Kejakgung Bakal Periksa Setya Novanto Tanpa Ijin Presiden
JURNAL123, JAKARTA.
Terkait proses pemeriksaan dugaan pemufakatan jahat yang di lakukan mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, Kejaksaan Agung tetap berjalan meskipun tidak meminta ijin Presiden Jokowi.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Arminsyah ditemui di gedung Bundar, Kamis (7/1)2015 mengatakan dan memutuskan tetap memanggil mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Setya Novanto meskipun tanpa izin Presiden Joko Widodo.” Seiring dengan itu akan memanggil sesuai jadwal yang ada,” ujarnya.
Selanjutnya, Ardiansyah menegaskan penyidik Jampidsus akan memanggil Novanto terkait penyelidikan perkara dugaan korupsi melalui permufakatan jahat yang dilakukan Novanto bersama-sama dengan pengusaha Muhammad Riza Chalid.”Untuk permintaan keterangan dalam hal penyelidikan, kami tidak memerlukan izin dari Presiden. Maka dari itu dalam waktu dekat ini (Setya Novanto), akan kami minta keterangan,” ujarnya
Untuk itu, Arminsyah menegaskan berdasarkan Pasal 224 ayat 5 Undang-Undang MD3 dan dikaitkan dengan salah satu putusan MK, izin presiden hanya diperlukan untuk anggota DPR RI yang diduga melakukan tindak pidana dalam rangka menjalankan tugasnya.”Sementara dalam perkara dugaan pemufakatan jahat, Setya Novanto bertemu bos Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin tidak dalam bertugas,” tegasnya
Sesuai perkembangan, Ardiansyah menjelaskan penyidik telah memeriksa Sekretaris Jenderal DPR RI. Pertemuan itu bukanlah dalam rangka tugas Novanto sebagai Ketua DPR RI.”Tidak ada bukti bahwa SN (Setya Novanto) melakukan pertemuan dengan Riza dan Maroef dalam rangka melaksanakan tugas. Tetapi adalah pribadi. Maka tidak berlaku izin Presiden itu,”Jelasnya.
Arminsyah belum bisa memastikan waktu pemeriksaan Novanto.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menyelidiki dugaan korupsi lewat permufakatan jahat yang dilakukan mantan Ketua DPR Setya Novanto dengan Muhammad Riza Chalid. Tindakan itu dilakukan saat Novanto-Chalid bertemu dengan PT Freeport Indonesia.
Unsur korupsi melalui permufakatan jahat yakni dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meminta saham sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(VEK)