EditorialOpini

Catatan Peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia

Meski Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah menetapkan 3 Mei sebagai Hari Kebebasan Pers Sedunia atai atau World Press Freedom Day (WPFD) namun sepertinya baru sebatas slogan peringatan monumental semata yang jauh makna hakiki sebenarnya.

Berdasarkan Universal Declaration of Human Rights 1948 pasal 19, ditetapkannya Hari Kebebasan Pers Sedunia bertujuan untuk menghormati kebebasan pers dan mengingatkan pemerintah akan tugas mereka untuk menghormati dan mematuhi hak atas kebebasan berekspresi.

Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa pada bulan Desember 1993 memproklamirkan Hari Kebebasan Pers Sedunia. Keputusan ini mengikuti rekomendasi Konferensi Umum UNESCO.

Hari 3 Mei ini juga ditandai dengan penandatanganan Deklarasi Windhoek, sebuah pernyataan prinsip pers bebas yang disatukan oleh wartawan surat kabar Afrika.

Menurut salah satu penggagas Hari Kebebasan Pers Sedunia, Alain Modoux, usulan mendirikan hari internasional yang didedikasikan untuk kebebasan pers muncul sekitar 27 tahun yang lalu di Windhoek (Namibia).

Dalam buku “Pressing for freedom: 20 years of World Press Freedom Day” yang diterbitkan UNESCO tahun 2013, Alain Modoux mengatakan usulan itu tertuang ketika Seminar Mempromosikan Pers Afrika yang Independen dan Pluralistik.
“Pertemuan bersejarah yang diselenggarakan oleh UNESCO dan PBB ini menghimpun sekitar 60 jurnalis independen Afrika yang berada di barisan terdepan dalam proses demokrasi yang berangsur-angsur berkembang di benua Afrika setelah Perang Dingin,” tulis Modoux.

Seminar itu ditutup pada 3 Mei 1991 dengan diadopsinya Deklarasi Windhoek yang sejak itu menjadi teks rujukan lingkup internasional yang menetapkan prasyarat untuk pembentukan kebebasan media, pluralisme media, dan independensi media.

Proses dari awal proposal di Windhoek hingga akhirnya disetujui oleh Sidang Umum PBB di New York memakan waktu dua setengah tahun.

Langkah pertama dan paling menentukan dicapai di Paris pada kesempatan Konferensi Umum UNESCO, pada bulan November 1991. Muncul reaksi sangat baik terhadap laporan Direktur Jenderal UNESCO tentang hasil dari Deklarasi Windhoek.

Ulasan tersebut merupakan historis lahirnya Hari Kebebasan Pers Se-Dunia namun hal tersebut masih belum diikuti kenyataan buruknya perlakuan terhadap pers di dunia. Mulai dari pembunuhan, penganiayaan, hingga penyerangan kantor media hampir di seluruh dunia termasuk di Indonesia masih terus terjadi saat ini.

Ironisnya peristiwa demi peristiwa berlangsung seakan hal tersebut wajar terjadi, ditandai dengan proses hukum yang tidak pernah tuntas hingga kini.

Mungkin yang perlu digaungkan lagi kedepan adalah bukan peringatan hari kebebasan pers tapi hari penerapan hukum atas tindak kekerasan terhadap pers.

Selamat Hari Kebebasan Pers Sedunia! Jadilah Pers Bertanggungjawab!

Rommy Endey

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *