Hukum

Polisi Ringkus Pedagang Satwa Dilindungi

tmp_10991-stop_sign-1914721344
JURNAL123, JAKARTA.
Sikapi aksi penjualan kulit kulit harimau, kerapas penyu, offsetan penyu, kulit buaya, tulang dan taring harimau. Dan kini Polisi berhasil menangkap tersangka SH dikawasan JakartaPusat. Terungkapnya kasus penjualan satwa liarasal Indonesia

Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri, Komjen Anang Iskandar ketika ditemui di Mabes Polri, Selasa (2/2)2016 mengatakan Bareskrim Polri baru saja menangkap tersangka berinisial SH di kawasan Jakarta Pusat yang telah lama diintai. Dari hasil penangkapan itu, ditemukan juga kulit harimau, kerapas penyu, offsetan penyu, kulit buaya, tulang dan taring harimau. “Terungkapnya kasus penjualan satwa liarasal Indonesia yang telah dilindungi secara hukum, membuat Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri , menjadi geram. Tindak pidana penjualan satwa liar seperti ini, ujarnya.

Selanjutnya, Anang menegaskan ini adalah mengkhianati Indonesia. 
Satwa-satwa yang diketemukan itu, selain dilindungi oleh hukum Indonesia dan hukum Internasional, juga merupakan entitas dan identitas dari Indonesia. “Menjualnya sama saja mengkhianati bangsa Indonesia sebagai pemilik sah dari satwa tersebut,” tegasnya..

Untuk itu, Anang menjelaskan modus operandi dari tersangka SH yang kini sudah ditahan Bareskrim Polri yaitu dengan cara menutupi usaha ilegalnya tersebut menggunakan topeng usaha kerajinan atau konveksi yang memproduksi tas, sepatu dan dompet dari kulit. Lalu saat tim Direktorat Pidana Tertentu (Dit Tipidter) Bareskrim Polri melakukan penggerebekan, ternyata ditemukan juga bagian-bagian tubuh satwa yang dilindungi secara hukum. 
“Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, SH akan diganjar hukuman sesuai dengan pasal 21 ayat (2) huruf b dan d Jo Pasal 40 ayat (2 Undang-Undang Nomo.r 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pada). Dengan ancaman hukuman paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (Seratus juta rupiah), ” Jelasnya.

Sesuai perkembangan, Anang juga mengungkapkan bahwa seluruh bentuk penjualan satwa liar dan spesies terancam, dianggap juga sebagai bentuk pelanggaran terhadap kovensi atau aturan yang  telah menjadi perjanjian secara Internasional dan disahkan oleh PBB, melalui CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
“Kejahatan seperti ini juga merupakan tindak kejahatan lintas negara,” ungkap Anang. 
Berdasarkan data, di Indonesia harimau terdiri dari tiga subspesies, yaitu: harimau bali, harimau sumatera, dan harimau jawa. Namunsaat ini hanya  harimau sumatera, karena kedua jenis yang lain dikabarkan sudah punah. Harimau Sumatera alias Panthera tigris sumatrae pun sebetulnya sudah terancam punah (Critically endangered ). 
Berdasarkan data International Union for Conservation of Nature (IUCN) jumlah harimau Sumatera tinggal 400-600 ekor, jumlah tersebut dikategorikan kritis dalam kepunahan daftar merah. “Hal ini karena semakin berkurangnya luasan hutan sebagai habitatnya. Lalu pada 2014, dalam rentang 2000-2012, ada sekitar 2,8 juta hektare habitat harimau yang hilang. Itu sama dengan 590 hektare per hari atau setara 900 kali lapangan sepak bola,” Jelasnya.

Dari perkembangan, Anang mengakui data dari WWF, jumlah  populasi penyu selama 20 tahun terakhir, jumlah spesies ini menurun dengan cepat, khususnya di kawasan pasifik, hanya sekitar 2.300 betina dewasa yang tersisa. 
International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah menyatakan Penyu Laut masuk dalam Red List of Threatened Species (Daftar Merah Spesies yang Terancam). “Sebagai spesies yang daur hidupnya secara alamiah sudah rentan, kelangsungan populasi Penyu Laut makin terancam dengan meningkatnya aktivitas manusia,” akunya.

Jadi, Anang menandaskan aktivitas-aktivitas tersebut mencakup hancurnya habitat dan tempat penyu bertelur, tangkapan sampingan (bycatch), perburuan telur, perdagangan ilegal produk berbahan dasar penyu, dan berbagai eksploitasi yang membahayakan lingkungan. “Hancurnya habitat penyu akan secara langsung membahayakan kelestarian Sang Ambasador Laut ini. 
Keberadaan buaya di Indonesia juga telah mengalami penurunan karena habitatnya terdesak oleh manusia sehingga justru kerap kali dibunuh oleh masyarakat. 
Anang menaruh harapan besar agar masyarakat mau menghentikan aksi penjualan satwa liar ini dengan cara menyadari bahaya dari perdagangan ilegal satwa liar. “Memelihara satwa liar, terutama yang dilindungi, termasuk menyimpan bagian- bagian tubuhnya, bukanlah sebuah kebanggaan atau prestise. Hal itu sesungguhnya merupakan suatu kejahatan  dan menjegal warisan atas keberadaan satwa kepada anak cucu kita nanti,” tandasnya. ( VEK)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *