Opini

RRT, Kiblat Baru Rakyat Papua

Derek Manangka
Derek Manangka

Oleh Derek Manangka

Rakyat Papua selama ini dikenal lebih banyak ‘menoleh’ ke negara tetangga sekitar. Apakah itu negara maju seperti Australia dan Selandia Baru. Atau bahkan tetangga terdekat Papua Nugini dan negara-negara serumpun lainnya di kawasan Pasifik.

Hal ini terjadi karena faktor “proximity” ataupun geo-politik.

Namun di tahun 2017 ini, terjadi sebuah perubahan yang cukup menarik yang caranya pun berlagsung secara diam-diam.

Cara pandang rakyat dan birokrat Papua, berrevolusi secara intelektual. Tanpa banyak gembar-gembor, rakyat dari provinsi paling Timur dari Indonesia itu, telah menunjukkan ketertarikannya pada negara lain – yang letaknya lebih jauh dari Australia dan Selandia Baru apalagi tetangga terdekatnya Papua Nugini.

Puluhan mahasiswi dan mahasiswa Papua memilih belajar, memperdalam ilmu pengetahuan dan wawasan mereka ke RRT (Republik Rakyat Tiongkok).

Gadis Papua Yang Mendapat Beasiswa ke RRT
Gadis Papua Yang Mendapat Beasiswa ke RRT

Perubahan ini disebut cukup menarik. Karena untuk bisa diterima di lembaga pendidikan di RRT, mereka harus bisa berbahasa Mandarin. Sementara Mandarin sendiri, disebut-sebut salah satu bahsa yang tidak mudah mempelajarinya.

Selain itu, selama ini Bahasa Mandarin indentik dengan bahasa yang hanya oleh dan dari orang-orang berkulit sawo matang saja yang bisa atau terbiasa menggunakannya.

Orkes Simfoni dengan para pemusik berhijab.
Orkes Simfoni dengan para pemusik berhijab.

Dengan perubahan ini, mungkin Bahasa Mandarin akan mirip dengan Bahasa Inggeris. Perubahan yang terjadi di Amerika Serikat lebih dari 200 tahun lalu. Tadinya bahasa Inggeris dikenal hanya digunakan oleh bangsa kulit putih. Tapi seiring dengan terjadinya migrasi bangsa-bangsa Afrika dari benua Afrika Hitam, Bahasa Inggeris kemudian ikut populer di kalangan bangsa yang disebut “Afro-American”.

“Saya sudah tes, mereka semua sudah bisa berbahasa Mandarin”, puji Dahlan Iskan, Pendiri dan Pembina ITCC (Indonesia Tiongkok Cultural Center), saat memberi sambutan di acara pelepasan Jumat petang 8 September 2017 di Surabaya.

Memang yang menperoleh beasiswa dari yayasan yang didirikan Raja Media dari Surabaya ini, tidak ‘sendirian’. Mereka merupakan bagian dari 360 anak muda yang diberi beasiswa oleh ITCC. Para mahasiwa dan mahasiswi lainnya, berasal dari berbagai lembaga pendidikan lainnya yang berasal dari Sabang (Aceh) hingga Merauke (Papua) dan sejumlah pesantren pilihan.

Upacara pelepasan ditandai dengan sambutan oleh Ny. Gus Dur (Abdurrahman Wahid). Isteri mendiang Presiden ke-empat RI tersebut, begitu bersemangat memberi pembekalan kepada para pemuda-pemudi Indonesia yang mendapat kesempatan belajar ke RRT.

“Di Al-quran sudah disebut, untuk mencari ilmu, carilah sampai ke negeri Cina”, ujarnya antusias, sekalipun berada di kursi roda.

Ny.Gus Dur (di kursi roda) didampingi Dahlan Iskan, Pendiri ITCC, lembaga yang memberi beasiswa kepada 360 mahasiswa untuk belajar ke RRT.
Ny.Gus Dur (di kursi roda) didampingi Dahlan Iskan, Pendiri ITCC, lembaga yang memberi beasiswa kepada 360 mahasiswa untuk belajar ke RRT.

Seremoni pelepasan berlangsung dalam suasana yang cukup meriah. Selain ditandai dengan suguhan berbagai tari tradionional dari Aceh, Padang, Sunda, Dayak, Jawa dan Papua, seremoni diisi oleh musik orchestra. Yang unik, para pemusik yang berasal dari sebuah pesanten milik NU ini, para wanitanya semua mengenakan hijab.

Sementara ketika mengiringi tarian asal Papua dengan lagu ‘Sajojo’, orchestra ini mampu ‘menggetarkan’ gedung Gelanggang Olah Raga Basket DBL, yang menyatu dengan kantor pusat harian “Jawa Pos”.

Kemeriahan semakin bertambah, karena Dahlan Iskan berhasil mengajak Gubernur Kalimantan Utara, Irianto Lambrie, untuk ‘berjoged’ bersama para pejabat daerah dari mana para mahasiswa-mahasiswi berasal. Misalnya ada Bupati Jayapura, Ketua DPRD Toraja atau Bupati Sambas.

Yang terakhir ini disebut oleh Dahlan Iskan sebagai sosok manusia Indonesia yang ‘komplet’. Karena dia belajar, menunut ilmu di Pesantren, melanjutkan pendidikan tentang Islam di Medina, Arab Saudi. Lalu setamat dari Arab Saudi, di bekerja di Uni Emirat Arab.

Dia merupakan satu-satunya bupati yang hafal Al-Quran.

Secara implisit Dahlan Iskan menggambarkannya sebagai seorang muslim yang utuh.

Di mata Dahlan Iskan sang bupati tidak ‘alergi’ kepada apa yang berbau Cina.*****

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *