HIV Sebabkan Kepunahan Marga di Papua
NABIRE, JURNAL123.
Peredaran minuman keras dan HIV-AIDS menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan hidup orang asli Papua, khususnya di lima Kabupaten di wilayah adat Meepago. Yakni Kabupaten Nabire, Dogiyai, Deiyai, Paniai dan Intan Jaya. Pasalnya, akibat miras dan HIV, saat ini sudah ada puluhan marga dari sejumlah suku yang ada di wilayah adat Meepago yang punah.
Menurut Pastor Nato Gobay, Pr laporan yang diterimanya dari masyarakat saat ini sudah ada 45 marga dari sejumlah suku di wilayah adat Meepago yang sudah punah dari bumi Papua. Hanya saja, dirinya tidak hafal semua marga suku yang sudah punah tersebut, beberapa yang masih diingatnya antara marga Maihago, Detanago, Kupii, Donei, Nidato dan Pitiya.
“Memang ada 45 marga di wilayah adat Meepago yang sudah punah. Orang-orang dari marga atau suku ini sudah tidak bisa kita temukan lagi di Papua,”ungkap Pastor Nato Gobai kepada Cenderawasih Pos, Senin (17/11).
Diakui pastor Nato Gobay, bahwa punahnya puluhan marga ini memang disebabkan karena berbagai faktor penyebab, baik karena sakit, bencana atau pun musibah yang lain. Namun dari sejumlah faktor penyebab tersebut, yang paling besar memberikan kontribusi bagi musnahnya puluhan marga tersebut, karena pengaruh minuman keras dan penyakit HIV-AIDS yang hingga kini belum ada obatnya.
Menurutnya, peredaran minuman keras di masyarakat saat ini memang menjadi pemicu berbagai persoalan di tengah masyarakat, mulai dari terjadinya hubungan seks bebas, tindakan kriminalitas mulai dari pemerkosaan, penganiayaan hingga pembunuhan. Bahkan, selain minuman keras bermerk, masyarakat sudah banyak yang minum minuman keras oplosan dari alkhohol murni.
Hal ini yang sering menyebabkan, kematian massal bagi masyarakat yang mengkomsumsinya. Pasalnya, saat minum miras bermerk atau produksi pabrik, sudah tidak mempan lagi untuk membuat mabuk para peminumnya, sehingga mereka mecampur sendiri minuman keras ini dari berbagai bahan minuman. “Bahkan, saya juga menyimpan barang bukti minuman keras yang diproduksi di Nabire ini. Nanti akan saya tunjukkan kepada semua pihak, agar miras ini terus diberantas,”ujarnya.
Sebab, Miras ini juga menjadi pintu masuknya penyebaran HIV-AIDS di tengah masyarakat, terutama di wilayah adat Meepago ini. Sebab, bila sudah tidak terkontrol atau mabuk miras, banyak yang terjadi hubungan seks bebas di masyarakat.
Oleh karena itu, berdasarkan keprihatinan terhadap kondisi orang asli Papua, khususnya di wilayah adat Meepago ini, pihaknya menggelar Musyawarah Besar (Mubes) Pencegahan HIV-AIDS dan penanggulangan minuman keras/beralkohol di lima Kabupaten yang ada di wilayah adat Meepago Provinsi Papua, yang dipusatkan di Gereja Katolik Kristus Raja di Siriwini Nabire.
Pastor Nato Gobay yang juga Ketua Panitia Pelaksana Mubes ini lebih lanjut mengungkapkan bahwa dalam kegiatan Mubes yang berlangsung selama empat hari ini, 17-20 November, pihaknya mengundang sekitar 1.125 orang peserta yang terdiri dari berbagai perwakilan komponen masyarakat dari lima kabupaten di wilayah adat Meepago. Mulai dari kalangan aparat pemerintah, DPRD, tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh masyarakat, tokoh adat, guru, mahasiswa, pelajar hingga para petugas kesehatan serta paguyuban/kerukunan keluarga yang ada.
Menyikapi berbagai persoalan akibat peredaran minuman keras dan penyebaran HIV-AIDS ini, menurut Pastor Nato Gobay, sikap prihatin saja tidak cukup. Perlu ada tindakan nyata di tengah masyarakat dengan melibatkan semua pihak untuk sama-sama memberantas minuman keras dan menanggulangi penyebaran HIV-AIDS. Pertemuan akbar dalam Mubes yang dihadiri perwakilan lima kabupaten di wilayah pengunungan tengah bagian barat ini, diharapkan bisa menjadi titik balik atau awal kebangkitan kepedulian semua pihak untuk memberantas peredaran Miras dan HIV-AIDS.
“Kami ingin ada tindakan nyata di tengah masyarakat, untuk memberantas minuman keras dan menanggulangi penyebaran HIV-AIDS ini,”tandas Pastor Nato Gobay.
Sementara itu, Gubernur Papua Lukas Enembe, SIP, MH saat membuka kegiatan Mubes ini mengungkapkan bahwa musyawarah besar yang melibatkan banyak peserta dari lima kabuapten di wilayah adat mee ini, harus benar-benar ada implementasi nyata di masyarakat. Yakni, kepedulian dan komitmen bersama untuk memberantas peredaran minuman keras dan penanggulangan HIV-AIDS di tengah masyarakat.
“Kalau nihil, tidak ada langkah nyata dalam pelaksanaannya di masyarakat, sama saja dengan bohong. Harus ada komitmen bersama untuk mendukung pemberantasan miras dan HIV-AIDS ini,”ujar Gubernur Lukas Enembe.
Gubernur mengajak, agar semua pihak sepakat untuk bersama-sama memberantas penyakit masyarakat, untuk mewujudkan sumber daya manusia Papua yang berkualitas dan mampu bersaing dengan daerah lain. Gubernur juga minta agar lima bupati yang ada di wilayah adat Meepago ini ini bersatu dan bersama-sama memberantas Miras dan HIV-AIDS yang ada di wilayahnya.
“Ancaman serius dari peredaran miras dan penyebaran HIV-AIDS di Papua ini harus menjadi bahan evaluasi semua pihak, baik dari pemerintah, DPR para tokoh gereja, tokoh masyarakat di Papua. Sebab, kalau ini tidak kita seriusi, masyarakat asli Papua bisa menjadi minoritas di negerinya sendiri,”ujar Gubernur.
Dalam kesempatan membuka kegiatan kemarin, Gubernur Lukas Enembe sekaligus juga menyampaikan materi tentang kebijakan Gubernur Papua dalam pemberantasan Miras dan Penanggulangan HIV-AIDS di Papua. Menurut Gubernur, saat ini angka prevalensi HIV-AIDS di Papua mencapai 2,3 %. Dimana HIV-AIDS ini paling banyak terjadi di kalangan usia produktif mulai dari 17-49 tahun. Secara keseluruhan hingga tahun 2014 ini, angka HIV-AIDS di Papua sudah mencapai 17.639 kasus. Dimana 6.579 diantaranya adalah kasus HIV dan 11.060 kasus AIDS.
“Dari sejumlah kasus tersebut, untuk wilayah adat Meepago, diperkirakan ada 6.964 kasus, dan kemungkinan lebih besar lagi. Sebab, penyebarannya 95 persen terjadi lewat hubungan seks bebas,”terang Gubernur yang prihatin karena HIV-AIDS ini juga sudah merambah kalangan ibu rumah tangga maupun remaja.
Terkait dengan peredaran minuman keras dan penyebaran HIV-AIDS ini, Gubernur menegaskan bahwa sikap pemerintah provinsi di bawah kepemimpinannya sudah jelas, yakni menganggap kedua hal tersebut menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan masyarakat asli Papua. Oleh karena itu, pihaknya sangat mendukung kegiatan Mubes yang digelar masyarakat adat di wilayah Meepago ini, yang diharapkan bisa memutus mata rantai penyebaran HIV-AIDS. “Bila ini gagal dilaksanakan di masyarakat, maka bisa menyebabkan kematian massal bagi orang Papua,”tandasnya.
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Papua serius untuk menanggulangan penyebaran HIV-AIDS, salah satunya diwujudkan dengan memberikan alokasi dana yang cukup besar untuk penanggulangan HIV-AIDS di tengah masyarakat. Sejumlah pimpinan kepala daerah di Papua saat ini juga sudah dijabat orang asli Papua. Bahkan untuk wilayah adat di Meepago ini, sejak tahun 2012 lalu, besarnya anggaran yang diberikan sudah mencapai sekitar Rp 125 Miliar, belum lagi untuk rumah sakit dan puskesmas.
“Selain itu, kami juga sedang menyiapkan Raperdasus tentang kesehatan, yang saat ini prosesnya sudah sampai di Kementrian Dalam Negeri untu dilakukan evaluasi,”ujarnya.
Lanjut Gubernur Lukas, pemerintah provinsi sudah memberikan sejumlah kebijakan untuk menanggulangan HIV-AIDS di Papua. Oleh karena itu, Gubernur berpesan kepada seluruh orang muda dan remaja di wilayah adat Meepago utnuk bisa mengendalikan diri, dengan menghindari diri dari minuman keras, hubungan seks bebas, penyalahgunaan narkoba agar terhindar dari HIV.
“Narkoba saat ini juga sudah mulai masuk di Papua, termasuk di Meepago. Oleh karena itu, jangan sekali-kali mengunakan barang (narkoba.red) yang jelas-jelas sudah dilarang,”pungkas Gubernur.
Dalam kegiatan Mubes pencegahan HIV-AIDS dan penanggulangan minuman beralkohol/miras kemarin, juga ditandai dengan pemusnahan minuman keras secara simbolis oleh masyarakat adat. Penandantangan kesefakatan bersama dari lima bupati di wilayah adat Meepago untuk pemberantasan Miras dan penanggulangan HIV-AIDS. Selain itu, Gubernur Papua Lukas Enembe juga meresmikan Sekretariat Lembaga Pelayanan dan Perlindungan Masyarakat di Wilayah Adat Meepago dari Bahaya Miras, HIV-AIDS dan Narkoba Provinsi Papua.(CPO)