Terkait Putusan Atas Peraturan KPU, MA Jalankan Kewenangan Uji Aturan Dibawah UU
Jurnal123.com – Meluruskan pemberitaan atas penilaian kejanggalan pada putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap Peraturan KPU yang menjadi dasar Pergantian Antar Waktu (PAW) caleg PDIP yang berujung ditangkapnya Komisioner KPU. MA menyatakan bahwa Dalam putusan MA Nomor 57 P/HUM/2019 Tanggal 19 Juli 2019 tidak menyebutkan nama seseorang atau orang tertentu dan hal tersebut dilakukan MA melayani permohonan masyarakat dalam hal ini DPP PDI Perjuangan selaku pemohon serta sesuai kewenangan lembaga yudikatif tersebut.
Juru bicara MA Andi Samsan Nganro menyampaikan hal tersebut saat dihubungi Jurnal123.com Selasa (14/1/2020). Menurut Andi tugas utama MA adalah melayani pengaduan masyarakat serta menguji aturan dibawah undang-undang.
“Jadi Dalam putusan MA Nomor 57 P/HUM/2019 tertanggal 19 Juli 2019 tidak menyebutkan nama seseorang atau orang tertentu,” tandas Andi Samsan.
“Dan MA dalam hal ini melayani permohonan masyarakat dalam hal ini Pemohon DPP PDI Perjuangan sesuai kewenangan MA yang berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang undang,” tegas Andi.
Lebih lanjut Andi Samsan Nganro juga menyampaikan bahwa surat yang dikeluarkan MA merupakan pendapat hukum bukan fatwa. “Begitu pula dengan surat yang dikeluarkan oleh MA sebenarnya itu bukan fatwa tetapi pendapat hukum sebagai jawaban atas permohonan DPP PDIP,” jelasnya.
“Jadi apa yang janggal? Oleh sebab itu adalah tidak benar kalau dikatakan MA punya andil terjadinya kasus penyuapan kepada komisioner KPK,” papar Andi Samsan.
Sebelumnya sempat diberitakan di sejumlah media Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai ada kejanggalan pada putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap Peraturan KPU yang menjadi dasar Pergantian Antar Waktu (PAW) caleg PDIP Harun Masiku. Hal ini terkait dugaan suap kepada komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait kepentingan untuk menjadikan Harun sebagai anggota DPR 2019-2024.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, putusan MA itu bertentangan dengan UU Pemilu yang mengatur keterpilihan calon tetap didasarkan pada urutan suara terbanyak.
“Yang menjadi pertanyaan, putusan MA itu tidak bisa dieksekusi KPU karena bertentangan dengan Pasal 422 dan 426 UU Pemilu yang menyatakan keterpilihan calon berdasar suara terbanyak,” ujar Titi di gedung MK, Jakarta, Senin (13/1/2020)
Editor : Jimmy Endey