Kamis, April 18, 2024
spot_img
BerandaHukumDibebaskan Pengadilan dan Dituding Mendapat Perlakuan Khusus Hakim, Henry Surya Kembali Jadi...

Dibebaskan Pengadilan dan Dituding Mendapat Perlakuan Khusus Hakim, Henry Surya Kembali Jadi Tersangka Kasus Indosurya

Jurnal123.com || Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri kembali menetapkan bos Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, Henry Surya, sebagai tersangka. Henry Surya terancam pidana hingga 20 tahun penjara.”Ini untuk Pasal 263 (KUHP) ancaman hukumannya 6 tahun. Pasal 266 (KUHP) 7 tahun, jika dipenuhi dengan Pasal TPPU bisa 20 tahun ancamannya sesuai dengan undang-undang,” kata Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Whisnu Hermawan kepada wartawan dalam konferensi pers, Kamis (16/3/2023) kemarin.

Kasus penipuan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya kini memasuki babak baru. Pendiri koperasi itu, Henry Surya (HS) ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan dokumen dan pencucian uang. Henry Surya juga kembali mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri untuk 20 hari ke depan sejak 15 Maret 2023.

Henry Surya dijerat tindak pidana pemalsuan dan/atau tindak pidana menempatkan keterangan yang tidak sebenarnya dalam akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) dan (2) dan atau pasal 266 ayat (1) dan (2) KUHP.

Serta, dijerat Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Sebagaimana diketahui, Henry Surya bersama rekannya, June Indria dan Suwito Ayub sebelumnya telah ditetapkan dalam kasus penipuan dan penggelapan dana nasabah KSP Indosurya.

Mereka saat itu dijerat Pasal 372 dan 378 KUHP serta Pasal 46 Undang-Undang Perbankan karena melakukan penggelapan dana nasabah KSP Indosurya.

Namun, dalam proses persidangan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) berpandangan bahwa tindakan yang dilakukan Henry bukan perkara pidana, melainkan perdata. Sidang dipimpin oleh Syafrudin Ainor Rafiek sebagai ketua serta Eko Aryanto dan Sri Hartati masing-masing sebagai anggota.

Hakim pun memvonis lepas Henry Surya. Selain itu, terdakwa June Indria juga mendapat vonis bebas. Sedangkan Suwito masih menjadi buronan.

Dalam kasus baru ini, Henry Surya diduga melakukan pemalsuan dokumen terkait pendirian koperasi, yakni KSP Indosurya.

Whisnu mengatakan, proses pendirian koperasi itu memang memiliki dasar di Kementerian Koperasi (Kemenkop) UMKM. Tetapi salah satu dasar pendirian koperasi, yakni berita acara keterangan, dipalsukan.

“Di sini, pada 2012, Direktur Indonesia Finance HS seolah-oleh mendirikan koperasi, dasarnya adalah berita acara keterangan, dia buat berita acara seolah-olah benar. Jadi kita, kalau kita membuat koperasi kan ada berita acara rapat pendirian koperasi dia tidak datang, seolah-seolah ada tapi tidak ada,” kata Wishnu.

Menurut Whisnu, saat proses pendirian KSP Indosurya, pihak Kemenkop UMKM memang menerima berkas soal pendirian.

Namun, pihak Kemenkop UMKM tidak memiliki kewenangan mendalami dokumen pendirian koperasi itu.”Jadi kan dari Kemenkop hanya menerima saja berkasnya saja, dia tak bisa mendalami isinya apa. Yang bisa mendalami adalah kami yang mendalami dari mulai awalnya mendalami ternyata masuk semuanya, kita sudah periksa saksinya nanti kita dalami lagi,” kata Whisnu.

Terpisah, Kepala Sub-Direktorat (Kasubdit) III Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Robertus Yohanes De Deo juga mengatakan, ada pemalsuan tanda tangan dalam dokumen terkait pendirian koperasi.

Kemudian, tanda tangan tersebut dijadikan syarat mendirikan KSP Indosurya.”Sekarang ini kita mempersoalkan proses pendirian koperasi yang cacat hukum, cacat hukumnya di mana? Yang menggunakan berita acara, dokumen yang diduga isinya fiktif,” kata De Deo.

Dalam proses penyidikan kasus pemalsuan dokumen dan TPPU itu, polisi pun tengah menelusuri aset senilai Rp 3 triliun terkait KSP Indosurya.

Whisnu mengungkapkan, penelusuran dugaan aset itu dilakukan bersama pihak Kejaksaan dan PPATK. Adapun dugaan aset Rp 3 triliun itu di antaranya uang dan bangunan.

“Kami pun lagi mengedepankan aset-aset, dan hasil koordinasi kami dengan teman-teman jaksa pun kita dan bisa menilai mendapatkan dugaan kurang lebih 3 triliun aset yang akan kita kejar kembali,” ujar Whisnu.

Ia menegaskan bahwa akan terus mendalami dan mencari aset lain terkait Indosurya yang masih belum terdeteksi penyidik.

Selain itu, Whisnu juga menyampaikan pihaknya masih mendalami soal dugaan adanya 23 perusahaan cangkang yang diduga digunakan Henry sebagai alat cuci uang.

“Ada 23 perusahaan cangkang yang masih kita lakukan pendalaman, yang kurang lebih Rp 15,9 triliun yang tengah kita dalami,” kata Wishnu.
Potensi tersangka lainnya

Setelah menetapkan Henry sebagai tersangka lagi, Polri juga masih mendalami adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus pemalsuan dokumen.

Sebab, menurut Whisnu, perihal pemalsuan dokumen tidak mungkin dilakukan sendirian atau melibatkan pihak lain.

Whisnu mengatakan, saat ini penyidik juga tengah membidik beberapa orang lain yang ikut membantu Henry memalsukan dokumen.”Untuk perkara yang ini, penyidik baru menentukan satu tersangka. Tapi tidak menutup kemungkinan ada beberapa tersangka lainnya,” ujar Whisnu.

Salah satu korban dari kasus penipuan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, Himawan Nyotoatmodjo (65) berharap nantinya Henry dapat diadili oleh majelis hakim yang benar-benar memikirkan rasa keadilan rakyat.

Himawan sendiri merupakan salah satu korban yang tertipu sekitar Rp 4,1 miliar. Selain dirinya, kakaknya juga menjadi korban dan merugi Rp 2,6 miliar.

Sebab, menurutnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) terkesan memberikan perlakukan khusus kepada Henry dalam persidangan awal yang terkait penipuan dan penggelapan dana nasabah.

“Harapan saya dalam penangkapan ini, dia mendapatkan majelias hakim yang benar-benar bela keadilan dengan masyarakat yang udah banyak korban begini banyak,” kata Himawan kepada saat ditemui di Gedung Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Kamis (17/3/2023).

Ia berpandangan, selama persidangan itu, Henry Surya mendapat banyak perlakukan khusus dari hakim. Hakim juga terkesan membela dan melindungi terdakwa Henry Surya. Himawan pun mencontohkan salah satu perlindungan yang dimaksudkannya adalah saat Henry Surya menjalani sidang secara virtual.

Ia lantas membandingkan proses persidangan terhadap Mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo yang dihadirkan secara langsung di lokasi.

“Buat sebagai perbandingannya saja, sedangkan Pak Irjen Ferdy Sambo aja bisa dihadirkan. Siapa dia kalau enggak karena kekuatan uang. Sudahlah itu sudah kelihatan. Orang bodoh pun mengerti ada apa dibalik ini semua,” ujarnya.

Untuk perkara terdakwa Henry Surya dipimpin oleh Syafrudin Ainor Rafiek sebagai ketua serta Eko Aryanto dan Sri Hartati masing-masing sebagai anggota.

Hakim Syafrudin lahir di Sumenep, Jawa Timur pada 7 April 1959. Ia hakim dengan golongan IV/d. Syafrudin pernah bertugas di PN Sidoarjo, Jawa Timur. Ia juga sempat berdinas di PN Jakarta Timur. Syafrudin saat itu menjabat hakim pengawas bidang hukum dan kearsipan hingga humas PN Jakarta Timur.

Selama bertugas di PN Jakarta Barat, Syafrudin pernah menangani kasus yang menyita perhatian publik, yakni kasus mafia tanah yang menjerat Riri Khasmita dan Edrianto, mantan asisten rumah tangga ibunda Nirina Zubir. Dalam kasus itu, Syafrudin memvonis dua terdakwa itu dengan hukuman penjara selama 13 tahun. Keduanya dinyatakan bersalah atas kasus tindak pidana pemalsuan surat dan pencucian uang.

Kemudian hakim Eko Aryanto lahir di Malang, Jawa Timur pada 25 Mei 1968. Ia merupakan PNS golongan IV/d. Eko pernah menjabat sebagai Ketua PN Tulungagung 2017. Sebagai hakim PN Jakarta Barat, Eko pernah menangani perkara anak buah John Kei, Bukon Koko Bukubun, dan Yeremias Farfarhukubun terkait tewasnya Yustus Corwing Rahakbau alias Erwin. Eko juga bertugas sebagai humas PN Jakbar.

Selanjutnya hakim Sri Hartati lahir di Tanah Datar, Sumatera Barat, pada 12 September 1961. Ia merupakan hakim dengan golongan IV/c. Hakim Sri juga dikenal sebagai seorang Mediator Bisnis dan Keluarga. Ia pernah menjadi Ketua Pengadilan Agama Simalungun.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Benny K Harman melayangkan kritik keras terhadap majelis hakim yang melepas dua terdakwa kasus penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Henry Surya dan June Indria. Benny tak habis pikur dengan vonis lepas terhadap dua terdakwa.

Bahkan, Benny menduga majelis hakim dalam perkara ini sudah masuk angin.”Parah hukum di negeri ini. Menurut saya kuat dugaan majelis hakim yang menangani perkara ini sudah ‘masuk angin’ mengingat jumlah dana yang digelapkan begitu fantastis, triliunan,” ujar Benny dalam keterangannya, Kamis (26/1/2023).

Namun Benny tak menjelaskan lebih jauh maksud dari masuk angin ini. Meski demikian Benny menyebut sudah banyak kasus penggelapan dana oleh sebuah lembaga keuangan yang berujung pada kekecewaan nasabah. Menurutnya, hukum lebih melindungi pemilik modal daripada nasabah.”Sudah banyak kasus serupa ini yang berujung pada kekecewaan nasabah. Hukum lebih melindungi pemilik modal daripada nasabah,” kata dia.

Benny mendorong Komisi Yudisial (KY) memeriksa putusan hakim dalam perkara tersebut. Menurut Politikus Partai Demokrat itu, jika ada kejanggalan maka patut diduga dalam kasus tersebut ada intervensi dari luar.”Eksaminasi bisa segera dilakukan. KY sebaiknya jangan diam, tunjukkan bahwa negara hadir, negara melindungi yang lemah, negara menghadirkan keadilan untuk warganya,” imbuh Benny.

Putusan PN Jakarta Barat yang memvonis bebas tersangka Henry Surya yang diduga mengakibatkan kerugian senilai 106 triliun memang sangat mencengangkan. Majelis Hakim menilai perkara kerugian tersebut merupakan perkara perdata bukan pidana.***Jimmy Endey

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_img

Most Popular

Recent Comments