Jokowi Ajak Berpolitik Dengan Etika dan Santun
JURNAL123, JAKARTA.
Memasuki tahun politik 2018 untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan pemilihan umum serta pilpres pada tahun berikutnya. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerukan akan adanya situasi dan suasana yang kondusif.
Disampaikan saat membuka Simposium Nasional Kebudayaan (SNK) bertajuk “Pembangunan Karakter Bangsa untuk Melestarikan dan Menyejahterakan NKRI Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”. SNK berlangsung di Balai Kartini, Jakarta, Senin (20/11/2017).
Dalam sambutannya, Presiden Jokowi menyoroti perilaku elite politik yang tidak memberikan pendidikan positif kepada masyarakat dan generasi muda. Presiden menyerukan politik beretika.
“Banyak yang masih teriak mengenai antek asing, antek aseng, mengenai PKI bangkit. Ya kalau saya, PKI bangkit gebuk saja sudah. Payung hukum jelas, TAP MPRS masih ada, kenapa kita harus bicara banyak mengenai ini,” tegas Presiden.
Presiden juga mengungkapkan adanya ungkapan-ungkapan anti-islam, anti-ulama. Menurut Presiden, cara-cara berpolitik beretika harus mulai disampaikan secara masif.
“Saya harap sesepuh, senior-senior di PPAD, FKPPI, YSNB memberikan nilai-nilai itu kepada generasi muda. Bagaimana cara-cara berpolitik yang beretika. Cara bagaimana menghargai sebuah senioritas. Bagaimana menjaga kesantunan,” ujarnya.
Presiden mengaku banyak mendapatkan masukan, termasuk menyaksikan sendiri melalui media tudingan terhadap dirinya.
“Waktu awal dilantik banyak yang sampaikan, saya ini presiden ndeso, klemar klemer. Begitu kita keluarkan Perppu Ormas, (dituding) ini presiden diktator. Waduh, wajah ndeso, jadi keluar diktator, enggak masuk,” katanya.
Pada kesempatan tersebut, Presiden mengajak seluruh pihak menyadari betapa besarnya Indonesia. Bangsa ini terdiri atas sekitar 17.000 pulau, 714 suku, ribuan bahasa lokal, 514 kabupaten/ kota, dan 34 provinsi. Presiden membandingkan jumlah pulau di Tanah Air dengan negara seperti Jepang yang hanya mempunyai 6.500 pulau dan Filipina dengan 7.100 pulau.
“Kita 17.000 pulau. Banyak sekali lupa kalau kita negara besar,” ucapnya.
Presiden juga menuturkan mengenai perubahan dunia yang begitu cepat. Kemajuan teknologi informasi bakal mengubah tatanan global hingga menyentuh tingkat nasional. Apabila tidak diantisipasi, maka nilai-nilai karakter bangsa akan tergerus.
“Inilah kondisi-kondisi yang betul-betul harus kita sikapi dengna baik. Sekarang orang ketemu muka dalam berinteraksi sudah berkurang sekali. Yang mendidik sekarang anak-anak kita bukan dari guru, orangtua, lebih banyak mereka dididik media sosial,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Panitia Penyelenggara SNK, Letjen TNI (Purn) Slamet Supriyadi menjelaskan, SNK digagas sejak 2013 oleh Ketua Dewan Pertimbangan PPAD Jenderal TNI (Purn) Widjojo Sujono. Ketika itu, Widjojo melihat keadaan bangsa yang mulai kehilangan jatidiri.
“Masyarakat meninggalkan Pancasila, tingkah lakunya bukan lagi Indonesia, nilai-nilai Indonesia dibuang habis,” jelas Slamet.
Menurut Slamet, hasil SNK diharapkan dapat menghasilkan sejumlah rekomendasi. Pertama, masalah pokok dalam menyempurnakan Program Gerakan Nasional Revolusi Mental dan Pendidikan Kesadaran Bela Negara.
Kedua, masukan bagi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5/2017 tentang Pemajuan Budaya.
Ketiga, strategi pembangunan karakter di jalur pendidikan formal, informal dan non formal.
Turut hadir dalam pembukaan SNK diantaranya mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto serta Sekretaris Kabinet Pramono Anung.(BES)