Freeport Diperpanjang Kontrak Hingga 2031
JURNAL123, JAKARTA.
Bagaimana kabar kelanjutan Freeport soal perpanjangan kontraknya dengan pemerintah.
Kick off meeting perundingan antara PT Freeport Indonesia dan pemerintah telah dimulai pada 4 Mei 2017 lalu. Freeport dan pemerintah sepakat bernegosiasi selama 8 bulan sejak 10 Februari 2017 sampai 10 Oktober 2017.
Ada 4 isu yang dibahas dalam perundingan ini, yaitu stabilitas investasi jangka panjang yang diinginkan Freeport, perpanjangan kontrak hingga 2041, kewajiban divestasi, dan pembangunan smelter.
Sekjen Kementerian ESDM, Teguh Pamudji, hari ini menjelaskan perkembangan terkini negosiasi pemerintah dengan Freeport terkait 4 isu tersebut dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (26/7/2017). Berikut rinciannya.
Stabilitas investasi jangka panjang
Teguh menyatakan, Freeport sudah sepakat landasan hukum hubungan kerja dengan pemerintah akan berbentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), bukan lagi Kontrak Karya (KK). IUPK pertama akan berlaku sampai 2021. Perubahan status kontrak itu akan memberikan penerimaan yang lebih besar untuk negara.
“IUPK yang akan diterbitkan diberlakukan sampai 2021, sama dengan KK. Ini memang diamanatkan dalam UU Minerba. Kemenkeu telah mendapat hitungan formulanya. Penerimaan negara pasti lebih bagus kalau IUPK,” ujarnya.
Untuk menjamin investasi jangka panjang Freeport, pemerintah menyiapkan aturan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) yang isinya mengatur pajak apa saja yang boleh dipungut pemerintah dan pajak apa saja yang boleh dipungut pemerintah daerah (pemda).
PP tersebut memberikan batasan yang jelas, pajak apa saja yang boleh dikenakan pada perusahaan tambang pemegang IUPK. Dengan begitu, ada pedoman yang jelas untuk aturan pajak baru dari pusat maupun daerah yang keluar di kemudian hari, pemerintah tak bisa semena-mena membebankan pajak baru pada pemegang IUPK.
“Kita sepakati karena semangatnya ke depan untuk menyusun 1 paket regulasi, akan difasilitasi Kemenkum HAM dan Kementerian ESDM, bagaimana menyusun paket regulasi pajak pusat dan retribusi daerah,” katanya.
Perpanjangan Izin Operasi
Pertama-tama, Teguh membantah isu yang menyebutkan bahwa pemerintah sudah memberikan perpanjangan izin operasi pada Freeport sampai 2031.
“Perlu dipahami bahwa pernyataan mengenai sahnya kegiatan operasi pasca 2021 adalah ketika telah ditandatanganinya IUPK. Sampai sekarang belum,” tegasnya.
Ia menjelaskan, setelah Freeport nanti mengantongi IUPK yang berlaku sampai 2021, mereka berhak meminta perpanjangan 2 x 10 tahun. “Mengenai kelanjutan pasca 2021, seperti dalam PP Nomor 1 Tahun 2017, pemegang IUPK berhak mengajukan perpanjangan 2 x 10 tahun,” katanya.
Pemerintah akan memberikan perpanjangan jika Freeport telah memenuhi syarat-syarat yang sudah digariskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017. “Dalam PP 1, ada persyaratan-persyaratan yang wajib dipenuhi. Jadi tidak otomatis diberikan. Kalau perpanjangan harus memenuhi syarat berdasarkan aturan,” ucapnya.
Perpanjangan kontrak tidak akan diberikan sekaligus langsung 20 tahun sampai 2041. Perpanjangan dapat diberikan 10 tahun dulu sampai 2031 jika syarat-syarat terpenuhi. Kemudian pemerintah akan kembali melakukan evaluasi kalau Freeport mengajukan perpanjangan 10 tahun lagi sampai 2041, syarat harus terpenuhi.
“Jadi tidak otomatis, dilengkapi syarat-syaratnya, nanti 2031 kita minta mereka ajukan lagi dan ada mekanisme lagi untuk memenuhi persyaratan,” tukas dia.
Pembangunan Smelter
Freeport, kata Teguh, sudah sepakat akan membangun smelter baru dalam 5 tahun. Rencananya smelter selesai dalam 5 tahun, yaitu tahun 2022. Selama pembangunan smelter berlangsung, Freeport diizinkan mengekspor konsentrat tembaga dengan membayar Bea Keluar (BK).
“Pembangunan smelter Freeport sudah sepakat, selesai 5 tahun atau 2022. Freeport diberi kesempatan untuk ekspor konsentrat dengan membayar BK,” paparnya.
Teguh menerangkan, pemerintah akan mengecek pembangunan smelter Freeport setiap 6 bulan. Kalau kemajuannya tidak sesuai rencana, atau bahkan mangkrak, pemerintah akan memberikan sanksi berupa pencabutan izin ekspor konsentrat.
“Mengenai smelter, pasti ada sanksi, 6 bulan pasti dievaluasi. Kan sudah ada instrumen untuk mengawasi progres pembangunan smelter. Ada wacana dari Kemenkum HAM, dalam mengontrol kemajuan pembangunan smelter sanksinya pencabutan izin dan sebagainya,” ia mengungkapkan.
Divestasi Saham
Mengenai divestasi saham, pemerintah berencana menugaskan BUMN untuk membeli sekaligus 41% saham Freeport. Ditambah dengan 9,36% saham PT Freeport Indonesia yang sudah dimiliki pemerintah, maka nantinya 51% saham dikuasai negara.
“Terkait divestasi, sekarang masih ditindaklanjuti di tim teknis di Kemenkeu dan BUMN, sampai saat ini keinginan pemerintah idealnya dari 51% yang dimiliki oleh Indonesia 9,36%, jadi masih tersisa sekitar 41% akan diambil secara keseluruhan. Semangatnya melalui BUMN, aspirasi yang disampaikan Kemenkeu maunya seketika dan dalam waktu sekarang,” ujar Teguh.
Namun Freeport ingin divestasi dilaksanakan secara bertahap, tidak sekaligus. Freeport juga mengusulkan agar sebagian saham dilepas melalui Bursa Efek Indonesia (BEI). “Mengenai divestasi tadi disampaikan, keinginan Freeport bertahap, ini masih dalam proses perundingan. Freeport juga menyampaikan usulan, ada sebagian untuk ditaruh di bursa, tapi kita sudah punya mekanisme sendiri,” ia menjelaskan.
Teguh menambahkan, saham yang akan dibeli pemerintah Indonesia adalah saham baru, bukan saham yang sudah ada. Jadi nilai saham pemilik lama tidak berkurang, hanya persentasenya saja yang berkurang. Freeport akan menerbitkan saham baru, modal yang dimiliki jadi bertambah besar dengan masuknya pemerintah. “Akan diterbitkan saham baru dalam pembelian saham ini,” katanya.
Nilai 41% saham PT Freeport Indonesia yang didivestasikan akan dihitung oleh valuator independen yang ditunjuk pemerintah dan Freeport sendiri. “Untuk menghitung nilai saham, kita meminta bersama Freeport menunjuk valuator independen. Akan dibentuk tim baru, bukan tim yang lama,” ucapnya.
Dalam perhitungan nilai saham, valuator independen akan menggunakan metode market value, tapi tidak menghitung cadangan mineral di dalam tanah. “Tidak menghitung cadangan. Dalam Peraturan Menteri ESDM, salah satu valuasinya menggunakan market value. Kita hormati hasil yang ditentukan independent valuator,” cetusnya.
Perhitungan nilai 41% saham Freeport oleh valuator independen mungkin makan waktu lebih beberapa tahun, belum bisa dipastikan kapan keluar hasilnya. “Inalum yang skalanya lebih kecil saja perlu 3 tahun (untuk menghitung nilai saham). Kami tidak bisa memberikan kepastian kapan selesainya,” tutupnya. (DEN)