EkonomiFeatured Posts

DPR Minta BPK Audit PT Freeport

JAKARTA, JURNAL123.
Sejumlah anggota Komisi VII DPR meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turun tangan mengaudit investigasi terhadap PT Freeport Indonesia. Ini menyusul keputusan pemerintah memperpanjang izin ekspor konsentrat perusahaan tambang asal AS itu selama enam bulan ke depan. Pasalnya hingga kini, keseriusan Freeport untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter konsentrat di dalam negeri, dinilai belum jelas.

Anggota Komisi VII DPR, Dito Ganinduto menegaskan, audit investigasi oleh BPK diperlukan untuk mengetahui, apakah benar Freeport memiliki dana untuk berinvestasi membangun smelter di Indonesia. Ia juga meminta pemerintah berani menunjukkan legal standing-nya kepada Freeport, agar Freeport tidak berbuat sesuka hati mereka.

“Saya hanya minta pemerintah, khususnya Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), Sudirman Said, untuk lebih tegas kepada Freeport. Awalnya kita sempat senang saat mendengar kabar Pak Menteri bersikap tegas kepada Freeport, tapi kenapa sekarang lemah lagi?” tutur Dito ketika dihubungi SH, di Jakarta, Selasa (27/1).

Seperti diketahui, dalam nota kesepahaman (MoU) yang pertama antara pemerintah dan Freeport, disebutkan perpanjangan izin ekspor konsentrat akan diberikan bila progress pembangunan smelter Freeport telah mencapai 60 persen. Namun, hingga kini Kementerian ESDM belum dapat menunjukkan bukti progres pembangunan smelter tersebut.

“Kalau mereka bilang Freeport akan membangun smelter di atas lahan 60 ha milik PT Petrokimia di Gresik, Jawa Timur, kami belum mendapatkan kepastian tersebut. Bahkan, kami sudah mengecek ke Bupati Gresik, dan diinformasikan lahan yang dimaksud itu bukan milik PT Petrokimia, melainkan milik PT Maspion, masyarakat, serta ada perusahaan lainnya,” ujar Dito.

Tabrak Aturan
Wakil Ketua Komisi VII DPR, Satya W Yudha, sepakat bila relaksasi yang diberikan kepada Freeport adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Dalam UU Minerba disebutkan proses pemurnian harus dilakukan di Indonesia.

Hal senada ditegaskan anggota Komisi VII DPR lainnya, Eni Maulani Saragih, yang meminta Freeport tidak menabrak aturan. Berdasarkan UU Minerba, kegiatan ekspor konsentrat dilarang sejak 1 Januari 2014. “Kami ingin mengetahui apa yang jadi kendala (pembangunan smelter),” ucap Eni.

Ia juga menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan lemah saat berhadapan dengan perusahaan tambang asal AS tersebut. Menurutnya landasan hukum pemerintah, yang mewajibkan Freeport dan perusahaan tambang lainnya mengolah konsentratnya di dalam negeri, sangat kuat. Siang ini, Komisi VII DPR rencananya akan menggelar rapat dengar pendapat dengan Freeport.

Kecelakaan Tambang
Di tengah ramainya pemberitaan perpanjangan izin ekspor konsentrat ini, terjadi kecelakaan di tambang Freeport, tepatnya di area kerja Enggross Tard, dekat power plant C Mill 74. Dilaporkan satu orang meninggal dunia.

“Korban diketahui bernama Suwardi Ilyas, operator truk dan karyawan Divisi Mill PT Panca Duta Karya Abadi,” kata Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal (Ditjen) Minerba, Kementerian ESDM, Bambang Susigit di Jakarta, Senin (26/1).

Kecelakaan terjadi Sabtu (24/1), pukul 13.30 WIT. Dua petugas inspektur tambang dari Ditjen Minerba telah berangkat ke Papua pada Minggu, (25/1/2015) guna menginvestigasi penyebab kecelakaan tersebut.

Dirjen Minerba Kementerian ESDM, R Sukhyar, mengaku sudah mendapat laporan dari manajemen Freeport terkait insiden tersebut. Kini, pihaknya masih menunggu laporan dari inspektur tambang yang melakukan pemeriksaan. Karena itu, pihaknya belum bisa memastikan apakah akan memberikan sanksi atau tidak kepada Freeport.

Sumber : Sinar Harapan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *