4 Poin Kesepakatan Pemerintah Indonesia Dengan Freeport

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) berdiskusi dengan Menteri ESDM Ignasius Jonan (kanan) dan CEO Freeport McMoRan, Richard Adkerson dalam pertemuan di Jakarta, Selasa (29/8). – Reuters/Darren Whiteside
JURNAL123, JAKARTA.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Freeport Indonesia menyepakati empat poin renegosiasi.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengaku dalam memfinalisasi empat poin renegosiasi ini tidak mudah. Renegosiasi sudah dilakukan sejak 10 Februari dan selesai akhir Agustus.
“Perundingannya dimulai sejak awal tahun ini. Intensif mulai tiga sampai empat bulan lalu. Jadi dengan berbagai upaya semaksimal yang bisa dilakukan dan dengan kerja sama yang baik dari semua instansi pemerintah,” kata Jonan, saat membuka konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa 29 Agustus 2017.
Jonan menyebutkan, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu tetap wajib melepaskan saham sebesar 51 persen. Mengenai detilnya, akan dibicarakan kemudian hari. Termasuk, kapan Freeport harus melakukan divestasi. Namun, Presiden Joko Widodo meminta proses divestasi dilakukan secepatnya, selagi CEO Freeport McMoran, Richard Adkerson ada di Jakarta.
1. Mandat Presiden bisa diterima PT Freeport Indonesia. Divestasi yang akan dilakukan 51 persen. “Saat ini sedang dirundingkan detil,” ucap Jonan.
2.Freeport harus membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) setelah diterbitkannya Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
3. Freeport bangun smelter sampai lima tahun, sejak IUPK-nya diterbitkan.
“Prinsipnya, detailnya nanti saat tanya pasti. Jadi bahasanya pengolahan dan pemurnian, yang harus selesai Januari 2022,” imbuh dia.
4. Terkait dengan penerimaan negara, Jonan melanjutkan, Freeport juga telah bersedia menjamin penerimaan negara akan lebih besar ketika sudah berstatus IUPK dibandingkan ketika berstatus Kontrak Karya (KK).
“Freeport sepakat untuk menjaga besaran penerimaan negara. Jadi besarannya lebih baik dibandingkan penerimaan negara di bawah perjanjian kontrak karya,” jelas dia.
Sementara terkait dengan poin keempat yakni perpanjangan masa operasi, Presiden menyetujui berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Perpanjangan operasi diberikan 2×10 tahun. Perpanjangan itu tetap bersyarat dan tertulis dalam IUPK.
“Presiden setuju berdasarkan UU Nomor 4 Tentang Minerba. Perpanjangan operasi maksimum 2 x 10, artinya 2031 dan 2041, yang memang syaratnya akan ditulis di IUPK,” pungkas dia.(MET)