Hukum

Dijadikan Tersangka Kembali, Setya Novanto Lapor Balik KPK

Setya Novanto
Setya Novanto

JURNAL123, JAKARTA.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumumkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus megakorupsi KTP elektronik.

Status tersebut diumumkan pada Jumat (10/11/2017) di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan.

“Setelah proses penyelidikan dan ada bukti permulaan yang cukup, kemudian pimpinan KPK, penyelidik, penyidik, dan penuntut umum melakukan gelar perkara pada 28 Oktober KPK menerbitkan sprindik atas nama tersangka SN, sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

“Kasus ini diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dari total paket pengadaan senilai Rp 5,9 triliun.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan ada tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP. Juru bicara KPK Febri Diansyah membenarkan kabar tersebut. Namun, saat itu ia masih mengunci rapat nama tersangka itu alasan kepentingan penyidikan.

Diketahui, dua dari tersangka e-KTP juga diumumkan sebagai tersangka pada hari Jumat. Keduanya adalah eks Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman, pada Jumat, 30 September 2016, dan politikus Partai Golkar Markus Nari pada Jumat, 2 Mei 2017.

Pada Juli 2017, KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. Penetapan tersangka itu berdasarkan bukti permulaan yang dianggap cukup.

Ketua DPR Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 17 Juli 2017 saat itu menyatakan, Setya dijadikan tersangka karena menyalahgunakan kewenangan, sehingga diduga mengakibatkan negara rugi Rp 2,3 triliun dari nilai proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun.

Atas perbuatannya, Setya Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Novanto kemudian mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait penetapan tersangka pada 4 September 2017.

Hakim PN Jaksel kemudian memutuskan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar itu. Hakim menyatakan, penetapan tersangka terhadap Setya Novanto oleh KPK tidak sah.

Putusan tersebut dibacakan dalam sidang praperadilan yang berlangsung di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat sore (29/9/2017).

“Mengadili dalam eksepsi, menolak eksepsi termohon untuk seluruhnya dalam pokok perkara mengadili, mengabulkan permohonan praperadilan sebagian, menyatakan penetapan status tersangka Setya Novanto adalah tidak sah, memerintahkan pada termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya Novanto, membebankan biaya perkara untuk pemohon sebesar nihil,” ucap hakim tunggal Cepi Iskandar kala membacakan putusannya.

Ada sejumlah pertimbangan yang dibacakan oleh Cepi dalam sidang praperadilan Setya Novanto. Di antaranya adalah penetapan tersangka Setya Novanto tidak sesuai prosedur sebagaimana KUHAP, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan referensi lainnya.

Selain itu, hakim Cepi juga menyebut surat perintah penyidikan dengan nomor Sprindik-56/01/07/2017 tertanggal 17 Juli 2017 tidak sah.

Hakim Cepi menilai, alat bukti yang digunakan oleh penyidik KPK dalam menetapkan Novanto sebagai tersangka merupakan alat bukti dari hasil pengembangan tersangka lain, yaitu Sugiharto dan Irman.

Ia pun menimbang bahwa alat bukti yang sudah digunakan dalam perkara sebelumnya tidak bisa digunakan untuk menangani perkara selanjutnya.

Setya Novanto Balik Laporkan KPK

Ketua DPR Setya Novanto melalui tim kuasa hukumnya berencana langsung melaporkan pimpinan hingga penyidik KPK ke Bareskrim Polri, Jumat (10/11/2017) malam ini.

Pelaporan dilakukan setelah Novanto kembali diumumkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik.

“Jelas dong, kami buat laporan, masa’ enggak. Hari ini kami buat laporan ke Bareskrim,” kata Ketua tim kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, saat dihubungi.

Menurut Fredrich, KPK telah melanggar putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 29 September 2017 lalu.

Dalam putusan yang diambil hakim Cepi Iskandar itu menyatakan penyidikan dan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasua KTP elektronik oleh KPK adalah tidak sah.

Pengumuman penetapan kembali Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik disampaikan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, di Gedung KPK, Jakarta, pada Jumat, 10 November 2017, sore hari.

Setya Novanto selaku anggota DPR RI periode 2009-2014 bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus, Irman dan Sugiharto, diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan tujuan menguntungkan diri sendri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya.

Hal itu diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan KTP elektronik sekitar Rp 5,9 triliun pada Kemendagri pada tahun 2011-2012.

Setya Novanto disangkakan melangar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentwlang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Saut menjelaskan, penetapan kembali Setya Novanto sebagai tersangka ini setelah KPK mempelajari secara seksama putusan praperadilan PN Jaksel, 29 September 2017.

Selain itu, KPK juga melakukan penyelidikan baru untuk pengembangan perkara KTP elektronik mulai 5 Oktober 2017.

Sejumlah pihak dimintai keterangan dan dilakukan pengumpulan bukti dalam proses penyelidikan ini.

KPK juga telah melakukan pemanggilan pemeriksaan terhadap Setya Novanto dalam proses penyelidikan sebanyak dua kali, yakni pada 13 dan 18 Oktober 2017.

Namun, Novanto tidak memenuhi panggilan dengan alasan ada pelaksanaan tugas kedinasan.

Pimpinan KPK bersama tim penyelidik, penyidik, dan penuntut melakukan gelar perkara pada 28 Oktober 2017, setelah proses penyelidikan dan ditemukan bukti permulaan yang cukup.

Akhirnya, KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dengan tersangka Setya Novanto pada 31 Oktober 2017.

Saut pun menegaskan, sebagai pemenuhan hak tersangka, KPK telah mengantar Surat Pemberitahuan Dimukainya Penyidikan (SPDP) perkara ini ke rumah SN Jalan Wijaya VIII, Melawai, kebayoran baru, Jakarta selatan, pada Jumat sore, 3 November 2017.(LIP/TRI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *