Daya Beli Masyarakat di Sulawesi Utara Menurun
JURNAL123, MANADO.
Memasuki pekan ketiga April 2015, perekonomian di Sulawesi Utara kembali bergairah.
Di periode Januari-Maret, para pengusaha dan pedagang di berbagai sektor menjerit karena daya beli masyarakat yang menurun.
Bahkan pasar tradisional dan rumah makan yang biasnya ramai pengunjung, terlihat sepi.
“Saya tidak tahu, ada apa sebenarnya? Toko sepi sekali. Saya tanya sana-sini juga demikian. Bahkan toko emas dalam sebulan hanya laku satu item,” keluh seorang manajer super market di Manado, kemarin.
Terpisah, Ko Alex, pemilik toko elektronik
mengaku penjualan di sejumlah toko elektronik turun 30 hingga 50 persen.
Bahkan para pemilik toko seolah kehabisan akal untuk mendongkrak kembali penjualan.
Dikatakan Ko Alex, penjualan di tokonya turun hingga 50 persen dalam dua bulan terakhir ini.
Ini kontras dengan tingginya penjualan pada bulan Desember tahun lalu. “Angka penjualan turun jauh sekali,” kata dia.
Alex menengarai, turunnya penjualan dikarenakan menurunnya daya beli masyarakat. Menurutnya, harga barang tetap stabil, bahkan cenderung turun.
“Harga barang tetap sama, bahkan turun untuk beberapa barang semisal speaker serta VCD,” ujarnya.
Alex pun pesimistis kondisi akan segera pulih.
Dikarenakan, kelesuan ekonomi terjadi secara global serta belum ada terobosan pemerintah untuk secepatnya mengatasi masalah tersebut.
Pingky, penjual elektronik di kawasan Megamas mengaku sudah mengupayakan berbagai cara untuk mendongkrak penjualan, seperti promo serta diskon gila-gilaan.
Namun, cara itu tak kuasa meningkatkan angka penjualan. “Saya sudah tak tahu harus bagaimana lagi,” ujarnya.
Menurut Pingky, angka penjualan di tokonya turun hingga 30 persen. Biasanya, dalam sehari, ada 20 barang yang laku. “Kini hanya 5 sampai 10 barang saja,” ujarnya.
Pingky menjelaskan, ada momen dimana penjualan naik yaitu pada tengah hingga akhir tahun. Namun, penurunan kali ini jauh dari normal karena terjadi hingga 30 persen.
“Memang biasa di awal tahun penjualan menurun, tapi normalnya hanya 5 hingga 10 persen,” ujarnya.
Industri otomotif juga terpukul, penurunan penjualan dalam satu bulan dibanding bulan sebelumnya mencapai 33 persen.
Industri hiburan malam pun demikian. Satu tempat hiburan malam yang dalam satu malam di akhir pekan bisa menangguk omset Rp 50 juta, kini hanya meraup kurang dari Rp 5 juta.
Di pasar tradisional, seorang pedagang daging ayam dan telur mengaku penjualan pun mengalami penurunan drastis.
Sementara pedagang beras di pasar tradisional malam ketambahan pelanggan karena harga beras di swalayan sudah selangit.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Utara, Luctor Etemergo Tapiheru, Selasa (14/4) pun mengakui memang ada perlambatan ekonomi.
Menurutnya, perlambatan pada Triwulan I Tahun 2015 ini disebabkan beberapa faktor antara lain dari segi historis memang pada awal tahun pasti terjadi perlambatan dibandingkan dengan Triwulan IV Tahun 2014.
“Hal ini karena pada Triwulan IV perekonomian ditunjang oleh Natal dan tahun baru, ” ujar Tapiheru.
Tapiheru menambahkan, setelah terjadi peningkatan pada Triwulan IV, kemudian pada Triwulan I menurun, karena pendapatan masyarakat habis dikeluarkan pada Triwulan sebelumnya.
Apalagi pada saat itu harga-harga mengalami kenaikan, sehingga masyarakat membayar lebih tinggi. “Sehingga tidak heran pada Triwulan I masyarakat menahan pembeliannya,” ungkapnya.
Selain itu, faktor lainnya adalah pengeluaran dari pemerintah pada Triwulan I belum ada. Hal ini tentu saja memengaruhi perlambatan.
Selain faktor tersebut, tambahan lainnya adalah ada penurunan terkait adanya beberapa kebijakan perhotelan dan perikanan. Hal ini juga ikut menyumbang turunnya pertumbuhan perekonomian.
Sedangkan pelemahan rupiah pengaruhnya hanya kepada barang-barang tertentu seperti otomotif dan IT. Sebaliknya, penjualan kendaraan bekas meningkat.
Dengan menurunnya pola konsumtif masyarakat, Tapiheru melihat ini sebagai momen untuk menggeser pola tersebut menjadi ke sektor produktif.
Ini bisa saja karena di masyarakat mulai terjadi kejenuhan dengan pola konsumtif. Sehingga permintaan untuk pembiayaan di sektor tersebut mengalami penurunan.
Padahal selama ini pembiayaan sektor konsumtif jumlahnya sebesar 60 persen dari total kredit. “Hal ini kesempatan bagi perbankan mengalihkannya ke sektor produktif,” tuturnya.
Untuk itu pemerintah harus mengenalkan binaan-binaannya di sektor produktif kepada perbankan sehingga pada triwulan berikutnya perekonomian akan meningkat.
Begitu juga dengan BUMN dan lembaga lainnya, bisa memberikan anggaran di sektor produktif, sehingga bisa memajukan perekonomian.
Bank Indonesia, lanjut dia, juga akan memediasi kelompok binaan kepada perbankan untuk nantinya dibiayai.
Tidak hanya sampai di situ saja, melainkan menawarkannya juga kepada BUMN-BUMN lainnya.
“Apalagi peningkatan risiko di sektor konsumtif saat ini sudah mulai meningkat, dikarenakan berbagai faktor seperti karakter dan double financing,” ungkapnya.
Tapiheru pun optimistis, pada Triwulan II ini pertumbuhan ekonomi akan meningkat, sebab pada triwulan tersebut ada momen liburan, puasa dan Lebaran.
Untuk itu, peningkatan pada Triwulan II Tahun 2015 pemerintah dapat menjaga pasokan distribusi barang sehingga kenaikan harga bisa terjaga dengan baik.
Berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh BI juga menunjukkan penurunan pada Triwulan I, namun diproyeksikan meningkat pada Triwulan II.
Untuk Triwulan I 2015 pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada pada kisaran 6,1 persen.
Jumlah ini menurun dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang berjumlah 6,3 persen.
Sumber : Tribun Manado