MK Tegaskan Ambang Batas Capres Tetap 20 %
JURNAL123, JAKARTA.
Jelang pemilu 2019 suasana politik di Tanah Air semakin memanas. Suasana hangat juga terjadi di lembaga konstitusi.
Sejumlah partai, warga hingga perkumpulan advokat menggugat ambang batas capres ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hasilnya? Gugatan keroyokan tersebut belum ada 1 pun yang dikabulkan MK.
Salah satu gugatan yang ditolak adalah gugatan Bang Haji Rhoma Irama selaku Ketum Partai Idaman. Harapan Bang Haji untuk membatalkan ambang batas capres itu tak dikabulkan MK.
“Permohonan pemohon pasal 222 tidak beralasan menurut hukum,” ujar Ketua MK Arief Hidayat, dalam sidang putusan di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Kamis (11/1/2018).
Setelah Bang Haji Rhoma, Gugatan Ketum PSI, Grace Natalie, soal ambang batas capres juga ditolak.
Namun, Grace dan Bang Haji Rhoma tetap mendapat angin segar dari MK. Gugatan mereka tentang verifikasi parpol pemilu dikabulkan MK. Sehingga, MK memutus mengabulkan sebagaian untuk gugatan Bang Haji dan Grace Natalie.
Beda nasib dengan gugatan Ketua Dewan Pembina ACTA, Habiburokhman. Gugatan pengacara ACTA itu tidak diterima oleh MK karena objek gugatan tidak jelas.
Dengan tidak adanya gugatan yang dikabulkan MK maka pasal 222 UU No 7/2017 tentang Pemilu tetap berlaku. Aturan presidential threshold sebesar 20% masih berlaku.
Parpol Pemilu 2014 Harus Diverifikasi Kembali.
Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi dalam Pasal 173 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Uji materi ini diajukan Partai Idaman dan Partai Solidaritas Indonesia yang terregistrasi dengan nomor 53/PUU-XV/2017.
“Mengabulkan permohonan untuk sebagian,” kata Ketua MK Arief Hidayat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (11/1/2018).
Pasal 173 ayat (1) berbunyi, “Partai Politik Peserta Pemilu merupakan partai politik yang telah ditetapkan/lulus verilikasi oleh KPU”.
Sementara, Pasal 173 ayat (3) berbunyi, “Partai politik yang telah lulus verilikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu”.
Awalnya, dengan ketentuan dua pasal ini, maka partai politik yang telah lolos verifikasi Pemilu 2014 tidak diverifikasi ulang dan langsung ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2019.
Namun, dengan putusan MK ini, maka ketentuan tersebut diubah.
Parpol yang telah ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2014 tetap harus menjalani verifikasi faktual untuk lolos sebagai peserta Pemilu 2019.
“Menyatakan frasa ‘telah ditetapkan’ dalam Pasal 173 ayat (1) bertentangan dengan undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Arief.
“Menyatakan Pasal 173 ayat (3) bertentangan dengan undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tambah dia.
Dalam pertimbangannya, MK menilai tidak adil apabila parpol peserta pemilu 2014 tak harus melalui verifikasi faktual.
Sebab, terjadi perubahan jumlah provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dari tahun 2014 lalu hingga saat ini.
Padahal, syarat untuk lolos menjadi peserta pemilu mensyaratkan parpol memiliki kepengurusan di seluruh provinsi, 75 persen jumlah kabupaten/kota, dan 50 persen jumlah kecamatan.
Parpol juga harus mempunyai kantor tetap di untuk kepengurusan di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota.
Selain Partai Idaman, ada sejumlah pihak lain yang juga mengajukan uji materi pasal 173 UU Pemilu. Diantaranya adalah Partai Solidaritas Indonesia dengan nomor 60/PUU-XV/2017, Partai Perindo dengan nomor 62/PUU-XV/2017.(DEN)