari total pasien yang datang, 80 persen adalah pasien JKN atau KIS. Sebanyak 90 persen kamar di sini adalah kelas III. Kamar intensif seharusnya 10 persen dari jumlah tempat tidur, tapi kami belum sampai. Kapasitas kami sangat terbatas,” ucap Ayi.
Hingga 7 Januari 2015, Ayi menyatakan, ada 1.000 lebih pasien yang sudah menunggu antrean untuk mendapatkan pelayanan rawat inap di RSUP Hasan Sadikin. Ia berharap pemerintah turut memikirkan peningkatan fasilitas dan tenaga kesehatan untuk melayani peserta BPJS.
Masih banyaknya kekurangan dalam pelaksanaan program BPJS ini diakui Puan. Itu alasannya pemerintah fokus meningkatkan pelayanan kesehatan sebelum program kesehatan yang pada masa mendatang disalurkan lewat program KIS dijalankan.
Saat ini, Puan menyebutkan, pemerintah sedang menyiapkan anggaran yang akan disuntikkan ke rumah sakit-rumah sakit dan untuk pembangunan sekitar 5.000 puskesmas. “Pelayanan kesehatan harus maksimal diberikan hingga ke tingkat desa,” ujar Puan.
Menurutnya, pelayanan kesehatan sama pentingnya dengan pendidikan dan sektor-sektor lain. Membangun layanan kesehatan, Puan melanjutkan, sama penting dengan membangun kedaulatan pangan.
Ia pun menekankan pentingnya keberadaan tenaga medis. “Kalau tidak ada petugasnya, bagaimana memberikan pelayanan yang terbaik dan maksimal?” kata Puan.
Timboel menyatakan, pelaksanaan BPJS harus terus-menerus diawasi supaya tidak ada satu pun warga yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan pada masa mendatang. Bahkan kalau perlu, Timboel menyarankan, BPJS menempatkan personelnya di setiap badan atau lembaga kesehatan yang memberikan layanan kepada peserta BPJS. Dengan demikian, peserta BPJS bisa menyampaikan keluhan secara langsung dan bisa ditangani secara cepat.
Sumber : Sinar Harapan