Nusantara

Polisi Kembali Menangkap Tersangka Teror Bom Sarinah

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti

JURNAL123, JAKARTA.
Upaya pengungkapan kasus peledakan bom Sarinah di Kawasan Thamrin hingga kini terus berlanjut. Kali ini ditangkap anggota jaringan Santoso berinisial R di Bekasi.

Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Pol Suharsono ditemui di Mabes Pol , Senin(25/1)2016 mengatakan perkembangan penanganan khusus di Thamrin kemarin
Sudah disampaikan detail . “Namun oleh Kapolri perkembangan terakhir sudah ditangkap saudara R di wilayah Bekasi,” ujarnya.

Selanjutnya, Suharsono menegaskan keterlibatan adalah pendukung logistik kelompok Santoso.” Sekararang masih dalam pengembangan. Itu perkembangan yang sedang kita dalami,” tegasnya.

Untuk itu, Suharsono mengakui pengejaran dari ini dilakukan agar semua pengungkapan lebih jelas keterlibatan setiap jaringan yang ada.” Pasalnya dari pengejaran agar mampu mengatasi kejahatan teroris untuk secara cermat dalam mengatasi aksi ISIS,” akunya.

Perlunya Direvisi UU Terorisme.

Melihat proses penindakan terhadap para teroris memerlukan undang-undang yang kuat. Itu sebabnya perlu revisi dan memberikan kewenangan bagi Polri.

Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti ditemui di Mabes Polri, Senin(25/1) 2016  mengatakan, selama ini belum ada aturan yang dapat menjerat pelaku yang melakukan tindakan pendahuluan terorisme. 

“Untuk itu, ia menyarankan agar Polri diberi wewenang tambahan jika nantinya Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Terorisme jadi direvisi,” ujarnya. 

Selanjutnya, Badrodin menegaskan tindakan pendahuluan yang dimaksud. Hal itu  seperti doktrinisasi paham radikal, cuci otak, hingga upaya baiat yang menyimpang. 
“Selain itu juga ceramah bernada provokatif, ajakan melalui media sosial, hingga pemberian pelatihan militer secara tidak sah dengan tujuan menggabungkan diri ke dalam kelompok radikal di dalam maupun di luar negeri, juga perlu ditindak.
“Rekomendasi kami, perlu dilakukan revisi UU Penanggulangan Terorisme yang dapat menjadi dasar dalam penindakan oleh Polri,” Tegasnya. 

Jadi,  Badrodin mengakui setidaknya ada enam hal yang perlu mendapat perhatian pemerintah dan DPR dalam revisi tersebut. 
“Pertama, revisi perlu difokuskan untuk penguatan Polri, bukan hanya dalam penanggulangan, tetapi juga dalam hal pencegahan dan deradikalisasi,”  akunya

Selanjutnya, perlu adanya penambahan bab dan pencegahan, dengan menjadikan UU Antiterorisme sebagai lex specialis di dalam KUHAP dan KUHP. 

Untuk itu, Badruddin  menandaskan dan meminta, dalam hal pencegahan Polri dapat menahan orang-orang yang patut diduga ingin bergabung ke dalam kelompok teror. “Ketiga, perlu juga perluasan kategori tindak pidana terorisme, antara lain, doktrin radikal, cuci otak, baiat terhadap organisasi teroirs, ceramah provokatif, pelatihan kemampuan ala militer secara tidak sah, dapat digolongkan tindak pidana terorisme,” tandasnya. 

Seiring dengan itu, Badrodin menembahkan  juga meminta adanya penguatan di dalam hukum acara, seperti dalam hal penangkapan terduga teroris yang sebelumnya hanya bisa dilakukan 7×24 jam menjadi 30×24 jam. 
Begitu pula dalam hal penahanan yang semula hanya bisa dilakukan 180 hari, diusulkan menjadi 240 hari. “Selanjutnya, juga perlu penambahan bab tentang deradikalisasi,” tambahnya.

Terkahir, dia meminta, agar persidangan terhadap saksi dapat dilakukan saksi dalam kasus tindak Pidana Terorisme perlu dilindungi lantaran sering kali mendapat ancaman.(VEK)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *